𝆹𝅥𝆺𝅥‌ ᳝ ֹ 🌱 ⊱ ִ 𝟏𝟐 ݊

523 87 15
                                    

𓄹 ۪ ∿ ˟ 𓄹 ۪ ∿ ˟ 𓄹 ۪ ∿ ˟

Sebuah mata yang mirip dengan mata Halilintar menatap ke dalam kamar dengan tajam. Taufan dan Gempa tentu saja bingung dan penasaran. Karena Taufan dan Gempa membelakangi jendela yang membuat keduanya tak menyadari hal tersebut.

"Lo liatin apaan, sih?" Taufan sekali lagi bertanya, tapi kali ini diikuti oleh kepalanya yang menoleh ke belakang.

Halilintar tak sempat menghentikan pergerakannya, walaupun sudah berusaha ia hentikan pun pasti Taufan akan kekeuh untuk mengecek ke belakangnya.

Tubuh Taufan seakan membeku setelah melihat apa yang ada di belakangnya. Bukan hanya mata yang Taufan lihat, muncul sebuah senyuman lebar yang menurut siapapun yang melihatnya sangat mengerikan. Terlebih ia melihatnya tepat di depannya dan hanya dihalangi sebuah jendela.

Mata tersebut melirik ke arah punggung Gempa yang masih membelakanginya. Gempa memang penasaran, tapi dirinya tak senekat kakaknya. Walaupun tak melihat langsung sosok tersebut, tapi buluk kuduknya tetap saja berdiri.

Kamar milik Halilintar lengang beberapa detik. Tubuh Halilintar dan Taufan seperti membeku, seakan tak bisa digerakkan. Sedangkan Gempa tak berani bertindak apa-apa.

"Halilintar Januarta Devandra. Sudah aku sampaikan lewat mimpimu beberapa hari yang lalu. Tapi kenapa kau masih belum datang?!" Suara berat nan serak berasal dari sosok yang hanya mempunyai mata dan mulut tersebut terdengar membentak.

Dalam hati, Gempa membaca ayat kursi untuk mengusir sosok tersebut.

"Kau, siapa kau?" Gempa tersentak saat sosok tersebut bertanya, Gempa yakin pertanyaan tersebut untuk dirinya. "Berhenti membaca itu!"

Gempa tak peduli, dirinya terus membaca ayat kursi berulang-ulang kali. Beruntungnya ayat kursi ini mempan untuk mengusir mahkluk tersebut.

Sudah empat kali Gempa membaca ayat kursi. Hampir belasan kali sosok tersebut mengancam Gempa dan menyuruh Gempa berhenti membaca ayat kursi.

Hey, apa ini?

Pandangan Gempa sekali lagi memudar. Halilintar melirik ke arah Gempa. Ada satu kejanggalan yang dirasakan Halilintar dan Gempa saat ini.

Yang Halilintar rasakan adalah Gempa sangat sensitif dengan sosok-sosok yang pernah menggangunya, seperti yang terjadi kali ini.

Gempa juga merasa demikian. Ingat di malam saat Gempa tak bisa tidur dan memutuskan untuk belajar? Dia setelah merasakan ada yang mengganggunya langsung pergi tidur. Ah, bukan tidur. Melainkan dirinya pingsan, tapi ia tak menyadari hal tersebut.

Ayolah, jangan pingsan lagi.

Gempa memejamkan matanya. Berharap kesadarannya tak hilang lagi seperti tadi siang. Hampir dua menit dirinya memejamkan mata, sampai sebuah tangan menyentuh pundaknya, dirinya jatuh pingsan.

𓄹 ۪ ∿ ˟ 𓄹 ۪ ∿ ˟ 𓄹 ۪ ∿ ˟

Alas Roban.

Siapa yang belum tahu Alas Roban? Alas Roban merupakan sebutan untuk tanjakan di wilayah Kabupaten Batang Jawa Tengah, yang menghubungkan Batang dengan Semarang. Wilayah Alas Roban terkenal angker bagi masyarakat.

Pasalnya, jalanan di wilayah ini cukup curam dengan pepohonan tinggi yang tumbuh di sekelilingnya.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Okezone, Alas Roban berasal dari kata 'alas' yang artinya hutan, dan rob yang berarti 'air naik'.

Julukan tersebut dicetuskan oleh masyarakat pesisiran merujuk pada Kampung Roban yang terletak di Kecamatan Subah, daerah pantai Laut Jawa.

