Sepanjang perjalanan ke bioskop, Aylin terus saja diam, gadis itu melamun sambil melihat ke luar jendela. Adit hanya meliriknya sekilas sambil fokus mengemudi.
"Kalau nggak mood buat nonton, nggak usah dipaksain, Lin. Apa kita balik aja sekarang?" Adit bertanya dengan pengertian.
"Memang aku lagi nggak mood, Mas. Maaf banget, ya?" Aylin merasa tidak enak kepada Adit, tadi dia terpaksa setuju karena desakan Tika.
Adit mengerti, Aylin pasti takut dimarahi Tika kalau menolak pergi. Kalau mereka balik sekarang, Adit yakin Tika juga pasti akan memarahi Aylin.
"Apa kita pergi ke kafe? Duduk-duduk aja." Adit menawarkan, dan Aylin pun setuju.
Adit pun membawa Aylin ke kafe milik temannya, kebetulan kafe itu baru buka beberapa Minggu yang lalu.
Aylin hanya memesan jus jeruk, begitu pula Adit. Padahal sebenarnya Adit ingin Aylin mencoba makanan best seller di sini. Kebetulan Adit juga merasa lapar. Tapi pria itu bersedia mengalah untuk menahan lapar. Adit tau, Aylin sedang sedih dan tidak mood makan.
Pelayan mengantar minuman lima belas menit yang lalu, dan selama itu Aylin masih betah diam. Adit menunggu dengan sabar. Pria itu tidak berani menyuruh Aylin untuk bercerita padanya. Adit pun takut untuk mencampuri urusan pribadi Aylin.
Adit sadar diri, mereka belum sedekat itu. Hingga Aylin mempercayainya untuk berbagi masalah pribadi.
Adit menunggu dengan sabar, hingga Aylin bercerita dengan sendirinya.
"Tadi mama cerita apa aja, Mas?" Aylin bertanya sambil menunduk.
"Nggak banyak. Cuma bilang kamu baru putus. Itu aja." Adit menjawab santai sambil terus memperhatikan ekspresi Aylin.
"I am sorry to hear that." Adit mengucapkan dengan tulus. Membuat wajah Aylin semakin merah karena menahan malu. Aylin malu karena ketahuan galau karena cowok.
"Bukan masalah penting, Mas. Putus doang. Biasa itu, sih." Aylin mencoba bersikap wajar sambil tertawa dibuat-buat.
Adit tau, Aylin berusaha menutupi kesedihannya. Adit tidak berani berkomentar banyak.
"Kalau kamu mau cerita nggak papa banget lho. Siapa tau bisa bikin kamu lega." Adit menawarkan diri sebagai pendengar.
"Nggak usah, Mas. Nanti Mas Adit capek dengernya." Aylin meminum jus jeruk untuk menutupi kecanggungannya.
"Iya, aku paham. Kamu mungkin nggak nyaman cerita sama orang asing. Aku nggak ada maksud untuk ikut campur."
Aylin merasa Adit salah paham padanya, makan ia pun buru-buru meluruskan. "Nggak kayak gitu, Mas. Ini cuma masalah nggak penting. Takutnya Mas Adit buang-buang waktu dengernya."
Adit hanya diam, sambil terus mengamati ekspresi Aylin. Membuat Aylin salah tingkah.
"Memang sebenarnya agak sedih, Mas. Aku pacaran sama dia udah lama loh. Ada kali tujuh tahun." Akhirnya Aylin tidak tahan untuk cerita.
"Bisa dimengerti kalau kamu sedih, Lin. Tujuh tahun memang bukan waktu yang sebentar. Lebih lama dari umur pernikahanku dan Ayra." Adit menanggapi sekedarnya. Adit menahan diri untuk menanyakan penyebab putusnya Aylin dan pacarnya.
"Udahlah, Mas. Nggak usah dibahas. Udah putus juga kok." Aylin berusaha menyudahi pembicaraan tentang dirinya.
"Setidaknya kamu lebih beruntung dari aku, Lin." Adit menjeda ucapannya, membuat Aylin penasaran setengah mati. Kenapa dirinya dianggap beruntung?
"Maksudnya, Mas?"
