Kisah Kesembilan : Vila dan Rencana Arsena

115 21 0
                                    

Acara berlibur di vila ternyata cukup menyenangkan. Well, jika dirasa-rasa.

Teman-teman Arsena tidak pernah canggung dalam berinteraksi, justru mereka selalu berinisiatif membuka obrolan menarik yang memungkinkanku turut mengikuti arah pembicaraan.

Malam pertama rencananya dihabiskan untuk bermain kartu. Kak Deon sudah menyiapkan uno card dan cemilan lainnya sebagai bekal tempur semalaman. Posisi duduk kami melingkari meja kaca di ruang tengah, kecuali awan.

Dia hanya mau bermain monopoli lantaran merasa kemampuannya bermain uno sangat memprihatinkan. Pernyataan tersebut sudah dikonfirmasi oleh anggota band lain. Aku tidak berkomentar banyak, namun tertawa geli saat Awan kepalang frustrasi melihat kartu berwarna-warni itu.

Sewaktu di pertengahan permainan, Awan yang sedaritadi memperhatikan mulai angkat bicara. "Gue penasaran sama suara Kak Raya," ujar Awan dari arah sofa. Aku seketika menoleh, begitupula tiga orang lainnya.

"Mendadak banget kayak tahu bulat. Kesambet apaan lu, cil?" Perkataan Galuh barusan benar-benar mewakiliku. Aku menunggu jawaban dari Awan sambil sesekali mengecek kartu di tangan.

"Suara Sena tuh keren, pasti abangnya juga punya suara yang sama!"

"Suaranya Mas Raya cocok buat lagu yang nge-rock atau galau. Lo emang harus dengerin," sambar Arsena menggebu-gebu. Selepas meluncurkan kalimat tak bertanggung jawab itu, aku menggeplak belakang kepalanya.

"Sembarangan. Mas belum pernah nyanyi." Mataku lalu beralih ke Awan yang kelihatan terkejut. Entah karena penyangkalanku tadi atau tergeplaknya kepala Arsena. Jelasnya, mata anak itu membelalak.

"Wow! Pertama kali gue liat seorang Arsena menciut." Awan menginformasikan alasan dari rasa keterkejutannya.

"Biasanya gimana?" Aku begitu penasaran bagaimana kembaranku ini berinteraksi. Tiap kali di rumah, dia tak pernah absen untuk mengangguku.

Aku lalu meletakkan kartu berwarna biru di tengah. "Uno card!"

"Anjir jago juga mainnya, Kak Raya." Galuh menggerutu setelah menyadari kartunya masih tersisa banyak. "Kak Raya kalau mau tau Arsena, dia tuh galak banget kayak kucing garong. Paling disiplin, paling anteng juga meski kadang suka bertingkah bareng Kak Deon," lanjutnya tanpa dosa.

"Gue diem aja loh!" Deon menyuarakan protesnya. Sejak tadi dia sibuk mengunyah jajanan dan hanya menyimak obrolan. Ia tidak pernah menyinggung siapapun.

Aku sekonyong-konyong tergelak. "Beda banget sama di rumah. Dia gak ada antengnya kecuali ngobrol sama kucing." Mataku melirik ke arah Arsena yang mukanya berubah masam. Lucu sekali.

"Tapi dia baik Kak," Awan menambahkan. Anggukan kepalaku menyetujui kalimatnya barusan. Arsena memang anak baik. Dia tidak pernah menyerah pada sesuatu, termasuk pada kembarannya sendiri.

"Dan pantang menyerah juga," imbuhku kali terakhir.

"Muka Arsena merah woi!" Galuh menuding wajah Arsena yang semerah tomat semenjak pujian mengenainya terlontar.

"HAHAHAHAHAHAHA ANJIR MALU DIA."

Arsena mengusap wajahnya kasar. Tapi bukannya malah membaik, melainkan kian memerah. "DIEM, AH!" serunya penuh rasa kefrustrasian.

XXX

Tiga hari berlalu sangat cepat sebab kawan-kawan dari Freeze—nama band Arsena—sungguh menyenangkan. Sebelum pulang, Kak Deon mengajak kami berkemah di halaman dan membuat api unggun. Aku turut menyumbangkan nyanyian di sela-sela kegembiraan yang tercipta.

Hawa dingin tak sekalipun menyurutkan semangat kami dalam menciptakan petikan melodi apik. Freeze sangatlah pantas menyandang gelar sebagai band yang menjanjikan. Mereka semua sama-sama berdedikasi dalam dunia musik di samping talenta yang dimiliki.

Semua Untuk Raya (BEOMGYU FIC) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang