Cerita keempat: Meski tidak selalu di terima dengan baik, niat baik akan selalu berakhir pada kebaikan. Meski seringkali di salah artikan, berbuat baik tidak pantas untuk di hentikan. Setiap niat baik yang tidak terima dengan baik, mungkin adalah sebuah cara untuk menguji kesabaran dan ketulusan.
Ada banyak cerita tentang kebaikan yang tidak selalu diterima dengan baik. Bahkan terkadang, kebaikan itu dianggap sebagai kejahatan. Pada nyatanya, tindakan mulia yang dilakukan dengan niat baik tidak selalu dipahami dengan cara yang sama oleh orang lain. Kadang-kadang, apa yang kita anggap sebagai upaya untuk membantu malah disalahartikan atau justru ditolak mentah-mentah.
Sedikit menyakitkan memang, ketika niat baik kita justru berakhir dengan anggapan kejahatan dari orang-orang sekitar. Tak jarang, orang memilih untuk mengurungkan niat baiknya, dengan alasan menghindari prasangka buruk dari orang lain. Awalnya aku berpikir itu tidak bisa disalahkan, karena aku pun demikian, daripada harus dituduh melakukan hal yang tidak benar, lebih baik menahan diri dari berbuat sesuatu yang kita pikir baik untuk orang lain.
Tapi ada satu cerita yang mengubah pandanganku. Cerita yang menyadarkan bahwa berbuat baik adalah satu hal yang tidak seharusnya di hentikan. Kita tidak boleh membiarkan pandangan orang lain menghalangi langkah kita dalam melakukan kebaikan. Meskipun kebaikan yang kita lakukan mungkin tidak selalu mendapatkan pengakuan atau hasil yang diinginkan, yang penting adalah kemurnian hati dan keberanian kita untuk tetap berbuat baik.
Waktu itu...
Seperti biasanya, aku menjalani rutinitasku dengan penuh semangat. Hari itu, aku hanya seorang diri di toko, Bu Tari keluar sejak pagi karena ada urusan. Toko yang sangat sepi, ditambah tidak ada teman mengobrol membuatku merasa sangat bosan.
Setelah membereskan beberapa barang dan memastikan rak-rak tertata rapi, aku duduk di belakang meja kasir, menatap keluar pintu yang terlihat sangat sepi. Di jalan depan hanya ada beberapa orang yang lalu-lalang. Aku menghela napas panjang, mencoba mencari cara untuk mengusir kebosanan. Sesekali, aku melirik jam dinding yang seolah berjalan lebih lambat dari biasanya. Di luar, matahari bersinar terik, membuat suasana semakin panas dan lengang.
Tiba-tiba, perhatianku teralihkan pada penjual gorengan di sebrang jalan. Dia adalah Mas Ravi, laki-laki muda yang ku kenal sebagai pemuda pekerja keras. Aku memanggilnya Mas Ravi bukan karena usianya lebih tua dariku, tapi karena memang dari awal aku memanggilnya dengan panggilan itu.
Ia sering berbelanja di toko, kami juga sering mengobrol saat ada waktu senggang. Dari obrolan itu, aku tahu ia adalah anak kedua dari dua bersaudara. Ayahnya seorang petani, ibunya bekerja sebagai asisten rumah tangga, sedangkan tentang kakaknya, tak pernah ia ceritakan.
Saat itu, aku lihat dari dalam toko ada wanita tua yang sedang memarahi Mas Ravi. Aku tahu wanita itu, ia adalah penjual makanan matang yang berjualan tidak jauh dari sana. Ia sedang memarahi Mas Ravi, lebih tepatnya memaki-maki Mas Ravi, entah apa sebabnya. Padahal ku tahu Mas Ravi adalah orang yang paling sering membantunya, bahkan satu jam sebelumnya, kulihat Mas Ravi membawakan barang belanjaannya.
Karena penasaran, aku sengaja menghampirinya sekaligus berniat untuk membeli gorengannya. Ku tinggalkan toko sebentar, lagipula masih terlihat dari seberang jalan, jadi aku yakin toko akan tetap aman.
Aku berjalan cepat menyeberangi jalan sambil melihat Mas Ravi yang tampak tenang menghadapi wanita tua yang sedang marah-marah. Senyumnya menunjukkan bahwa Mas Ravi tidak ikut tersulut emosinya meski suara perempuan itu didengar oleh orang di sekitarnya.
Setibanya di sana, aku mendengarkan apa yang sebenarnya terjadi. Tanpa ikut berbicara, aku mencoba memahami sebab kemarahan ibu itu. Ternyata, ibu itu baru saja kehilangan salah satu barang dagangannya, lalu menuduh Mas Ravi yang mengambilnya. Entah bagaimana ia bisa berpikir demikian, Mas Ravi tetap bersikap tenang menjelaskan bahwa ia tidak tahu kemana barang dagangan itu bisa hilang. Mas Ravi sampai bersumpah kalau ia tidak mengambil barang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sakit, Senyum dan Syukur
LosoweJiwa yang hebat itu adalah mereka, Menjalani hidupnya dengan penuhu rasa, Darinya, kutemukan banyak makna, Menjadikan hidup jauh lebih berwarna. Lentera itu ada dalam setiap cerita mereka, Memberi cahaya dalam hidup yang kadang gulita, Memberi pelaj...