Cinta Putih 13
"Sudah?"
Aku mengangguk sambil mendorong mangkuk mie ayam yang baru selesai kuhabiskan. Mas Galuh sudah menghabiskan mienya sejak tadi dan menungguku menghabiskan milikku. Kami sedang berada di warung bakso dan mie ayam yang ada di pasar besar. Mas Galuh mengajakku ke sini untuk membeli perhiasan sebagai hadiah permintaan maafku kepada Ibu atas kejadian lalu.
Mas Galuh mengatakan rencana ini pagi tadi, setelah kami bercinta untuk yang kesekian kali setelah dua hari berlalu sejak hujan badai yang menjadi saksi penyatuan kami. Ia berkata aku butuh bicara kepada Ibu dan baiknya membawa hadiah yang sekiranya membuat Ibu senang. Mas Galuh memilih perhiasan karena katanya tidak ada wanita yang tak suka emas. Kami akan ke rumah Ibu dan bicara kepadanya tentang kejadian lalu. Aku akan meminta maaf dan berjanji tidak akan membuat Ibu terluka lagi.
"Kita harus memberikan apapun yang Ibu mau, Nur. Apapun karena hanya kita yang bisa membuatnya bahagia," ucap Mas Galuh pagi tadi saat memelukku usai bercinta. "Ibu mungkin saja masih berfikir hubungan kita tak baik-baik saja, padahal tidak, kan? Jadi kita perlu mengunjungi Ibu dan meluruskan masalah ini."
Aku setuju dengan rencana itu lalu segera bersiap agar bisa membuka kios lebih pagi dan meminta eko menjaga kios sementara Nanok dan Parto membantu mengirim pesanan hari ini. lalu di sinilah kami, mampir sebentar mengisi perut karena belum sempat sarapan karena Mas Galuh membuatku lebih lama berada di kamar mandi bersamanya.
Toko emas langganan Ibu adalah toko emas yang cukup besar dan terkenal di desa ini. ada banyak pilihan perhiasan dengan variasi harga. Mas Galuh memintaku memilih perhiasan yang akan kami berikan kepada Ibu. Setelahnya, ia meminta penjual untuk memproses transaksinya.
"Kamu pilih juga, Nur. Masa aku hanya beli untuk Ibu, sementara yang wajib aku nafkahi itu kamu." Mas Galuh masih menunduk melihat-lihat koleksi perhiasan yang ada di etalase. Aku menoleh dengan desir bahagia dan malu-malu. Dua wanita yang berdiri di dekat Mas Galuh langsung melirik kami dan tersenyum penuh arti. "Pilih perhiasan yang sama jumlahnya dengan Ibu. Lebih banyak juga tidak apa-apa asal jangan lebih sedikit. Aku takut Ibu berfikir aku pelit ke kamu."
Aku menyelipkan sejumput rambut di telinga hanya demi menormalkan jantungku yang tiba-tiba berdegup kencang. Pelayan toko emas langsung semangat memberikanku rekomendasi perhiasan model terbaru, membuatku bingung sekaligus antusias dan bahagia.
Selesai dari toko emas dengan dua kantung berisi dua gelang, dua kalung, dan dua cincin, aku dan Mas Galuh lanjut mengelilingi pasar untuk membeli buah tangan yang lainnya. Mas Galuh mengajakku berbelanja buah dan bahan makanan yang biasa kami stok di rumah. Aku bersemangat sekali saat suamiku menawarkan berbelanja ini dan itu. yang lebih membahagiakannya lagi adalah ... sepanjang mengitari pasar dan berhenti di banyak kios, Mas Galuh selalu menggandeng tanganku.
Aku yang melakukan transaksi dengan para penjual dan Mas Galuh yang membawa semua belanjaan. Rasanya seperti menjalani rumah tangga yang sebenarnya dimana aku dan suamiku berkerjasama untuk menata rumah dan keseharian kami. Selesai dengan banyak belanjaan, aku dan Mas Galuh langsung bergerak menuju rumah Ibu.
Ibu tinggal di rumah masa kecil Mas Galuh bersama Bulek, adik Ibu yang juga seorang janda sepertinya. Mereka sepakat tingga bersama untuk menghabiskan masa tua dan saling menjaga. Sejak kembali ke desa, Mas Galuh sudah menempati kediaman yang juga milik ayahnya, yang kini kami tinggali. Ibu hanya berkunjung sesekali untuk memeriksa simpanan makanan atau membersihkan bagian-bagian yang kotor. Meski Mas Galuh sudah menikah denganku, Ibu masih melakukan kebiasannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Putih
RomanceMenikah dengan Mas Galuh seperti mimpi yang jadi nyata bagiku. Ia kembali ke desa ini dan membuka kembali bisnis usaha bambu milik ayahnya yang sempat tutup. Kami menikah karena ibu Mas Galuh yang meminta. Sayangnya, sampai tiga bulan pernikahan kam...