Sudah lebih dari setengah jam Eveline duduk di salah satu bangku restoran yang terkenal hanya menyajikan menu-menu mahal. Memesan satu menu makanan saja sudah bisa menguras kantong, tetapi Eveline rela menghabiskan uangnya dengan datang ke restoran ini hampir setiap hari karena restoran ini adalah restoran favorite Allen. Dia datang ke restoran bernama De'Nada demi bisa bertemu dengan Allen.
Keberadaan laki-laki yang duduk di bangku tak jauh dari Eveline membuat perempuan itu bisa memandangi Allen sepuasnya. Eveline memperhatikan setiap gerak-gerik Allen. Tanpa ragu-ragu Eveline juga memotret Allen secara diam-diam dari tempatnya. Eveline melihat hasil foto Allen lalu tersenyum. Hasilnya memang tidak terlalu jernih karena terhalang jarak, tetapi foto ini sudah cukup untuk menambah koleksi Eveline. Dia akan menempelkan foto Allen di dinding kamarnya.
Eveline kembali memusatkan perhatiannya pada Allen. Dia menopang dagu sambil senyum-senyum sendirian, sampai seorang pramusaji begidik saat melihat tingkah laku Eveline itu. Spontan Eveline melemparkan tatapan tajam padanya.
"Apa?" tanya Eveline sinis.
Pramusaji itu lantas menunduk dan berlalu pergi, membuat Eveline mendengus. Saat Eveline melihat pada Allen, laki-laki itu tengah tertawa dengan lawan bicaranya. Huh, benar! Eveline melupakan sosok perempuan yang duduk di depan Allen. Seorang perempuan yang tak terlalu cantik, namun berpakaian modis itu membuat Eveline kesal. Harusnya dirinya yang berada di sana, duduk di depan Allen dan bercanda dengannya, bukan perempuan itu. Menyebalkan.
Eveline ingin berpindah tempat duduk lebih dekat dengan Allen agar dia bisa menguping pembicaraan dua orang itu. Sayangnya, tidak ada lagi bangku yang tersisa di dekat Allen, semua sisi sudah terisi penuh. Sehingga Eveline harus pasrah dan mengamati dari jauh.
Eveline yang hendak memotret Allen untuk kesekian kalinya langsung terperanjat saat ponselnya tiba-tiba bergetar karena panggilan masuk.
"Shit!" umpat Eveline seraya menekan tombol hijau untuk menerima panggilan. "Iya, ada apa Me?"
"Di mana kau?" Seseorang di seberang sana bertanya kepada Eveline.
"Makan siang di luar."
"Jangan bilang di De'Nada?"
"Kau sudah tau jawabannya. Jadi kenapa repot-repot bertanya?"
Terdengar decakan dari seberang. "Sudah berapa tahun Ev?"
Eveline memutar bola matanya. Dia bisa menebak topik apa yang akan dibicarakan oleh Meme, sahabatnya sejak duduk di bangku kuliah.
"Dari dulu sampai sekarang kau masih saja menguntit Allen. Kau pikir aku tidak tau selama ini kau selalu pergi ke De'Nada hanya untuk bertemu dengan Allen? Kau pernah berpikir tidak, kalau tiba-tiba ketahuan? Bisa-bisa kau dicap sebagai seorang stalker. Tidak, kau memang stalker, Ev!"
"Lalu?"
"Apalagi? Kau bisa saja dipenjara. Masa depanmu akan hancur. Tidak ada mimpi-mimpi hidup bersama Allen. Jangankan hidup bersama, aku yakin setelah Allen tau kalau selama ini kau telah memata-matai dirinya, dia pasti sangat membencimu. Memang siapa orang yang suka kehidupan pribadinya diusik?"
Eveline sempat menguap mendengarkan cerocosan Meme yang tak ada jedanya. "Sudah?"
"Apanya yang sudah—,"
Tutt
Ucapan Meme tak pernah selesai karena Eveline lebih dulu memutus sambungan. Dia sudah kenyang dengan omelan Meme. Kalau tidak segera dimatikan, sampai bulan depan juga Meme pasti masih mencerocos. Memang paling benar dia fokus mengamati Allen saja.
