Chapter 5. Hanya seorang Perempuan

2 1 0
                                    

"Ah, panas." Ringis Wisya

Ringgisan Wisya disusul bunyi nyaring dari nampan besi yang memuat sebuah roti panas yang baru saja di keluarkan dari oven.

Kegaduhan dan ringisan Wisya membuat dua pria muda yang sedang berkutat dengan adonan basah sontak berlari ke arah sumber suara. Mereka berdua dibuat panik ketika melihat Wisya yang sedang kesakitan seraya mengibaskan tangannya karena kepanasan. Jeriko dan Lino dengan cepat mengambil sepotong kain lalu membasahi kain itu dengan air dan berlomba untuk meredakan kesakitan yang menimpa Wisya. Namun sayang Jeriko kalah cepat dengan Lino yang sudah membalut tangan vania dengan kain lembab, melihat itu, Jeriko menyimpan kain yang sudah dibasahi dengan air lalu tersenyum kecut dan mendekati sahabat-sahabatnya lalu memastikan apakah Wisya masih kesakitan ataukah sudah baik-baik saja.

"apakah masih terasa panas?" tanya Jeriko.

"Sudah agak baik karena kain lembab ini," jawab Wisya.

Wisya menggaruk kepala yang langsung di hentikan oleh Lino, lalu berceloteh kesal, "Tapi pasti nanti akan ada bekas lepuhannya. Aku tidak suka,"

"Cukup tanganmu saja yang sakit, jangan buat rambut mu rontok. Kamu akan terlihat jelek jika tidak ada rambut," tegur Lino.

Sekali lagi Jeriko tersenyum kecut melihat interaksi dua manusia di hadapannya ini. Jeriko memilih mencari minyak goreng yang entah di mana keberadaannya.



"Ketemu," gumamnya.

Jeriko akhirnya menemukan minyak goreng lalu bergegas mengambil minyak goreng itu dan mendekati dua manusia yang entah sedang membicarakan apa.

"Kemarikan tanganmu," perintah Jeriko pada Wisya.Wisya menyodorkan tangannya namun kemudian meringis kecil ketika tangganya di pukul pelan oleh Jeriko.

"Ah, kenapa di pukul sih. Katanya butuh tanganku," celoteh Wisya kesal."Bukan yang ini, yang sebelahnya." Terang Jeriko.Wisya membuka balutan kain lembab yang membalut tangannya lalu menyodorkannya pada Jeriko. Dengan telaten dan pelan, Jeriko mengoleskan minyak goreng yang diambilnya tadi lalu sesekali meniupnya pelan.

"Selesai," ujar Jeriko lalu tersenyum lembut menatap Wisya."Ini tidak akan menimbulkan bekas lepuhan," sambungnya.

Wisya dan Lino yang sedari tadi terlihat kebingungan dengan tindakan Jeriko lalu mengangguk paham ketika mendengar penjelasan Jeriko. Dengan segera mereka merapikan dapur yang berantakan, Wisya di paksa Jeriko dan Lino untuk duduk saja meskipun dia sudah bersih keras bahwa tangannya sudah baik-baik saja, namun mereka tetap menyuruhnya duduk dan melihat mereka bekerja.



---

"Apakah kak Nia pacarnya ka Jeri?" tanya Lili.Wanita paruh baya yang duduk di sebelah Lili sontak menegur, "Lili, tidak sopan bertanya seperti itu."

Vania yang tengah mengunyah makanannya tersenyum dan langsung membantah, "Bukan, kakak hanya temannya saja."

Lili meletakkan sendoknya lalu menatap penuh curiga ke arah Vania, lalu berujar, "Ka Nia beruntung. Aku beri saran, jangan sampai suka apalagi pacaran sama kak Jeri dia itu nakal dan jarang berdoa juga."

Vania dan ibunya tertawa kecil mendengar saran yang diberikan oleh Lili.Vania yang tengah tertawa kecil memandang Lili lalu berkata, "Terima kasih sarannya, aku akan selalu ingat saran ini. Sekarang, lanjutkan makanmu."

Vania tersenyum halus melihat pemandangan di meja makan yang terlihat hangat ini, meskipun mereka hanya bertiga dengan dia sebagai orang asing namun suasana makan malam seperti ini tidak pernah Vania rasakan ketika bersama ayahnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 30 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Eternal Love Beyond the Pages of the PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang