7. Diculik?

11K 753 5
                                    


Pantulan cahaya matahari dari balik jendela dengan lembut menyinari pipi seorang pemuda yang tertidur dengan selimut yang hampir menutupi seluruh tubuhnya. Tidur nya terusik kala merasakan sesuatu yang bergejolak diperutnya. Raka berlari ketoilet dan memuntahkan seluruh cairan yang keluar dari mulutnya.

Tapi yang keluar hanyalah cairan, Raka memuntahkan lagi dan lagi cairan bening.

"Eughhh, huewkkk. Lemes banget, gak kuat." Raka berpegangan pada pinggiran toilet tangannya bergetar karena tenaganya terkuras habis.

Namun saat ingin keluar dari toilet dia merasakan perutnya bergejolak lagi, dia berbalik dan memuntahkan lagi cairan itu di kloset.

Seorang pemuda lainnya memasuki kamar itu, dia sedang mencari seseorang namun dirasa tidak ada. Dia berbalik hendak pergi, namun dirinya mendengar seseorang yang sedang muntah ditoilet. Dia segera mengecek ke toilet. 'apakah adiknya sedang tidak enak badan atau masuk angin pikirnya'

"Alkan---lo sakit?" Tanya Raga, raga bingung kenapa terlihat dari belakang itu bukan seperti postur tubuh Alkan.

Raka berbalik memperlihatkan wajah pucatnya, dia merasa kaki nya bergetar kehilangan pijakan. Dia limbung kedepan.

Raga dengan sigap menahan tubuh Raka agar tidak membentur lantai toilet. "Lo kenapa, anjir?"

Beberapa menit kemudian Raga menyadari perlakuannya, dia melepas dan mendorong tubuh Raka. Dan Raka terjatuh.

Ringisan keluar dari mulut Raka, ketika Raga dengan tak berperasaan mendorong tubuhnya begitu saja.

"Lo ngapain di kamar adek gue? Ohh gue tahu pasti Lo mau nyuri barang yang ada disini kan? Ck. Udah gue duga sih." Raga memandang Raka remeh. "Setelah gak dipeduliin ayah, Lo jadi tukang curi yah. Miriss!"

Raka tidak mendengarkan ucapan Raga, dia sibuk menahan gejolakan diperutnya.

Merasa diacuhkan, Raga menendang tubuh Raka yang sedang berpegangan pada kloset. "Berani yaa Lo acuhin gue? Kayaknya seruu kalo gue laporin Ayah, Lo nyuri dikamar Alkan. Biar Lo dihukum sekalian."

"Banyak bacot Lo," balas Raka tajam, tidak tahukah saat ini dirinya benar-benar sangat mual.

"Dasar anak gak tahu diri, heh Lo pikir Lo siapa? Gue benci banget sama Lo, sampai Lo mati pun gue akan tetep benci." Caci maki raga.

Raka dengan tertatih berdiri dan tiba-tiba lambungnya berontak lagi, Raka tidak sengaja memuntahkan cairan itu di baju seragam sekolah yang dikenakan Raga.

Wajah Raga sudah seperti kepiting rebus menahan amarah. "Anjirrr, jijik Bangs*t bego Lo. Hah?!" Raga mantap jijik baju nya terkena muntahan Raka. Baju nya sedikit basah.

"Sorry, Lo ngalangin sih. Udah tahu gue mual banget." Raka memandang tidak enak ke arah Raga.

Raga tak habis pikir dengan Raka dengan semudah itu dia meminta maaf, apalagi dirinya sekarang akan berangkat sekolah.

"Punya otak itu dipake, jangan  disimpen didengkul. Tapi gue gak yakin Lo punya otak sih, karena pembunuh kaya Lo  gak punya otak dan gak punya hati." Raga memandang Raka sinis, dia sangat membenci orang yang berada didepannya ini. Dia dengan cepat membuka baju yang terkena muntahan Raka tadi dan melemparnya ke wajah Raka.

"Baju gue udah gak higienis, kalo udah kena kuman udah sepantasnya, kan. Kalo gue buang ketempat sampah, nanti virus anak sial*n nya nular lagi." Raga tersenyum miring melihat Raka terdiam.

"Lo pikir Lo siapa. Hah? Gue tahu Lo sering ke club dengan dalih latihan silat. " Raka menaikan sebelah alisnya. "Benar ? Tenyata Lo lebih pecundang dibanding gue." Raka terkekeh melihat ekspresi Raga yang tak berkutik.

Transmigrasi                                                  Raka AndreafaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang