Ke-08 | Tempe Busuk di Hari Raya

2 0 0
                                    

Cerita ketiga: Mesyukuri segalanya, mengikhlaskan semuanya, menjalani susah dan sakitnya, hingga berujung pada harsa yang selalu menjadi do'a. 

Seringkali, aku melihat kebahagiaan orang lain tanpa pernah memikirkan perjuangan dan kesulitan yang telah mereka lalui. Aku selalu merasa iri pada kebahagiaan yang nampaknya mereka miliki, lalu mempertanyakan keadilan Tuhan atas segala yang terjadi dalam hidupku. Setiap kali melihat senyum bahagia yang mereka tunjukkan, aku merasa bahwa takdir baik bukan milikku. Aku seringkali merenungkan nasib "Mengapa takdir ini yang harus ku miliki"- Kataku dengan penuh rasa kecewa.

Rasanya, yang ada dalam hidupku hanyalah rasa sakit, rasa kecewa, dan ketidakadilan. Ketika aku menghadapi kesulitan, aku sering merasa bahwa aku adalah korban dari ketidakadilan hidup. 

Hingga pada hari itu, cara pandangku terhadap semuanya berubah. Aku menyadari bahwa kebahagiaan orang lain adalah hasil dari perjalanan yang mungkin juga penuh dengan kesulitan. Aku mulai melihat semua kebaikan Tuhan dengan rasa syukur yang tulus, mengikhlaskan setiap kecewa yang pernah kurasakan, dan menemukan kebahagiaan dalam setiap momen kecil yang ada dalam hidupku. 

Aku menyadari bahwa selama ini aku terlalu sibuk meratapi nasib tanpa pernah berusaha sekeras mungkin. Aku terlalu sering lupa untuk mensyukuri nikmat yang telah Tuhan berikan. Aku hanya fokus pada kekurangan, pada hal-hal yang tidak aku miliki, dan lupa bahwa aku sebenarnya telah diberkahi dengan banyak hal.

Aku lupa bahwa setiap orang memiliki cerita mereka sendiri. Aku lupa kalau mungkin saja di balik senyuman mereka, ada air mata yang telah banyak tertumpah, ada kegagalan yang telah berkali-kali mereka alami, ada banyak kecewa yang telah banyak mereka terima, ada sakit yang berulangkali harus mereka sembuhkan, atau bahkan ada yang harus hilang dari mereka. Aku lupa bahwa hidup bukan hanya tentang menerima, tetapi juga tentang berjuang. Aku sadar, aku tidak pernah melihat dari sisi itu. Aku hanya melihat hasil akhir, tanpa pernah memikirkan bagaimana sulitnya perjalanan yang telah mereka tempuh. 

Bermula dari cerita yang kudegar dari seorang wanita yang usianya 4 tahun lebih tua dariku. Namanya Lesya, pertama kali aku mengenalnya, aku memanggilnya dengan panggilan Kak Sya, tapi ia menolak panggilan itu. Ia memintaku agar aku memanggil namanya saja, tanpa embel-embel 'Kak' didepannya. Katanya, biar tidak kelihatan tuanya, hahahhaha

Lesya adalah pemilik toko elektronik terbesar di pasar itu. Tokonya, terletak tepat disebelah toko tempatku bekerja. Bu Tari bilang, toko itu juga mempunyai satu cabang yang terletak di tempat lain. Setiap hari, aku tidak pernah melihat tokonya sepi pengunjung. Ia punya beberapa karyawan yang membantu di tokonya.

Setiap pagi, ia datang dengan menggunakan mobil yang menurutku cukup mewah. Namun demikian, dengan apa yang ia punya, ia bukanlah orang yang sombong. Keramahan dan kesederhanaannya sangat tergambar dengan jelas pada dirinya. Penampilannya sangat sederhana. Bahkan orang mungkin mengira ia adalah pegawai di toko itu, bukan pemiliknya. Bu Tari pun seringkali bercerita tentangnya, dan semua yang Bu Tari ceritakan, adalah tentang kebaikannya pada Bu Tari. Kebaikan dan keramahannya juga terlihat dari caranya berbicara dengan semua orang. Terlihat lembut, sopan, dan menghargai siapapun yang berbicara dengannya.

Kalau ada waktu senggang, Lesya seringkali singgah di toko Bu Tari. Ia akan mengajakku dan Bu Tari mengobrol, bertukar cerita, bercanda dan bahkan tidak jarang ia membawakan makanan mahal (menurutku) untuk kami.Setiap kali Lesya datang, dia membawa cerita-cerita baru. Ia sering bercerita tentang keluarganya, bisnisnya, dan berbagai hal lain yang sering diwarnai dengan canda tawa.

Ia juga menjadi pendengar yang baik. Ketika Bu Tari bercerita tentang hari-harinya atau masalah yang dihadapinya, Lesya selalu mendengarkan dengan penuh perhatian. Ia memberikan saran yang bijak dan kadang hanya memberikan telinga yang siap mendengarkan. Aku pun merasakan hal yang sama. Ketika aku merasa perlu berbagi cerita atau sekadar curhat, Lesya dengan senang hari akan mendengarkan. Sikapnya itu, membuatku merasa sangat dihargai.

Sakit, Senyum dan SyukurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang