Apa arti sebuah kebahagian untuk seorang Raka Andreafa, dilahirkan hanya sebagai bayang-bayang tentu tak adil rasanya ketika melihat kakak nya lebih diprioritaskan dan dibanggakan sedangkan dirinya selalu diacuhkan dan tidak dipedulikan.
"Dek tunggu, dengerin Abang ngomong!" Shaka meraih tangan Raka.
"Mau ngomong apa lagi hahh! Gue cape bang gak ada satupun orang yang peduli sama gue, GAK ADA !!" Raka menghempaskan tangan dari Shaka dan berbalik hendak pergi menjauh.
Greppp
Shaka memeluk Raka dari belakang dia memeluk dengan erat seakan tidak pernah bertemu lagi dengan Raka "tolong jangan menjauh dari gue dek, tolong gue sayang banget sama Lo. Bunda sama ayah pasti bakalan berubah seiring berjalannya waktu, hiks tolong jangan pergi"
"Sampai kapan bang gue harus nunggu? Sampai gue dikubur baru bunda sama ayah ngelirik gue? Gue juga anaknya kan, tapi kenapa bunda sama ayah seakan benci banget ngeliat gue," tangis Raka pecah saat itu juga.
Suara Shaka seakan tercekat mendengarnya ingin ia bocorkan rahasia keluarganya tentang mengapa sikap ayah dan bundanya seperti itu kepada Raka, namun itu juga akan semakin menyakiti hati Raka.
Raka berbalik menatap mata Shaka dengan pandangan menyakitkan.
"Maaf bang gue terlanjur benci sama Lo, Lo yang selalu diprioritaskan dan disayang sama ayah bunda bahkan ketika gue sakit ajaa bunda lebih milih jemput Lo pulang sekolah dibanding ngerawat gue!!"
"Sakit bang gue gak kuat, kalo emang gue bukan anak ayah bunda kenapa ayah sama bunda gak ngembaliiin gue ke orang tua kandung gue aja, daripada kehadiran gue gak dianggap sama sekali dikeluarga Lo!!"
Shaka tak kuat menatap mata Raka, ia merasa telah jadi orang jahat karena kehadirannya adik nya tersakiti.
"Heyyy, Lo ngapain mikir sejauh itu lo jangan berpikikir aneh-aneh bunda sama ayah kaya gitu karna dulu mereka---"
"Sayangg!!!"
Suara Shaka tertahan karna teriakan seseorang dibelakangnya, selalu saja seperti itu ketika ia ingin mengungkapkan yang sebenarnya.
"Aduuhh Shaka kamu ngapain tengah malam diluar kaya gini nak, udara malem dingin gak sehat buat kesehatan kamu sayang. Ayo masuk bunda buatin teh anget buat kamu"
Lisa merangkul Shaka dengan penuh kasih sayang tanpa melirik orang disamping Shaka yang mati-matian menahan suara tangis, melihat bagaimana bundanya dengan lemah lembut memperlakukan Shaka berbeda dengan dirinya, mungkin terhitung dengan jari bunda berbicara dengannya itupun dengan nada datar.
Shaka melirik Raka dengan rasa tidak enak ia tahu Raka matia- matian menahan tangis dilihat dari matanya yang berkaca-kaca, ingin rasanya ia peluk tubuh rapuh itu.
"Heyy sayang kenapa ngelamun, nak? Ayo masuk ayah sebentar lagi pulang dari Yogyakarta katanya ayah bawain gitar yang kamu mau itu lohh? Gimana seneng gak?"
Senyuman itu, senyuman yang Raka harapkan yang sayang nya senyuman itu bukan untuk dia, Raka mengepalkan tangannya saat bunda dengan riang mengelus kepala Shaka ' Raka juga ingin diperlakukan seperti itu bunda ' namun rasanya tak mungkin Raka dengan gamblang berbicara seperti itu.
"Rambut kamu sudah panjang, nak. Besok bunda anter kamu ke tukang cukur yah" Lisa asik mengelus rambut Shaka, namun Shaka menahan tangan Lisa.
"Udahh bundaa cukup!! Bunda gak liat Raka, dia juga anak bunda kenapa bunda gak perlakukan Raka kaya aku"
Lisa terkejut mendengar bentakan dari anak kesayangannya " kamu apa-apan sih, kamu udah berani bentak bundaa, bunda udah peringatin beberapa kali sama kamu kalo kamu berani bentak bunda cuman karna Raka, bunda bakalan ngelakuin lebih kejam sama Raka dibanding saat ini, dan satu lagi kamu jangan peduliin anak itu" Lisa membisikan kalimat akhir ketelinga Shaka.
Shaka mengepalkan tangannya, kenapa? Kenapa harus adiknya yang menderita? Jika saja bisa dia akan senang hati menggantikan kesakitan itu. Mau tak mau sekarang ia harus tutup mata kepada Raka dan menuruti perkataan bundanya.
"Ayo sayang tuh ayah udah pulang, pasti bawa gitar pesenan kamu ayo masuk langsung masuk kamar dan mandi bunda juga udah siapin air hangat, yuk nak" Lisa menggenggam tangan Shaka dan berjalan meninggalkan anak bungsunya yang menatap kosong kearah mereka.
"Pembohong!! Brengsek Lo bang" Raka berucap setelah mereka memasuki rumah raka meremat tas nya, awal nya ia ingin pergi dari rumah namun terhenti karna Shaka mencegahnya.
Mau tak mau ia harus bertahan di rumah yang terasa seperti neraka baginya.
Mungkin ia bisa bertahan untuk saat ini tak tahu jika nanti ketika ia sudah menyerah dengan takdir yang tidak pasti, sakit juga rasanya terkadang ia menginginkan kehidupan orang lain yang jauh lebih indah dibandingkan dengan hidupnya, hidup tapi serasa dianggap mati bahkan jika waktu diputar ia lebih memilih tidak dilahirkan jika pada akhirnya kenyataan pahit selalu ia dapatkan.
Raka itu masih labil wajar saja ia berniat untuk pergi dari rumah, karena saat ini Raka Masih menduduki bangku kelas 8 yang dimana pemikirannya terkadang berubah-ubah.
Tapi satu yang sekarang timbul dalam hati Raka, kebencian.
Rasa benci terhadap kakaknya kian timbul lebih dalam, dan dari kejadian tadi melihat kakak nya dengan santai meninggalkanya menjadikan sebuah keyakinan rasa benci itu semakin besar.
TBC
Haii readers gimana hari ini, menyenangkan atau buruk? Jangan lupa makan ibadah dan jaga kesehatan yaa!! Oh iyaa jangan lupa vote dan komen, aku bikinya pendek dulu karna baru prolog.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Raka Andreafa
Teen Fiction"Mau dikehidupan dulu ataupun sekarang gue sama-sama di acuhkan dan diabaikan, lantas untuk apa gue pake pindah raga segala kalo emang takdir gue gak berubah sama sekali?" Raka Andreafa namanya cowo berumur 16 tahun yang selalu merasakan ketidakadil...