17. Telat

11.8K 962 89
                                    


Sosok lelaki yang dari tadi menunggu ruangan Raka kosong, dia menunggu Raga pergi dari ruangan Raka. Karena hari ini Erga sedang sekolah dan jadilah Raga yang menjaga Raka dirumah sakit, karena lapar Raga pun akhirnya keluar untuk membeli makanan dikantin.

Hal itu dimanfaatkan oleh seseorang yang mengincar Raka. Dia perlahan masuk kedalam ruang rawat Raka. Tersenyum tipis melihat Raka terbaring lemah tak berdaya, dengan banyaknya selang dan alat menopang hidupnya. "Raka, Lo tahu? Gue benci sama lo, kebencian gue melebihi apapun jadi gue gak peduli siapapun Lo dihidup gue. Gue akan buat lo menderita."

"Karena lo lahir hanya untuk menderita."

Dia menyeringai dan menjilat gigi taringnya. Dengan gerakan kasar dia mencabut semua selang-selang itu, bahkan selang infus yang terpasang apik di tangan Raka dia tarik dengan kencang sampai punggung tangan Raka banyak mengeluarkan darah. Selang oksigen dia gunting dan sesekali menampar pipi Raka. "Mampus lo kagak bisa nafas." Raka sangat kesulitan bernafas.

Orang itu meludah tepat diwajah Raka. Lalu dia menarik tubuh Raka sampai terguling kebawah lantai.

Dia memukul telak wajah Raka tepat dibagian rahang, "wajah lo bikin gue muak, gue gak bakalan biarin keluarga lo peduli sama lo, gue akan buat mereka semakin membenci Lo."

Raka yang sudah jatuh dilantai tak diangkat kembali, malah dia menendang tubuh Raka yang lemah, kini tidak ada alat medis satupun yang tertempel ditubuh Raka. Semuanya dia lepaskan dengan kasar. Orang itu menginjak dada Raka. 

Dia terkekeh. "Katakan selamat tinggal pada dunia, Raka."

****

Raka Andreafa  tengah makan dengan khidmat, sesekali bundanya menyumpali mulutnya dengan suapan.

"Ayah kok tumben pulang nya awal?" Tanya Shaka biasa nya sang ayah pulangnya nanti malam kini jam 4 saja dia sudah bisa pulang.

"Iyaa dong, kan ayah mau makan bareng sama keluarga kecil ayah. Yakali makan dikantor terus jenuh juga kebanyakan bapak-bapak jadi gak asik, lebih asik makan dirumah kaya gini." Mereka semua tengah makan bersama di ruang makan.

"Inget ayah juga udah bapak-bapak." Celetuk Raka yang mengundang tawaan Shaka.

"Raka bener ayah, ayah juga harus nyadar kalau ayah udah bapak-bapak."

"Kalian ini bisa aja, kalau begitu bunda kalian juga udah ibu-ibu."

"Ya enggak lah, bunda akan terus terlihat muda di mata kita dan cantik mempesona, ya gak. Bang?" Tanya Raka kepada Shaka.

"Bunda jadi malu deh kalian godain."

"Oh iyaa Raka, besok hari pertama kamu sekolah, yah?" Tanya Lisa yang dibalas anggukan oleh Raka.

"Udah masuk aja nih ceritanya? Jangan dulu lah dek, Lo belum benar-benar pulih." Shaka mengkhawatirkan keadaan Raka karena adiknya itu baru saja keluar dari rumah sakit setelah koma dan dirawat beberapa Minggu.

"Ngapain juga dirumah terus bosen bang, mending sekolah ketemu Rasel, Agil, sama Garel kan seru gak kaya dirumah mumet aku ngelihat wajah Abang terus."

"Lo tahu? Wajah gue ini diidam idamkan diseluruh antero sekolah, siapa yang gak kenal ketos ganteng baik hati dan tidak sombong mana mirip Jaemin lagi." Shaka menyugarkan rambutnya narsis.

"Dih, amit-amit Jaemin gue disamain kaya titisan Mak lampir----ehh salah deh, pak lampir." Ralat Raka sambil mengambil sepotong daging dari piring Shaka.

"Apa-apaan ngambil daging gue sembarang.....Bunda lihat bunda si cebong ngambil daging aku, mana ngatain pak lampir." Shaka mengadu kepada sang bunda, Lisa hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan anak-anak nya.

Transmigrasi                                                  Raka AndreafaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang