Chapter 1: Perkenalan Singkat

824 18 0
                                    

Aku bersiap-siap untuk pergi ke sekolah baruku hari ini. Yap, aku baru saja lulus dan sudah diterima di SMA yang alhamdulillah menjadi salah satu SMA favorit di kotaku. Ya walaupun bukan sekolah yang paling diunggulkan, tapi aku sudah bersyukur bisa bersekolah di sana. Aku memakai seragam lama (seragam SMP) dan menyisir rambutku yang sudah agak panjang. Setelah itu aku keluar dengan membawa tas yang sudah berisi dengan kertas pendaftaran yang sudah satu bendel dengan kertas yang berisi persetujuan bahwa aku akan membeli kain seragam di sekolah baruku.

"Ma, ayo berangkat!" kataku seraya memakai sepatu.

"Bentar to, kan masih jam segini." seru mama yang sepertinya sedang memasak.

"Nanti selak rame lho." kataku yang sudah selesai memakai sepatu dan mengambil remot, menonton TV.

"Yuk!" ajak mama yang sudah selesai memakai jaket yang suka sekali ia pakai jika ia akan berpergian dengan motor.

Dan memang benar, kami memang akan pergi dengan motor.

Sesampainya di sekolah, kami tentu saja langsung masuk ke sekolah. Dan memang benar, suasananya sudah sangat ramai. Yah, antre deh. Bete. Tempat penerimaan kain seragam di koperasi dan koperasi itu bersebelahan dengan aula.

"Tak tungguin di sini ya!" Mama duduk di bawah payung-payungan yang berada di depan aula.

Yah, aku sendirian dan teman se-SMPku belum ada yang datang. Aku langsung mengirimkan SMS untuk beberapa teman SMPku agar aku tidak sendirian di sini. Banyam murid yang tidak aku kenal dan aku pun malas berkenalan dengan mereka. Aku memang orang yang gengsi.

Ente dimana? Ane udah nungguin ambil seragam nih, antrenya panjang bett.

Begitulah SMSku pada salah satu teman SMPku. Untuk catatan saja, ente artinya kamu sedangkan ane artinya aku. Aku kurang tau itu bahasa apa, karena salah satu temanku yang seorang gamer suka berbicara seperti itu denganku diSMS.

Nah, akhirnya antreannya maju juga. Tapi jangankan sudah mengambil seragam, masuk koperasi saja belum. Hadeh, terpuruknya diriku. Asal kalian tahu saja, aku paling malas juga sudah menunggu seperti ini, sangat menyebalkan. Dan aku pun mengirimi beberapa SMS kepada teman SMPku lagi. Karena tidak segera dibalas, akhirnya aku hanyut dalam khayalanku. Maklum, aku suka beerkhayal jika sudah diam begini.

Akhirnya aku sampai juga di koperasi. Huh, panas sekali! Ruangan ini tidak ada AC-nya. Pantas saja panas sekali. Banyak anak yang berdesak-desakan. Malahan ada anak yang mendorongku. Argh, kenapa harus ada acara dorong-dorongan sih? Itu semua membuat suasana hatiku semakin buruk. Beberapa menit kemudian, akhirnya aku berhasil duduk tenang dan siap membayar dan menerima kwitansi pembayaran kain seragam. Akhirnya! Petugas berkerudung itu (yang sepertinya sudah tua) sedang menulis kwitansi pembayaran. Setelah menyerahkan kwitansi tersebut, ia menyerahkan kembalian karena uang pembayaran yang kuberikan padanya terlalu banyak. Oke, saatnya kembali.

"Oy, Alfa!" panggilku pada teman SMPku yang tertangkap basah sedang mengantre di barisan anak yang menginginkan kain seragam tambahan.

Alfa mencari sumber suara dan akhirnya dia menemukan aku.

"Kamu ngapain beli tambahan seragam?" tanyaku.

"Gak papa, aku mau lengan panjang," jawabnya.

Setelah ber-oh ria, aku langsung pergi meninggalkan kerumunan murid yang semakin siang semakin banyak saja. Aku menengok jam tangan digital kesayanganku. Sudah jam 10.00. Jadi aku mengantre selama satu jam. Oke, itu sama sekali tidak berkelas. Seharusnya pihak sekolah menambahkan loket-loket penerimaan kain seragam lebih banyak. Sudah tau yang akan sekolah di sini itu 300 lebih (bahkan 400 lebih kalau tidak salah), masa' loket penerimaan seragamnya cuma 2-3 saja? Ah, dasar pelit.

