Chapter 15: Vintage Resto

97 5 0
                                    


Aku menghempaskan tubuhku di atas tempat tidur. Hari ini melelahkan sekali. Setidaknya aku bisa beristirahat karena UTS telah selesai. Tiba-tiba HPku berbunyi nyaring. Aku mengangkat telepon tanpa membaca tulisan pada layarnya.
"Halo..."
"Halo."
Mmm, siapa ini?
"Kamu sibuk gak hari ini?" tanya suara di seberang.
"Hei, ini siapa?"
"Aaron"
Rasanya mataku ingin meloncat keluar saking kagetnga. Aaron? Ia meneleponku? Apa yang ia inginkan dariku sebenarnya?
"Sorry aku sibuk hari ini," jawabku sekenanya seraya meletakkan HP di meja belajar tanpa mematikan sambungan telepon. "Telepon lagi kalau aku sudah selesai dengan urusanku."
"Tapi aku udah di depan rumahmu."
What? Hello, what did he said? Dia gila. Aku langsung melongok jendela kamar dan melihat seorang lelaki yang cukup tampan-- oke sebenarnya tidak, sedang meletakkan HPnya di telinga.
"See?" tanyanya.
"Oh my God, what are you doing in there? Apa maumu?" tanyaku to the point.
"Kamu lapar gak?" tanya Aaron
"No way," jawabku lantang. "Kalau kamu mau ngajak aku ke restoran, kamu bisa kan ajak pacarmu?"
"Aku gak punya pacar," jawab Aaron.
"Oke, itu nasibmu. Tapi aku udah punya pacar. Sorry. Aku gak mau dia cemburu," kataku.
"Siapa? Oh, Fathur. Dia sepupuku."
Aku membelalak dan segera memutuskan sambungan telepon.

Aku memeluk badan kurus Aaron sekuat mungkin. Dia sudah gila. Ia membawa seorang putri dengan motor berkecepatan tinggi. Ia membawaku ke sebuah restoran yang tidak sempat kubaca namanya. Sesampainya di tempat parkir, aku langsung turun dan berjalan menuju pintu restoran sedangkan Aaron mengikutiku dari belakang.
"Kenapa kamu milih duduk di sini?" tanya Aaron seraya mengikutiku duduk.
"Ada yang salah?" kataku balik bertanya.
"Kupikir harusnya aku yang memilih kita harus berada di meja mana," jawab Aaron. "Aku sengaja memilih restoran mahal yang memiliki view bagus."
"Ayolah, aku hanya ingin mendengarkan ceritamu dan segera pulang," kataku. "Oke, akan kuturuti kemauanmu." Aku mengikuti Aaron yang berjalan menuju eskalator dan eskalator itu berjalan menuju lantai dua.
Ia berbincang sebentar dengan seorang resepsionis yang berada di tengah ruangan. Aku menunggunya sebentar seraya melihat-melihat ruangan itu dan menelitinya. Ruangan ini bergaya vintage. Dindingnya dicat menyerupai kayu dan ditempel dengan wallpaper bunga. Setiap meja yang berada tepat di sebelah dinding, ada sebuah jendela kecil yang dihias dengan bunga sulur. Bagus juga restoran ini.
"Hey, kenapa diam saja?" tanya Aaron mengagetkanku kemudian ia menarik tanganku ke sebuah pintu dengan tulisan 'VIP' di atasnya.
"Wellcome to my paradise, Princess." Aaron membuka pintu tersebut.
Aku benar-benar serasa di surga. Ruangan itu jauh lebih indah dari ruangan tadi. Aku langsung masuk dan melihat-lihat. Secara detail, ruangan ini hanya memiliki satu meja dan dua kursi makan. Di tengah meja ada sebuah vas bunga yang cantik. Ruangan ini tidak memiliki dinding. Dindingnya digantikan oleh kaca yang menampakkan pemandangan yang sangat indah. Aku bisa melihat sebuah gunung yang menjulang, birunya langit, dan yang lebih indah lagi, aku bisa melihat kebun bunga yang berwarna-warni, seperti di Keukenhof, Belanda. Aku berjalan mendekati dinding kaca dan kagetnya lagi, aku baru menyadari bahwa lantainya pun juga terbuat dari kaca. Ini gila. Aku bisa melihat kebun bunga itu dari atas sini.
"Bagus kan?" tanya Aaron mengagetkanku. Ia merangkul pinggangku perlahan tanpa kusadari.
"You know, it's so crazyyyy!!!!" teriakku.
"Hey, jangan teriak kalo kamu gak mau semua yang di sini pecah," kata Aaron mencubit pipi kiriku sekilas.
"Hey, apa yang kau lakukan padaku?" tanyaku menyingkirkan tangannya yang melingkari pinggangku. "Kamu inget alasanku ke sini?"
"Okay, ayo duduk." Aaron mengajakku untuk duduk. Aku duduk di salah satu kursi dan ia mengikutiku duduk.