Saat ini, di Alas Roban terdapat tiga jalur yang dapat dilewati yakni Jalan Poncowati (jalan lama), Jalan Lingkar Selatan, dan Jalan Pantura. Jalur utama biasanya dilewati truk gandeng dan bus, jalur selatan dilewati truk besar, sedangkan jalur utara dilewati kendaraan pribadi atau roda dua.

Alas Roban dianggap sebagai salah satu tempat paling angker di Jawa Tengah.

Faktor-faktor seperti kecelakaan yang sering terjadi di jalur ini dan kisah tentang Alas Roban menjadi tempat pembuangan mayat membuatnya menjadi surga bagi berbagai jenis hantu.

Tapi siapa sangka, tak jauh dari Alas Roban terdapat sebuah rumah yang sudah jarang ditempati oleh pemiliknya karena sang pemilik sudah meninggal sejak beberapa tahun yang lalu.

"Alas Roban?" tanya Taufan sembari menatap ke layar laptop milik Halilintar yang menampilkan sebuah jalan yang di sampingnya terdapat pepohonan tinggi.

Halilintar mengangguk. "Di deket Alas Roban ada satu rumah yang letaknya cukup jauh dari perkampungan lainnya. Entah kenapa nenek kita dulu buat rumah di sana."

Taufan melihat ke arah Gempa yang terbaring tak sadarkan diri di kasur kamar Halilintar. "Kita bakalan ke sana? Besok? Bertujuh?"

Sekali lagi Halilintar mengangguk. Tangan Halilintar memegang mouse, mencari-cari informasi tentang Alas Roban yang akan menjadi tujuan mereka besok pagi.

Sosok yang menganggu mereka memberikan mereka peringatan sekali lagi yang membuat Halilintar terpaksa membawa mereka ke rumah nenek mereka yang dudah tiada dua tahun lalu.

Sudah lama atau tak pernah lagi mereka berkunjung ke sana karena jalannya yang ekstrim.

"Gue nggak mau ke sana."

Mata Halilintar menatap Taufan yang barusan mengucapkan kalimat yang sudah ia duga akan keluar dari mulutnya. Tatapannya terlihat seperti meminta alasan kenapa Taufan tak ingin pergi ke sana.

"Lo nggak kasian sama mereka? Apa lagi adek kesayangan-"

"Taufan." Halilintar memotong ucapan Taufan. Untuk sekali lagi, Taufan mengatakan hal yang sama seperti beberapa menit yang lalu.

Taufan tertawa sejenak, kemudian dia bangkit dari duduknya. "Lebih baik gue mati di sini dari pada mati di rumah nenek yang letaknya di tengah-tengah pepohonan tinggi. Gue mau mayat gue ditemuin lebih cepet."

Ia berjalan ke arah pintu, hendak kembali ke kamarnya. Sedangkan Halilintar tak melarangnya, membiarkan sang adik pergi dari kamar. Toh, ini juga sudah malam, dan besok mereka harus segera pergi ke Alas Roban, apapun yang terjadi.

Halilintar menyandarkan punggungnya pada kursi. Menatap ke laptop. Apa mereka akan percaya dengan kejanggalan yang terjadi ini? Memercayai sosok yang asal-usulnya tak jelas.

Semua itu memenuhi otak Halilintar. Dia juga masih berusaha memahami perkataan Taufan. "Mati katanya?" gumamnya sembari berjalan ke arah kasur, hendak tidur di sebelah Gempa.

Tak butuh lima belas menit, Halilintar sudah terlelap menjelajah ke alam mimpi. Sebelum tidur, dirinya berharap tak akan memimpikan hal-hal aneh seperti beberapa hari yang lalu.

𓄹 ۪ ∿ ˟ 𓄹 ۪ ∿ ˟ 𓄹 ۪ ∿ ˟

﹙┈─ 𝟕 𝐏𝖾𝗋ꪑ𝗂𐓣𝗍αα𐓣 𝐌αα⨍﹚
𝟷𝟸 ─ nabell0v_ › ┈─ 🌱

𓄹 ۪ ∿ ˟ 𓄹 ۪ ∿ ˟ 𓄹 ۪ ∿ ˟

nah, ketemu lagi. bab ini cringe gila, soalnya ni otak udah mentok. btw, kalian ga ada curiga sama karakter selain duri gitu?? anak seimut duri dituduh 🥺🥺

tap tanda bintang dan follow-nya. biar ndoro semangat buat tamatin book ini. (udah sampe chap 20 sebenernya woy AHAHAHAH 🏃🏻‍♀️🏃🏻‍♀️).

-ndoro nabell.

7 Permintaan Maaf :: [OG] - BBBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang