♡4 Missing

1.7K 42 1
                                    

Gelap menjadi teman seorang perempuan dibalik selimut tebal menutup seluruh tubuhnya. Tidak ada setitik cahaya yang diizinkan masuk melalui celah gorden yang dibiarkan tertutup.

Lukanya belum sembuh, sesekali tangis datang saat ingatannya berputar pada momen haru saat tanda garis dua menunjukan ada janin dalam rahimnya.

Senyum yang selalu mengembang kini terganti dengan isak tangis Janice karena kepergian bayi dalam kandungannya. Janice merasa bodoh, hancur, dan tidak berguna karena tidak menjaga calon anaknya dengan baik.

Ketukan pintu tidak pernah berhasil membuat Janice keluar dari persembunyiannya, terlebih melihat wajah sang suami membuat Janice beribu kali merasa bersalah karena gagal memberikan keturunan.

"Sayang, keluar dulu yuk."

"Gimana?" Arga menoleh mendapati bundanya.

Arga menggeleng pasrah, "nggak ada jawaban, bun."

"Janice, ini bunda. Boleh dibuka dulu nak pintunya?" ucap Amelia mencoba membantu membujuk mantu yang sudah di anggapnya anak sendiri.

Suara kunci yang diputar dari dalam membuat Inara tersenyum, mengelus lengan anaknya. "Kamu ambil makanannya, biar bunda yang ngomong sama Janice."

Ada perasaan lega dalam diri Arga, istrinya tidak keluar kamar hampir dua hari. Arga khawatir, lebih kearah takut kehilangan istrinya.

"Bun," Janice memeluk Amelia erat, menumpahkan segala rasa duka yang ada dalam dirinya.

"Nangis sepuas kamu, bunda ada disini, tapi janji setelah ini harus jadi Janice yang dulu."

"Takdir nggak ada yang tahu, sayang. Bukan cuma Janice yang kehilangan, semua keluarga ikut sedih. Terutama suami kamu, bunda yakin dia sama sedihnya seperti kamu tapi Arga jauh lebih sedih lihat kamu seperti sekarang, kamu harus bangkit. Hidup tidak berhenti hanya diwaktu sekarang," Amelia memeluk Janice menyalurkan ketenangan.

"Makan ya," Amelia mengurai pelukannya, membuat Janice secara tidak langsung menatap Arga yang berdiri didepan pintu dengan nampan dikedua tangannya.

"Makasih, bun," Amelia mengangguk, meninggalkan Arga bersama Janice.

Janice menatap Arga yang sibuk memisahkan lauk pada makanannya, kemudian menyodorkan sesendok nasi dengan ayam diatasnya.

"Makan dikit aja, gapapa. Yang penting perutnya keisi," ucap Arga karena Janice tidak kunjung membuka mulutnya.

"Mas."

"Hmm?"

"Setelah makan, boleh Janice peluk yang lama?" Arga tersenyum singkat, mengusap puncak kepala istrinya.

"Peluk sepuas kamu, mas milik Janice sampai kapanpun. Makan ya?" perempuan itu mengangguk, menerima suapan pertama, kedua, ketiga, bahkan nasi yang semula sepiring penuh kini tinggal sedikit.

"Udah."

"Dikit lagi," Janice menggeleng kepalanya berulangkali.

"Yaudah, oke," Arga menaruh piring diatas nakas.

"Jadi peluknya?" Janice mengangguk menyambut rentangan tangan suaminya.

"Jangan gini lagi ya, mas nggak sanggup lihatnya."

"Maaf."

♡♡♡

Janice mulai membaik, melakukan aktivitas layaknya ibu rumah tangga seperti biasanya. Arga sudah berangkat sejam lalu untuk ke kantor.

Memilih menyibukkan diri dengan menyiram tanaman pada halaman depan, Janice termenung tanpa menyadari kehadiran seseorang.

"Bunga emang butuh air, tapi kalau berlebihan bisa mati Nis," Karina meraih selang dalam genggaman sahabatnya.

Adult Only Universe [Random Story]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang