Tika mengikuti Aylin hingga ke kamarnya. Sedang Aylin sendiri sudah membungkus tubuhnya dengan selimut.
"Ini semua pasti karena kamu kelamaan move on, jadinya Adit nggak sabar dan nyari perempuan lain."
Aylin diam saja mendengar keluhan mamanya, matanya sengaja dipejamkan, supaya dikira sudah tidur. Aylin paling malas kalau Tika sudah mengomel, lama selesainya.
"Lin, kamu dengar Mama nggak, sih? Pokoknya Mama nggak mau tau, kamu harus cari cara untuk merebut perhatian Adit!"
Aylin terpaksa bangun dari tidurnya. "Aku harus ngapain, Ma? Mas Adit udah dewasa, dia tau mana perempuan yang cocok jadi istrinya, mana yang enggak."
"Alasan kamu aja 'kan? Padahal sebenarnya kamu masih belum bisa melupakan atlit sepak takraw itu." Tika tiba-tiba membahas Niko.
"Dia atlit voli, Ma. Bukan sepak takraw." Aylin mengkoreksi ucapan mamanya.
"Sama aja. Sama-sama nggak menjanjikan masa depannya. Mending Adit kemana-mana. Udah ketauan mapan. Mama heran, kok bisa-bisanya kamu bucin sama pemuda kayak Niko itu?"
"Hargai dia, Ma. Dia juga nggak mudah ada di posisi yang sekarang. Banyak perjuangan yang udah dia lalui." Aylin masih membela Niko, membuat Tika semakin berang.
"Dia udah nyakitin, masih aja kamu bela. Kamu ini bodoh atau apa, Lin? Mama nggak mau tau, harus Adit yang jadi menantu Mama. Nggak mau yang lain." Tika masih bersikeras.
"Ya udah, artinya Mama akan ngeliat aku jadi perawan tua." Aylin mengubur dirinya kembali dalam selimut, tak lupa menutup telinga dengan bantal.
***
Besoknya, setelah pulang kerja, Adit kembali datang ke rumah. Setelah semalam pria itu kembali menelpon Aylin untuk klarifikasi.
"Aku sama Aya beneran nggak ada apa-apa, Lin."
Aylin menghela nafas berat mendengar ucapan Adit. Aylin heran kenapa pria itu merasa perlu memberikan klarifikasi padanya, sampai tiga kali pula.
"Iya, Mas. Aku percaya kok. Tapi lain kali Mas nggak usah klarifikasi sama aku. Urusan mas mau pacaran atau tidak, itu kan masalah pribadi. Aku nggak berhak ikut campur. Aku akan selalu mendukung yang terbaik untuk Mas dan anak-anak." Aylin bicara panjang lebar untuk menenangkan Adit.
"Mama kemana, Lin?" Adit heran karena tidak melihat keberadaan ibu mertuanya. Rupanya Tika masih ngambek. Karena merasa Adit punya pacar tapi tidak bilang-bilang.
"Mama lagi kurang enak badan, Mas." Aylin terpaksa berbohong.
"Baiklah, kalau begitu aku pamit dulu. Salam sama mama, ya?" Adit berpamitan, Aylin mengantarnya sampai ke pagar.
Setelah pulang dari rumah Aylin, Adit langsung pergi ke rumah mamanya untuk menjemput Chika dan Kaesang yang dititipkan di sana.
"Chika cerita, katanya kamu akhir-akhir ini sering ke rumah Ayra. Benar begitu, Dit?" Wanda langsung menyambut Adit dengan pertanyaan.
"Iya, Ma." Adit menjawab singkat.
"Apa ada masalah?" Wanda bertanya curiga.
"Nggak ada, Ma. Cuma ...."
"Pokoknya Mama nggak suka kamu sering-sering datang kesana!" Wanda memotong ucapan Adit.
"Tapi mama Tika 'kan neneknya Chika juga, Ma. Wajar kalau aku bawa anak-anak datang ke sana." Adit menjelaskan dengan sabar.
"Jangan pikir Mama bodoh, ya, Dit. Kamu kesana buat ketemuan sama adiknya Ayra 'kan? Soal rencana kamu tempo hari, Mama tetap nggak setuju." Wanda membahas rencana Adit untuk menjadikan Aylin sebagai ibu sambung untuk Chika dan Kaesang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah Dengan Kakak Ipar
RomanceAylin terpaksa menerima desakan orang tuanya untuk menikah dengan kakak iparnya. Keputusan impulsif itu ia ambil karena kecewa dengan pacarnya Bagas yang tak kunjung menikahinya. Akankah ia menyesali keputusannya?