"Kamu masih bisa melihat dia, kalau kamu kangen. Bahkan kalau masih ada jodoh, kalian bisa balikan. Sedangkan aku ... aku sudah tidak bisa melihat Ayra, untuk selamanya ...."
Aylin hanya diam mendengar ucapan Adit. Ia tau persis, bagaimana hancurnya Adit setelah ditinggal kakaknya pergi untuk selamanya. Hanya Chika dan Kaesang yang membuat Adit kuat.
Ternyata kesedihan itu menular. Aylin merasa bersalah karena sekarang Adit ikut sedih setelah mendengar ceritanya.
"Tuh kan mas Adit jadi ikutan sedih? Makanya aku bilang juga apa, masalah aku nggak usah dibahas."
Aylin merasa ponselnya bergetar, di luar dugaan Niko mengirimkan pesan, pria itu mengatakan sedang dalam perjalanan ke kota Aylin.
Melihat wajah Aylin yang tiba-tiba panik, Adit pun bertanya. "Kamu nggak papa, Lin? Apa ada masalah?"
Aylin menggeleng pelan sambil mengetuk meja dengan ponselnya.
"Sebenarnya tadi pacar aku kirim pesan, Mas. Katanya udah perjalanan kesini ...."
"Ya sudah, Lin. Kita pulang sekarang saja." Adit bersiap mengantar Aylin pulang. Tapi Aylin masih betah duduk di kursinya.
"Kayaknya aku nggak bisa ketemuan di rumah, Mas."
Adit paham situasi, pasti hubungan pacar Aylin dan Tika kurang baik. Makanya Aylin tidak berani membawa pacarnya pulang.
"Ketemuan di sini aja, Lin. Nanti biar aku tunggu di meja lain." Adit menawarkan diri. Bagaimanapun juga mereka harus pulang bersama, atau Tika akan curiga.
"Maaf ya, Mas. Aku udah ngerepotin banget." Aylin tidak enak hati karena Adit terpaksa pindah meja.
"Nggak papa, Lin. Kamu jangan merasa nggak enak sama aku. Bereskan urusan kalian. Bicara yang tenang, jangan emosi. Oke?" Adit berpesan sebelum pergi.
***
Adit pindah ke Maja lain, pria itu terlihat sibuk mengobrol dengan temannya yang merupakan owner kafe ini. Tak seberapa lama, Adit melihat seorang pemuda tinggi atletis masuk ke kafe, pemuda itu langsung menuju ke meja Aylin.
"Oh, seperti itu tampang pacarnya Aylin. Pantes ...." Adit bergumam seorang diri. Menurut pandangannya sebagai seorang pria, Niko bisa dikatakan good looking, cowok itu terlihat menarik walau hanya mengenakan kaos polos dan celana jeans.
"Itu siapamu, Dit?" tanya teman Adit sambil melirik ke meja Aylin. "Ku kira tadi pacarmu. Calon ibu sambungnya Chika dan Kaesang."
"Bukan. Dia itu adiknya Ayra." Adit menjelaskan singkat. Kemudian kedua pria itu membahas tentang masalah pekerjaan, sambil sesekali Adit mencuri pandang ke meja Aylin.
Melihat Niko datang, Aylin langsung berdiri untuk menyambutnya. Niko langsung duduk, dan mengeluarkan ponselnya, diletakan di meja, di depan muka Aylin.
"Jelasin! Apa maksudnya ini?"
***
Si Adit sabar banget, ya. Bukannya ngomporin Aylin, eh malah ngasih fasilitas buat ketemuan sama Niko.
Kali ini karakter cowok di cerita gue agak lain yagesya, biasanya sat set, ini mas Adit karakternya adem, ayem, slow 😁
Kira-kira Niko sama Aylin jadi putus nggak, ya?
Btw, kalian dapat angpao berapa ? Banyak kah? 😆
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah Dengan Kakak Ipar
RomanceAylin terpaksa menerima desakan orang tuanya untuk menikah dengan kakak iparnya. Keputusan impulsif itu ia ambil karena kecewa dengan pacarnya Bagas yang tak kunjung menikahinya. Akankah ia menyesali keputusannya?