6. Demam

11.5K 810 1
                                    


Tes

Tes

Raka merasakan sesuatu yang dingin dan basah mengenai wajahnya, dia terbangun dari tidur dan melihat keatas ternyata atap kamar yang bolong itu bocor karena diluar sedang hujan deras.

"Mansion aja gede, kamar gue masih bolong mana bocor lagi yang bener ajaaa rugi dong!! Raka mendengus kesal, wajahnya basah karena tetesan air hujan. Sebegitu teganya Sagara padanya seketika dia iri pada saudaranya yang lain. Pasti mereka saat ini sedang bergelut dengan selimut yang hangat dan nyaman dengan kasur yang empuk dan juga televisi besar.

"Beda banget sama kamar gue, 360 derajat bedanya." Dia melihat keseliling kamar, kasur yang tipis dan keras belum lagi pasti kasur itu akan basah karena air hujan, atap bocor, ruangan yang sempit dan agak pengap, lampu yang temaram. Raka melihat keatas sedikit merinding atap itu bocor dan bolong yang lumayan lebar seketika dia takut ada hantu yang keluar dari situ. Dan tidak ada jendela bahkan ventilasi udara pun tidak ada, kemarin dia membuka lemarinya seketika dia tercengang lemari itu sudah usang bahkan engsel pintunya sudah copot belum lagi lemari kayu itu sudah lapuk dan reyot.

"Gue gak mau disini," mata Raka mulai berkaca-kaca. " Bundaa maafin Raka, Raka udah jadi anak yang nakal Raka udah nakal karena ikut tawuran, maafin aku bunda. Maaf Raka gak mau disini, disini badan Raka sering sakit disini Raka sering kena pukul. Bunda, ayah, bang Shaka maafin Raka, maaf Raka mau pulang Raka gak suka disini, bahkan Raka harus nahan laper karena gak ada uang buat makan, mereka jahat bunda mereka gak ngijinin Raka buat makan, dada Raka sakit Bun kemarin diinjak sama orang jahat."

Raka menangis dia menekuk kakinya, menyembunyikan tangis yang begitu menyesakan, dia membiarkan tetesan air hujan membasahi rambutnya.  "Aku cape, tuhan kenapa Aku harus gantiin Arvie aku gak sekuat itu tuhan, A-aku manusia biasa. Aku mau pulang aku rindu bunda." Tangisannya semakin jelas.

"Aku gak mau disini, seandainya engkau mau mencabut nyawaku sekarang juga, aku ikhlas tuhan." Raka tak tahu lagi bahkan kini dia tak mampu untuk menjelaskan semuanya, terlalu sesak, perlakuan Sagara kemarin saja masih teringat jelas dipikiranya.

Alkan yang ingin pergi kedapur terhenti karena tangisan yang begitu menyayat hatinya. "I-itu Lo bang?" Alkan memperhatikan Raka dari balik pintu, seketika dia tak kuat melihat Raka rapuh seperti itu. Mungkin Raka sudah jahat padanya karena sering membully dirinya, tapi kali ini dia tak tega melihat Abang nya sendiri menangis tersedu-sedu seperti itu.

"Gue udah salah, karena terus-terusan biarin Lo dipukulin ayah. Gue udah jadi adek yang durhaka buat lo, sampe Lo minta tuhan buat cabut nyawa Lo."

Kini tangisan Raka semakin jelas dipendengaran Alkan. " Bunda aku kangen, ayah aku kangen ayah juga, Abang maafin aku. Aku udah jadi adek yang gak baik buat Abang, hiks. Maaf aka nyesel, aku mau pulang aka gak kuat." Raka semakin menyembunyikan wajah dilipatan kakinya.

Sudah cukup Alkan tak kuat melihat Abangnya sangat rapuh seperti ini, dia tahu Raka berbuat jahat padanya karena ingin mendapatkan kasih sayang, yang sayangnya tak Raka dapatkan.

Alkan mendekati Raka dia memeluk erat tubuh Abangnya yang sangat dingin itu. "Abang jangan nangis lagi, aku disini bang. Maaf aku gak pernah bantu Abang waktu dipukul ayah, aku terlalu takut sama ayah, maaf bang. Kali ini aku bakalan ada buat Abang." Alkan tak sengaja menempelkan pipinya pada kening Raka, seketika matanya membulat merasakan sensasi panas menjalar pada pipinya.

"Abang sakit? Kening bang aka panas banget." Alkan menempelkan tangannya pada kening Raka.

Raka hanya bergumam tak jelas.

"Kayaknya bang aka demam, bang kita kerumah sakit. Yaa?" Alkan sangat khawatir mengenai kondisi tubuh Raka, dia bisa melihat kedua pipi abangnya memerah karena efek panas.

Transmigrasi                                                  Raka AndreafaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang