Adit menelpon Aylin saat jam kerja, mengatakan akan membatalkan janji untuk mengantar Aylin suntik TT sebagai syarat dari KUA.
"Kamu suntik TT sendiri nggak papa kan, Lin?"
"Iya, Mas. Aku bisa sendiri kok. Nanti aku ke bidan aja, yang dekat dari rumah." Aylin mencoba mengerti kesibukan Adit. Lagipula letak klinik bidan hanya beberapa meter dari rumahnya.
"Maaf banget, ya. Aku baru dapat kabar dari mbak yang kerja di rumah mama, katanya mama opname."
Mendengar kabar Wanda opname, Aylin terkejut. Walau Wanda jahat padanya, Aylin tetap peduli. Bagaimanapun juga Wanda adalah kesayangan Adit.
"Astaghfirullah, Mas. Gimana keadaan mama? Mama sakit apa?"
"Sakit gula mama kambuh. Sekarang udah baikan, kemarin sempat pingsan." Terdengar nada sedih dari Adit.
"Apa aku perlu ikut, Mas?"
"Maaf, ya, Lin. Bukannya aku nggak mau ajak kamu. Saat ini keadaan Mama masih nggak stabil, takutnya Mama kenapa-kenapa ketika lihat kamu datang ...."
"Iya, nggak papa, Mas. Aku paham. Aku doakan mama segera sembuh."
"Makasih doanya, Lin."
***
"Kenapa kamu kesini?" Wandah membuang muka saat Adit datang.
"Mama kenapa nggak ngasih tau aku, kalau lagi sakit? Aku taunya dari mbak." Adit mencium tangan Wanda, kemudian duduk di samping ranjang.
"Memangnya kamu peduli kalau mama lagi sakit?" sindir Wanda.
"Ma, tentu aku peduli. Aku anak Mama." Adit memijit kaki mamanya perlahan.
"Anak Mama, yang nggak mau nurut apa kata Mama." Wandah memperjelas. Adit hanya bisa menghela nafas mendengar pedasnya ucapan Wanda.
Wanda melihat ke arah pintu. "Kamu datang sendirian?"
"Iya, Ma." Adit menjawab dengan sabar.
"Sudah Mama duga. Wanita itu pasti nggak akan peduli dengan keadaan Mama. Belum jadi menantu sudah ketahuan watak aslinya." Wanda sedang membahas Aylin yang menurutnya tidak punya empati.
Adit jadi serba salah dengan mamanya. "Ma, sebenarnya tadi dia ingin ikut, aku yang larang."
"Bagus kalau kamu larang dia. Mama juga eneg lihat mukanya. Bikin gula darah Mama naik lagi."
"Dia kirim salam untuk Mama, katanya supaya Mama cepat sembuh." Adit menjelaskan. "Aylin juga peduli dengan keadaan Mama."
"Padahal dalam hatinya dia mendoakan supaya Mama cepat mati," cibir Wandah. "Supaya bisa sepenuhnya menguasai kamu."
Lagi-lagi Adit hanya bisa menghela nafas berat. Dalam hatinya Adit berpikir, alangkah bahagianya kalau Wanda bisa berdamai dengan Aylin.
"Mama jangan suudzon terus. Mama lagi sakit, harus selalu berpikiran positif, supaya Mama cepat sembuh." Adit diam sejenak. "Sekalian aku ingin mengabarkan ke Mama, lusa aku menikah ...."
"Mama tidak akan hadir!" potong Wandah.
Adit tersenyum pahit sambil menggenggam tangan mamanya. "Yang aku perlukan hanya doa restu Mama."
"Jangan harap, Dit. Sampai matipun Mama nggak ikhlas! Camkan itu." Nada bicara Wanda naik, perempuan itu juga melepaskan tangan Adit.
"Di sini aku hanya memberitahu Mama."
"Kamu nekat menikah di saat Mama masih sakit begini?" Wanda tidak habis pikir dengan kegigihan Adit untuk menikahi Aylin.
"Maaf, Ma. Semua berkas telah diurus. Aku tidak bisa mundur lagi."
"Adit! Durhaka kamu!"
***
Wanda nih, udah sakit masih galak aja 😁
Part-nya kependekan, ya? Apa perlu double update?
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah Dengan Kakak Ipar
RomanceAylin terpaksa menerima desakan orang tuanya untuk menikah dengan kakak iparnya. Keputusan impulsif itu ia ambil karena kecewa dengan pacarnya Bagas yang tak kunjung menikahinya. Akankah ia menyesali keputusannya?