"Setelah ini bersiaplah, Fe," ucap Furqon tak lama setelah Feiza mengambil kotak berisi cincinnya.
"Siap-siap? Apa, Gus?" balas gadis itu terdengar malas tak bertenaga.
Kenyataan bahwa Furqon adalah laki-laki yang dinikahkan dengannya menyedot habis tenaganya, bahkan bisa dibilang, gairah hidup Feiza. Gadis itu sudah bisa membayangkan hari-hari berat yang akan dialaminya dan menunggunya di depan mata karena menjadi istri Furqon.
"Aku mau mengajakmu jalan-jalan seperti yang sudah kusampaikan ke Ayah," balas Furqon. "Semua barang yang mau kamu bawa kembali ke Plosojati, kamu bawa sekalian. Setelah jalan-jalan kita akan langsung kembali ke sana."
Feiza diam tidak bisa berkata-kata. Ia benar-benar masih syok dan terkejut.
Plosojati yang dimaksud Furqon ialah nama daerah tempat berdirinya kampus mereka di kota rantauan. Dan kebanyakan mahasiswa memang memilih tinggal dan menetap di daerah itu entah di kontrakan atau indekosnya masing-masing.
Sekarang, Feiza masih terkejut karena Furqon benar-benar akan mengajaknya kembali ke tempat rantauannya. Itu yang pertama. Kedua, Feiza terkejut karena Furqon akan mengajaknya jalan-jalan hanya berdua dan laki-laki itu sudah mengantongi restu dari kedua orang tuanya. Sedangkan yang ketiga, ia terkejut karena bersama Furqon, ia akan pergi jalan dari sepagi ini kemudian langsung bablas ke Plosojati tanpa kembali ke rumahnya untuk berpamitan kepada ayah dan ibu Feiza lagi.
Dan lebih dari semua itu, Feiza sangat terkejut karena kini benar-benar muncul wujud laki-laki yang datang untuk mengklaim Feiza sebagai istrinya dan berkata secara langsung bahwa laki-laki itu akan membawanya. Terlebih, orang itu adalah Furqon, senior yang menjadi idola di kampusnya dan disukai oleh begitu banyak wanita.
Semua ini benar-benar terasa gila untuk Feiza. Ia sama sekali tidak siap.
Pergi berdua dengan Furqon, jalan-jalan yang entah ke mana, dan terakhir kembali ke Plosojati sebagai akhir destinasi. Hidup Feiza kini seperti sedang berada di puncak komedi. Tapi bukannya lucu, namun sangat miris sekali.
Tunggu tunggu! Omong-omong soal destinasi terakhir mereka di Plosojati nanti, Feiza masih akan tetap pulang ke indekosnya, kan? Furqon tidak akan membawanya ke tempat laki-laki itu tinggal, kan? Iya, kan?
Bulu kuduk Feiza langsung meremang.
Gadis itu pun melirik ke arah Furqon soalah menatap setan. Ia belum siap tinggal seatap dengan laki-laki yang meski Feiza kenal tapi masih begitu asing di hidupnya. Ya, meskipun laki-laki itu adalah suami sahnya, tapi Feiza tidak siap jika harus hidup dengannya. Lebih tepatnya, Feiza tidak mau.
Bagaimanapun caranya, Feiza akan memastikan bahwa dirinya dan Furqon tidak akan tinggal bersama.
Baiklah, untuk itu, sepertinya Feiza harus berusaha menurut saat ini agar Furqon bersedia menurut kepadanya nanti.
"Feiza."
Feiza terhenyak.
Furqon yang sejak tadi merasa tidak juga mendapat tanggapan dari Feiza atas kalimatnya akhirnya memanggil nama gadis itu.
Feiza pun langsung memekarkan senyumnya. "Iya, Gus." Ia menatap lurus Furqon yang sedikit mengerutkan dahi menatapnya.
Spertinya kini adalah waktunya bagi Feiza untuk melancarkan aksinya memulai sandiwara. Ia harus menuruti kata-kata Furqon saat ini.
"Kamu dengar aku, kan?" tanya Furqon.
"Nggeh. Aku dengar," balas Feiza masih memasang senyuman.
Furqon mengangkat sebelah alisnya menatap Feiza. Entah kenapa, tiba-tiba ia merasa merinding melihat senyum perempuan yang baru dinikahinya sekitar empat minggu di depannya. Furqon pun berusaha mengenyahkan perasaan itu dengan sedikit mengedikkan bahunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah Tapi Tak Serumah ✔️
DiversosMenikah tapi tak serumah? Bagaimana bisa? Memangnya ada pasangan suami istri bisa hidup seperti itu? A story by Puput Pelangi