Tunggu! Di mana Allen?!
Eveline celingukan. Dia mencari sosok Allen yang tiba-tiba menghilang dengan perempuan itu.
"Fuck, ke mana dia?"
Eveline bangkit dari kursinya. Dia berjalan keluar dari restoran, masih berusaha mencari sosok Allen yang menghilang dari pandangannya.
"Sial. Aku kehilangan jejaknya."
Pada akhirnya Eveline menyerah, dia hendak pulang dan melanjutkan permainan mata-matanya nanti, sebelum seseorang tiba-tiba menepuk pundaknya dan membuat Eveline berbalik.
Allen?!
Eveline terkejut bukan main saat tahu Allen lah yang barusan menepuk pundaknya. Laki-laki itu menatap Eveline dengan raut muka bertanya-tanya sambil menyodorkan sebuah dompet kartu berwarna merah muda. Eveline membeku.
"Dompetmu terjatuh."
Eveline tak menunjukkan respon apapun. Dia sibuk memandangi wajah tampan Allen yang kini berjarak cukup dekat dengannya. Situasi ini mengingatkan Eveline pada pertemuan pertama mereka di toko mochi. Akhirnya dia kembali mendengar suara indah itu berbicara kepadanya.
"Permisi, dompet?"
Eveline tersentak. "Ya?"
Allen menggoyangkan tangannya yang masih menyodorkan dompet merah muda di depan Eveline. "Ini dompetmu?"
Eveline melihat pada dompet tersebut, lalu dengan cepat mengambilnya dari tangan Allen. "Ah, iya, benar. Terima kasih."
Setelah menerima dompetnya yang sempat terjatuh, Eveline sudah berniat akan kabur, tetapi panggilan dari Allen membuat langkah Eveline tertahan.
"Tunggu!"
Eveline bertanya-tanya, mungkinkah Allen mengingat dirinya? Kalau benar begitu, sebuah kebanggaan bisa diingat oleh Allen.
"Ya? Ada apa?" tanya Eveline.
Tanpa Eveline duga, Allen justru melangkah mendekat ke arahnya. Laki-laki itu terus memangkas jarak di antara mereka berdua tanpa rasa sungkan sedikitpun, hingga Eveline dibuat menahan napas.
Tanpa banyak bicara, tangan Allen terulur ke atas, tepatnya ke rambut Eveline. Tangan besar itu sibuk dengan rambut Eveline yang dikuncir setengah. Allen seperti tengah memainkan rambut Eveline. Sementara perempuan itu hanya diam sembari menatap Allen bertanya-tanya.
"Rambutmu tersangkut," ucap Allen menjawab rasa penasaran Eveline.
"Oh."
"Rambutmu bagus." Pujian Allen membuat Eveline bagaikan menang lotre di siang hari. Pipinya memerah seperti ABG yang baru merasakan cinta. Tetapi Eveline tetap mendongak menatap Allen yang begitu dekat di depannya, tak berniat mundur walaupun hatinya meronta-ronta tak kuasa menahan pesona Allen.
"Terima kas—,"
"ALLEN!" seruan itu berasal dari perempuan yang tadi bersama dengan Allen. Perempuan itu berdiri tak jauh dari mereka berdua, melambai ke arah Allen berharap laki-laki itu segera ikut dengannya.
Sebelum meninggalkan Eveline, Allen sempat melemparkan senyum paling manisnya. Membuat Eveline ingin sekali memeluk Allen dan menahannya untuk tetap berada di sisinya. Bukan berbalik ke arah perempuan itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Obsession
RomantizmTergila-gila kepada Allen adalah hal yang wajar bagi sebagian besar wanita, termasuk Eveline. Dia bahkan rela mencaritahu semua tentang Allen demi memuaskan rasa obsesinya pada pria itu. Namun tanpa Eveline sadari dibalik kelancaran dari semua renca...