𓄹 ۪ ∿ ˟ 𓄹 ۪ ∿ ˟ 𓄹 ۪ ∿ ˟
"Kata lo tadi nemu surat pendek kaya Bang Taufan sama kompor gas?" tanya Solar kepada Duri yang sedang duduk di kasur yang berada di sebelah kasur miliknya.
Duri mengangguk. Dia merogoh sakunya, dan memberikan sebuah kertas kumuh kepada Solar yang ia temukan di wastafel kamar mandi rumah mereka.
Solar menerima kertas tersebut. Tak ada yang berbeda dengan surat pendek yang diterima oleh dua kakaknya, Taufan dan Blaze.
"Duri nemuin kertas itu pas mau cuci muka di wastafel," jelas Duri. Bisa dilihat dari raut wajahnya bahwa Duri merasa takut. "Bagaimana kalau besok Duri kenapa-napa..."
Wajah Solar langsung berubah drastis saat Duri selesai berucap. "Masih ada gw. Gw bakalan selalu lindungin lo," ucapnya. Senyum kecil terpampang jelas di wajahnya.
"Janji?" tanya Duri. Bisa dilihat dari mata coklatnya, dirinya sangat senang. Ini kali pertama Duri mendapatkan 'janji' dari adiknya.
Senang? Tentu saja.
Solar mengangguk. Ada yang janggal baginya saat melihat Duri saat ini. Tapi dirinya tak tahu apa yang janggal sekarang. Setelah beberapa menit memperhatikan serta berbincang-bincang dengan kembarannya ini, Solar menyadari hal janggal tersebut.
Duri seharusnya memakai celana pendek selutut sama dengannya. Tadi Solar ingat sekali sebelum pergi ke kamar mandi Duri tak memakai atau membawa celana training.
"Thornie?" panggil Solar.
Yang mempunyai nama langsung menoleh, bertanya ada apa. Sedangkan Solar diam sejenak, menatap ke lawan bicaranya. Dirinya menimang-nimang ingin menanyakan yang ada di pikirannya atau tidak.
"Lo tadi bukannya pake celana pendek kaya gw?" tanya Solar setelah ruangan lengang satu menit. Kali ini, Duri yang terdiam.
"Tadi celana Duri basah, jadi Duri ganti."
"Tapi gue nggak ada liat lo ada bawa celana cadangan ke kamar mandi tadi."
"..."
Suasana kembali sunyi. Solar berusaha untuk mendapatkan penjelasan dari kakaknya, sedangkan sang kakak kembarannya tak bisa menjawab pertanyaannya.
Bagaimana tidak curiga?
"...Ya udah, lupain aja." Solar membaringkan tubuhnya di kasur. Malam semakin larut, dan matanya ingin beristirahat dengan segera.
Duri ikut membaringkan tubuhnya di kasur. Tak hanya matanya yang ingin beristirahat, tapi tubuh dan otaknya juga ingin beristirahat dan masuk ke alam mimpi dengan segera.
𓄹 ۪ ∿ ˟ 𓄹 ۪ ∿ ˟ 𓄹 ۪ ∿ ˟
Sebuah mobil berwarna hitam melesat cepat di tengah jalanan yang sepi. Seringai muncul di wajahnya saat seseorang yang ia telpon akhirnya mengangkat panggilan teleponnya.
"Apa sudah sampai kepada mereka?" tanyanya sembari terus mempercepat mobilnya tanpa takut akan terjadi tabrakan atau semacamnya.
"Baru tiga, mungkin segitu udah cukup buat bikin si sulung pergi ke tempat itu." Di satu sisi, seorang laki-laki bersiap-siap untuk tidur.
Dia menghentikan mobilnya di pinggir jalan, melihat satu pasangan suami-istri yang sedang sibuk membereskan dagangan mereka dan secepatnya pergi pulang.
"Kurang bagiku. Beri mereka terserah apapun, aku ingin si sulung datang ke tempat itu lebih cepat," ucapnya.
Dia membuka jendela mobil miliknya, membiarkan angin malam yang dingin menerpa wajah dan menerbangkan anak rambutnya.
Laki-laki itu menghela napas. "Bersabarlah. Semuanya butuh proses."
Orang itu mendengus. "Apa kau mulai berani melawan perintah? Tinggal jalankan tugasmu apa susahnya? Tak susah bagimu untuk membuat mereka semakin terdesak dan datang ke tempat itu, kan?"
Kesal, dia mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan yang membuat lawan bicaranya di seberang sana tak bisa berkutik.
Senyuman terlukis di bibir pink-nya. "Oh ya, bukankah dirimu sudah berjanji akan menuruti apapun permintaanku setelah tuan tiada?"
Hening. Tak ada yang berbicara lagi. Dia menahan dirinya agar tak tertawa saat mendengar napas dari remaja laki-laki tersebut.
Baginya lucu saat menggoda laki-laki itu. Emosinya mudah untuk dipermainkan, padahal wajah dan nada bicaranya tak mencerminkan seperti apa emosinya.
"Ya, tolong kerja samanya, Lixue Bay yang malang." Itulah akhir dari percakapan mereka setelah dia memutuskan panggilan telepon.
Orang itu membuka pintu mobilnya, berjalan ke luar. Dirinya menyandarkan tubuhnya ke sebuah tiang di pinggir jalan. Para pedagang yang membereskan dagangannya sudah pulang lima menit yang lalu.
Tatapannya melihat ke depan. Hamparan pepohonan tinggi yang terpampang jelas di depannya. Itu mengingatkan dirinya akan awal dari semua kejadian ini. Awal dari rasa balas dendam ini muncul.
"Keluarga Devandra, ya...?"
𓄹 ۪ ∿ ˟ 𓄹 ۪ ∿ ˟ 𓄹 ۪ ∿ ˟
﹙┈─ 𝟕 𝐏𝖾𝗋ꪑ𝗂𐓣𝗍αα𐓣 𝐌αα⨍﹚
𝟷𝟶 ─ nabell0v_ › ┈─ 🌱𓄹 ۪ ∿ ˟ 𓄹 ۪ ∿ ˟ 𓄹 ۪ ∿ ˟
beneran kena writer blocks, cuman 600 an doang. tapi gapapa.
vote dong kak, book doang dibaca tanda bintangnya kagak dipencet (๑•᎔ ก๑)
—na.
KAMU SEDANG MEMBACA
7 Permintaan Maaf :: [OG] - BBB
फैनफिक्शन𖥔 𖥔 ─Sebuah kesalahan yang ia perbuat beberapa tahun lalu yang dikira tidak akan berdampak besar pada kehidupannya ternyata berbanding terbalik dengan...