Aku kembali ke tempat payung-payungan tempat mama menungguku. Aku melihat ia sedang mengobrol dengan seorang ibu. Di sebelah ibu tersebut, aku bisa melihat seorang anak laki-laki yang memakai seragam pramuka. Oh ya, ini kan hari Jum'at. Tapi kenapa aku memakai baju OSIS? Ah, ya sudahlah. Toh, aku memakai seragam agar terlihat resmi. Aku mendekati mama yang masih terus saja mengobrol dengan ibu-ibu berkerudung itu. Nampaknya ia tidak melihatku. Ya sudahlah. Aku memperhatikan anak laki-laki yang berdiri di depanku. Ia berkulit gelap, bertampang aneh, jelek. Tapi sayangnya ia lebih tinggi dariku. Lebih menyedihkannya lagi ia jauh lebih kurus dariku.

"Ini anak saya."

Akhirnya mama tahu kalau dari tadi aku sudah menunggunya untuk mengetahui keberadaanku.

"Eh, kenalan dulu to!"

"Iya, ayo kenalan!"

What? Kenalan? Kenalan sama siapa? Oh aku tahu, kenalan sama lelaki itu maksudnya. Aku sedikit gugup, dan bingung sebenarnya. Tapi anak itu sudah menjulurkan tangannya untukku. Akhirnya aku menjulurkan tanganku dan memegang telapak tangannya, menyalaminya maksudku.

"Aaron," katanya memberitahu namanya padaku. Singkat, padat, jelas, tanpa basa-basi.

Ia tidak menunjukkan ekspresi apapun.

"Mia," kataku sedikit gugup. Maklum, belum siap berkenalan dengan seorang lawan jenis.

"Eh tadi siapa namamu?" tanyaku.

Aku bingung, sebenarnya telingaku bermasalah atau dia yang tidak memiliki suara yang keras?

"Aaron," jawabnya.

"Hah, siapa?" tanyaku lagi.

Ini memalukan.

Ia mendekat dan, "Aaron."

Oke, aku sudah tau namanya. Kenapa cowoknya gak ganteng sih, pikirku kesal. Maklum, aku pecinta lelaki tampan.

Akhirnya setelah perkenalan singkat (amat singkat maksudku), aku dan mama akhirnya pulang. Sebelum pulang, kami mampir ke tempat jahit untuk mengukur ukuranku dan menyerahkan kain seragamku yang baru.

Sesampainya di rumah, aku langsung mengirim BBM singkat pada salah satu teman SMPku yang bernama Rani. Aku bercerita bahwa tadi aku dikenalkan pada seseorang yang bernama Aaron.

Ciye, belum sekolah udah dapet jodoh.

Sial kau, kataku dalam hati seraya membanting BB yang sebenarnya punya mama. 

Keesokan harinya, papa datang mengunjungi kami. Ya, papa memang bekerja di luar kota, bahkan di luar pulau. Ia hanya pulang dua minggu sekali. Walaupun begitu, aku masih bersyukur bisa malam Minggu'an dengan keluargaku.

Malam ini, kami akan berjalan-jalan di Citra Land, salah satu mall di kota kami. Ya sudah biasa sih jalan-jalan di Citra Land, tapi kami hanya bisa menikmati itu dua minggu sekali! Di perjalanan, mama bercerita bahwa ia berkenalan dengan ibu-ibu di sekolah baruku yang juga bekerja di tempat yang sama dengan papa (tapi di cabang yang berbeda). Dan ternyata papa juga bertemu dan berkenalan dengan suami ibu-ibu yang tadi berkenalan dengan mama. Mereka bertemu di Medan, tempat dinas mereka. Itu berarti papa berkenalan dengan papanya Aaron. Apa yang terjadi? Timingnya terlalu pas dan tidak pantas untuk dikatakan sebagai kebetulan semata. Atau mungkin ini memang hanya kebetulan semata.

==============================

Hahayyy, gimana nih chapter pertamanya? Jelek ya? u,u . Gomenasai, kan sudah kubilang aku belum berpengalaman. Tapi semoga kalian suka yaaa. Ini kan baru chapter pertama. Need comment, kritik & saran, please! Biar aku bisa memperbaiki tulisanku jadi lebih baik lagi. Oke, thank you, Readers :)

Regrads

Aulia . H

Only YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang