Hari raya

909 54 2
                                    

Jangan lupa follow sebelum baca.

 

Happy reading

"Allah tau yang terbaik Zan. Dan tau kapan waktu yang tepat buat lo bisa genggam tangan orang yang udah di takdirin buat lo."

***

Disebuah lapangan yang begitu luas nampak seluruh santri pondok pesantren Azzidniyah tengah berkumpul mengelilingi setiap pinggiran lapangan. Pandangan mereka semua jatuh pada beberapa pasang santri yang tengah menjalani hukuman.

Termaksud Zizan yang juga hadir, tapi bukan untuk menjadi penonton melainkan menjadi salah satu peserta hukuman itu.

Ya peserta.
Seorang anak pemilik pesantren terlibat dalam masalah. Apalagi dengan seorang wanita. Berpacaran, saling surat menyurat, dan bertemu. Zizan rasa ia tidak pernah melakukan itu. Akan lebih baik mebaca novel selundupan dibanding harus terlibat dengan santriwati dengan jutaan tingkah itu.

Tangannya kini memegang kuat lori yang dinaiki seorang wanita yang di yakini menjadi pasangannya. Dengan sekuat tenaga dibawah teriknya sinar matahari Zizan mendorong lori itu hingga putaran terakhir.

Nafasanya terengah-engah dengan kringat yang terus berjatuhan di peluhnya. Semua orang telah pergi dari area lapangan termaksud santriwati yang menjadi pasangannya.

Iris matanya menangkap seseorang yang kini tengah berjalan ke arahnya. Dia orang yang telah membuatnya berada dalam posisi ini.

"Saya sudah bilang sama kamu. Jangan mencari  masalah dengan saya, sekarang lihat apa yang kamu dapat?" Ujar peria itu dengan angkuh.

"Saya mendapat kesempatan untuk mengajak wanita yang ustadz pacari itu keliling lapangan. Bukannya saya murid yang baik ustadz Hamdan? Mau bertanggung jawab atas dosa yang dilakukan ustadznya." Zizan menyeringai dengan tatapan yang tak putus dari Hamdan. Rahangnya menguat kala melihat tatapan angkuh Hamdan.

Buk  Buk  Buk

Dengan kepalan tangan yang kuat Zizan meninju Hamdan hingga peria itu tersungkur. Menurutnya itu balasan yang tepat bagi orang yang telah menfitnahnya atau seharusnya lebih dari   itu.

"Anda tidak cocok mendapat gelar Ustadz." Ucap Zizan dengan menggebu-gebu. Emosinya kini sudah terbakar ia sudah tidak memperdulikan hukuman apalagi yang nanti di dapatkannya karena telah menghajar bajingan dihadapannya ini dengan habis-habisan.

Santri dan beberapa ustadz mulai berkumpul ke tempat Zizan dan Hamdan berada.

"Istigfar Zizan. Ustadz Hamdan ini ustadz mu. Tidak seharusnya kamu berbuat seperti itu." Ucap salah satu ustadz yang mencoba menenangkan Zizan.

"Tidak apa-apa dia hanya salah faham dengan saya." Ucap Hamdan dengan tangan yang memegangi pipinya yang membiru akibat pukulan dari Zizan.

Tatapan tajam Zizan masih tidak terputus pada Hamdan. Ia masih berfikir bagaimana bisa orang seperti Hamdan bisa mejadi ustadz di pondok pesantren milik abahnya. Bahkan menjadi orang kepercayaan yang membuat abahnya sendiri tidak percaya padanya.

"Zan-Zizan. WOI ZIZAN." Teriak brian hingga membuat Zizan tersadar dari lamunannya.

"Lo ngapain ngalmun sambil liat tu orang?" Tanya brian sambil memonyongkan bibirnya untuk menunjuk sesorang yang tengah bersama Rasyid.

"Lo ada utang sama dia Zan?" Tanya Haikal.

"Ngaco lo. Ya enggak lah?" Bantah Zizan. Ia hanya sedikit mengingat kejadian masa lalu yang kurang menyenangkan dengan peria yang kini berbincang dengan Rasyid. Mebuat moodnya rusak di hari raya ini.

AzizanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang