Cerita pertama, 29 April 2012
Awalnya aku berniat menuju ibukota, kota yang kata orang penuh dengan pesona dan dinamika yang tidak bisa terbandingkan. Cerita orang tentang gemerlapnya ibukota, menciptakan bayangan menarik dalam benakku. Ibukota seolah menjadi panggung besar yang bisa memberi kesempatan untuk aku menjelajahi hidup baru yang lebih menyenangkan, dengan makna yang lebih mendalam.
Tapi takdir lain berkata, perjalanan pertamaku justru terhenti di sebuah kota kecil yang terletak di bawah kaki Gunung Slamet. Meski tak sebesar ibukota, kota itu justru memancarkan pesonanya tersendiri. Gunung Slamet yang menjulang tinggi, menjadi latar belakang yang memberi kesan ketentraman dan ketenangan. Disana, aku menemukan banyak sekali cerita kehidupan yang menakjubkan, mengajarkan bahwa takdir selalu memiliki cara unik dalam membimbing langkah.
Aku tidak akan menceritakan bagaimana akhirnya aku sampai di kota yang disebut sebagai kota ikhlas itu. Ceritanya akan terlalu panjang, bertele-tele, dan mungkin akan menampakkan kebodohanku, hahahahaha. Biarlah cerita itu aku simpan seorang, aku hanya ingin membagikan cerita-cerita yang membuat hidupku jauh lebih baik dan lebih bijak dalam menyikapi segala sesuatunya.
Cerita pertama yang akan kutulis adalah ceritaku yang bertemu dengan seorang anak perempuan berusia 15 tahun, berambut ikal, kulitnya sawo matang, tubuhnya tidak begitu tinggi, badannya sedikit berisi, dan guratan wajahnya menampakkan ia adalah anak yang hebat dalam menjalani kehidupannya. Aku memanggilnya dengan nama Nura, nama lengkapnya Anuradha. Bersama Ibunya, mereka memberi pelajaran pertama yang sangat berharga untuk perjalananku.
Aku bertemu dengannya di pintu keluar Stasiun. Saat itu, aku berdiri melihat sekitar dengan bingung, aku merasa seperti seorang yang terhilang di tengah lautan manusia yang tak dikenal. Hatiku penuh dengan keraguan, ketakutan, bahkan hampir putus asa. Air mataku sudah hampir tumpah, penyesalan atas keputusan untuk pergi dari rumah hampir saja menyelimuti hati.
Di tengah kebingungan itu, aku dikejutkan dengan suara Nura yang entah sejak kapan ia berdiri tepat disampingku.
"Mau kemana, Mbak?" tanyanya seakan mengerti kalau aku sedang kebingungan. Ia menatapku dengan tatapan tulus, lalu tersenyum ramah. Menunjukkan bahwa ia berniat membantuku.
Aku yang masih bingung, menatapnya sekilas tak menjawab pertanyaannya. Bukannya pergi, ia justru tetap berdiri disampingku. Cukup lama ia terdiam, sepertinya ia memahami kalau aku sedang kebingungan.
"Mencari kendaraan umum ke arah mana?" tanyanya lagi yang masih kujawab dengan diam.
Ia menatapku iba. Gadis itu menunjukkan raut muka yang peduli. Tatapan gadis remaja itu memperlihatkan kebaikan yang jarang aku temui. Hatiku terasa hangat melihat raut wajahnya yang penuh perhatian. Aku terdiam, tidak tahu harus merespons apa. Pikiranku berkecamuk dengan keraguan dan kebingungan. Aku tidak tahu harus melakukan apa. Perjalanan yang kupikir akan mudah, kini menjadi terasa sangat berat. Langkah yang awalnya penuh dengan keberanian, kini berubah dengan penuh ketakutan.
Aku berbalik menatap gadis itu, ia masih menatapku dengan tatapan iba yang sama. "Mau ikut dengan saya? Warung pojok itu milik Ibu saya, Mbak bisa beristirahat dulu disana sebelum melanjutkan perjalanan," katanya lagi dengan ramah sambil menujuk sebuah warung sederhana di ujung jalan. Akhirnya aku mengangguk, tanpa berpikir lebih lama, aku menerima tawarannya. Barangkali disana aku bisa menemukan kejelasan di tengah kekacauan pikiranku.
Di warung makan sederhana yang terlihat sangat bersih dan nyaman namun sangat sepi itu, seorang wanita paruh baya yang kuyakin itu adalah Ibunya Nura, menyambutku dengan sangat ramah, memperkenalkan dirinya dengan tatapan penuh kehangatan. Mendengar suaranya dan melihat raut wajahnya, aku sangat yakin Bu Kamala-Bu Mala, Ibu Nura adalah orang baik. Baru kali itu aku bisa memastikan bahwa orang yang ku temui adalah orang baik, meski aku belum mengenalnya lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sakit, Senyum dan Syukur
РазноеJiwa yang hebat itu adalah mereka, Menjalani hidupnya dengan penuhu rasa, Darinya, kutemukan banyak makna, Menjadikan hidup jauh lebih berwarna. Lentera itu ada dalam setiap cerita mereka, Memberi cahaya dalam hidup yang kadang gulita, Memberi pelaj...