Aku membolak-balik menu yang sudah terpampang di depan mataku. Aku memilih untuk membeli steak cordon bleu karena akhir-akhir ini aku ingin makan steak. Aku juga memesan choco milktea bubble untuk minum.
"Sepertinya kita harus memulainya dari awal," gumam Aaron.
Tiba-tiba Aaron menggenggam tangan kananku yang sedang membalik menu. Aku langsung merasakan kehangatan yang menjalar dalam diriku. Aku tak melepaskan genggaman itu. Aku seperti mengenal tangan dan genggaman ini.
"Aaron," kata lelaki yang duduk di depanku seraya tersenyum.
Klik. Kepingan-kepingan memori yang tersimpan dalam otakku terbuka kembali. Aku ingat. Aku ingat dia sekarang. Ia adalah...
"Kamu yang pernah kenalan sama aku waktu belum masuk sekolah?" tanyaku ragu.
Ia mengangguk seraya menunjukkan senyum terbaiknya padaku. "Gimana kabarmu sekarang?" tanyanya seraya melepas genggamannya sebelum menarik tangannya.
"Apa yang kau bicarakan?" tanyaku aneh.
"Sebenernya itu yang pengen aku bicarain sama kamu dari dulu. Waktu ketemu di depan koperasi. Tapi kamu malah berlagak gak kenal. Itu membuatku sedikit...sedih." Ia memalingkan wajahnya dariku.
Aku jadi sedikit bingung. "Kamu ngerasa terlupakan?"
Ia mengangguk. "Aku inget kamu tapi kamu sama sekali lupa sama aku. Siapa yang gak sedih kalo diperlakukan kaya' gitu?"
"I'm so sorry." Hanya itu yang bisa kukatakan untuk saat ini. Aku terlalu bingung.
Seorang bartender datang dan membawakan pesanan kami berdua. Kami langsung terdiam dan makan dengan lahapnya. Setelah makan, kami berencana akan berjalan-jalan ke kebun bunga di restoran ini.

Aku berjalan meniti jalanan kecil dengan merentangkan kedua tangan agar tidak jatuh. Aku menghirup oksigen dari tempat ini. Udara di sini sangat segar.
"Aaron, fotoin aku dong!"
Aaron yang masih sibuk memotret bunga-bunga dengan kamera DSLRnya langsung mendongak dan memotretku yang sudah berpose. Ia mengambil gambarku beberapa kali sebelum aku melanjutkan perjalanan.
"Hey," sapaku.
Aaron melihat ke arahku dengan tatapan bertanya.
"Kenapa kamu lebih suka motoin daripada difoto?" tanyaku.
"Aku suka keindahan dalam foto," jawabnya singkat. "Kamu mau lihat hasil-hasil fotoku?"
Aku mengangguk dan ia pun memberikan DSLRnya padaku. Ternyata ia juga memotetku ketika sedang meniti jalanan, mencium bunga, atau bahkan ketika mengajaknya untuk berjalan lebih jauh lagi. Rasanya senang sekali ketika melihat foto-fotoku candidku, hasilnya juga bagus.
"Aku pengen jadi fotografer kelas dunia," gumam Aaron.
"Wah, itu bagus. Foto-fotomu bagus-bagus, aku suka semuanya," pujiku seraya mengembalikan DSLRnya.
"Hey!" panggilnya. "Kamu mau gak jadi model dalam foto-fotoku?"
========================
Haiii, udah lama ya aku gak posting. BTW sesuai yang pernah aku omongin kemarin. Aku hampir melupakan Wattpad lebih tepatnya, I'm so sorry. BTW thanks ya buat yang udah baca dan setia nungguin update'an. Aku usahain untuk tetep nulis okay.
Umm kalo kalian belum tau tentang Keukenhof di Belanda, aku kasih tau dikit ya. Itu tuh kebun bunga di Belanda yang bagus banget. Keukenhof itu dalam bahasa Belanda artinya kebun dapur. Ini tuh kebun bunga terbesar di dunia. Wow, gila keren banget kan. Kalo kalian mau menikmati indahnya kebun itu, kalian bisa dateng ke sana pada minggu terakhir bulan Maret sampai pertengahan bulan Mei. Kebun ini cuma dibuka di waktu itu, jadi sama aja cuma dibuka setahun sekali. Jadi jangan sampe terlambat yaa. Kalian tahu kan kalo Belanda itu punya bunga khas, yaitu bunga tulip. Kalo mau liat tulip di sana, paling bagus kalo liat di pertengahan April. Tapi semua itu ya tetep tergantung cuaca. Kalo mau tau tentang Keukenhof, search aja di Google.
Oya, foto yang kushare itu anggep aja salah satu foto yang diambil Aaron waktu Mia lagi meniti jalanan ya.
Okay, segini dulu ya. Jangan lupa vomment yang banyak, okay. Wattpadku sepi banget gak ada yang comment-comment.

Love,
Aulia Herdhyanti

Only YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang