Seperti apalagi Hanin membuat Eshan memahami ketidaknyamanannya? Menurutnya ini sudah berlebihan, Hanin perlu bicara dengan ibu mertuanya.
Ia sudah sangat marah saat laki-laki itu menyentuh tangannya kini pria itu semakin kurang ajar, apapun alasannya tidak bisa ditolerir lagi.
Masih di rumah sakit ketika Hanin memberitahu Yasmin kejadian pagi tadi. Namun di luar dugaan reaksi Eshan ketika ibu menegurnya.
"Tindakan itu reflek Bu, dia kesakitan dan terus mengatakan perutnya sakit."
"Tetap salah Eshan, kamu tidak bisa menyentuh sembarangan. Bukan mahram." Yasmin kesal sendiri. "Tindakanmu sudah berlebihan, Hanin itu adik iparmu."
"Astaga Bu." Eshan tidak percaya dengan reaksi berlebihan ibunya. "Aku juga menganggapnya adik, apa yang salah dari tindakanku?"
"Ibu senang mendengar kamu menganggapnya sebagai adik, tapi tolong perhatikan sikapmu. Dia bukan Rafika."
Eshan tidak memiliki niat terselubung tindakannya murni karena ingin membantu, apa yang membuat Hanin sensitif?
"Atau jangan-jangan kamu...." Yasmin menjeda kalimatnya, lalu bertanya pada diri sendiri benarkah apa yang dipikirkannya sekarang?
Rasanya tidak mungkin, selain status keduanya Eshan juga baru pulang dan ini pertama kalinya mereka bertemu.
"Jangan-jangan apa?" tatapan Eshan datar, jika seperti ini pria tersebut mirip seperti ayahnya. "Aku naksir?"
Eshan tahu betul maksud ibunya.
"Astaga Bu." ia bahkan tidak bisa tertawa jika benar seperti itu anggapan ibunya. "Anak Ibu yang satu ini tidak mudah jatuh cinta, Ibu lihat Natalie? Bukan aku tidak tahu jika dia terus mendekatiku karena ada maksud."
Yasmin mengerjap.
"Teman wanitaku banyak, tapi hanya sebatas teman." Eshan tidak bermaksud meyakinkan ibu tapi mengatakan yang sebenarnya.
"Kalau begitu, kamu juga melakukan hal yang sama pada mereka?"
"Apa maksud Ibu?"
Yasmin harus mengatakannya karena sudah terlanjur dibahas. "Sikapmu."
Eshan tampak berpikir sebelum menjawab, lalu mengangguk, dan Yasmin menarik napas dalam.
"Ibu tidak masalah jika sikapmu itu sesama pria, tapi kalau kamu memberikan perhatian pada wanita hasilnya fatal."
Eshan bertanya kenapa fatal.
"Wanita itu sensitif, tak semua hal dinilai pakai logika melainkan hati. Jika itu terjadi maka mereka akan terus menempel padamu."
Tapi penilaian laki-laki itu berbeda dengan sang bunda. Ia tak menganggap kedekatannya dengan teman-teman wanita karena perhatiannya itu tapi memang hubungan mereka yang terjalin baik.
"Jika memang benar yang Ibu katakan, harusnya Hanin tidak tersinggung."
"Tidak semua tapi hampir rata-rata. Kalau Hanin tidak, berarti dia pengecualiannya."
Namun Eshan punya penilaian sendiri. Hanin takut baper, karena itu menjaga jarak dengannya? Eshan menggeleng, mana boleh seperti itu, Hanin harus sama sepertinya. Meski tidak ada ikatan darah status keduanya saudara ipar, terlebih Eshan sudah menganggapnya adik.
Pembicaraan itu selesai, kata-kata ibunya masuk akal dan penjelasan Eshan telah dikritik artinya dia tidak boleh mengulang kesalahan itu bagaimanapun kondisinya.
******
Secangkir kopi dibawa Eshan ke balkon kamar Rafika, dari sana dia bisa menikmati pemandangan yang akhir-akhir ini disukainya.