Bab 3 : Penampilan Pertama

36 15 33
                                    

Hampir setiap hari mereka berkumpul di studio musik, mereka menyiapkan penampilan yang akan ditunjukkan pada publik. Mematangkan kemampuan masing-masing personil, dalam lagu debut mereka, 'Dream'.

Setelah percobaan kesekian kalinya di hari ke lima belas, Edzhar menoleh ke arah teman-temannya, menarik perhatian mereka. "Guys, kalian tau, kan? Kalo besok itu, waktunya kita dikenal publik?"

Keempat laki-laki itu mengangguk. "Gue punya pikiran, kalo kita harus turun langsung ke jalanan."

Mendengar ucapan Edzhar barusan, keempat teman-temannya itu terkejut. Mereka tak pernah berpikir bahwa tempat pertama yang akan mereka kenalkan pada publik adalah jalanan. "Hah? Gimana-gimana? Gue masih gak paham sama konteks kita turun langsung ke jalanan. Maksud lo, kita tampil di pinggir jalan?" Gema mencoba memastikan ucapan Edzhar tadi.

"Iya."

"Semacam pengamen jalanan?" tanya Nizam.

"Bisa dibilang, iya, bisa dibilang, enggak. Karena kita fokus pada satu titik aja, jadi gak perlu jalan ke mana-mana buat bikin orang liat kita."

Rassya sedikit meragukan rencana temannya itu. "Lo yakin? Alat yang kita pake itu, bukan alat kecil, lho. Kita pake gitar bass, gitar listrik, yang udah pasti butuh listrik dan speaker besar. Selain itu juga kita pake drum, dan piano, kita butuh rencana yang bener-bener mateng, Zar."

Edzhar tak bergetar sama sekali, laki-laki itu terlihat yakin dengan rencananya. Sepertinya, ia sudah merencanakan semua ini. Yang pastinya, ia sudah menyiapkan beberapa rencana, jika rencana mereka tak berhasil.

"Sebenernya, gue udah nyiapin semua itu. Tapi, kalo dari awal aja kalian meragukan, gue gak bisa maksa. Gue juga malah jadi takut kenapa-kenapa kalo maksa," ucap Edzhar.

"Terus jadinya gimana?" tanya Adam.

"Gue ada kenalan yang punya kafe besar, dan kafenya cukup terkenal. Dia bahkan punya panggung buat nampilin hiburan musik buat pengunjungnya, dia masih belum punya penyanyi pasti. Kita punya kesempatan buat ngeband di sana, kalo emang cocok, dia bakal bikin kontrak. Gue udah sempet omongin ini sama dia, dia mau liat dulu penampilan kita. Kalo emang dia cocok, dia bakal nyediain semua alat musik kebutuhan kita. Gimana? Kalian tertarik?"

Mata mereka membundar, mereka sangat tertarik dengan tawaran Edzhar. Bagaimana tidak, kafe yang dia maksud, sudah menyediakan semuanya tanpa harus repot-repot membawa alat musik. "Caranya dia tau penampilan kita gimana?"

***

Kelima laki-laki itu berada di atas panggung, para pengunjung terlihat fokus mengobrol sambil menikmati minuman yang sudah mereka pesan. Kekhawatiran tiba-tiba muncul di benak mereka, ketika seorang laki-laki memperhatikan mereka dari arah Bar.

"Lo serius, kita tampilin lagu-lagu orang? Gue gak yakin kita bakal kompak, selama ini kita latihan cuma lagu Dream doang," ucap Rassya dari balik drum nya.

"Ada lo yang khawatir, ada gue yang sangat yakin. Gue yakin bisa, karena kita udah sempet latihan kemaren, walaupun cuma sebentar doang." Edzhar menepuk pundak Rassya, meyakinkan laki-laki itu, bahwa mereka pasti bisa.

"Kalian siap?" tanya Edzhar, lalu di jawab dengan anggukan oleh keempat teman-temannya.

"Tes... tes... selamat malam semua, maaf mengganggu waktunya. Kami di sini, ingin membawakan lagu-lagu yang akan menemani kalian sambil menikmati malam di kafe ini." Semua pengunjung menoleh, mereka penasaran siapa seseorang yang bicara. Tapi, ekspresi wajah mereka terlihat menantikan sesuatu.

Panggung Pertunjukan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang