Bab 2 : Shining Star

39 16 33
                                    

Gema yang semakin penasaran dengan seseorang yang memainkan piano, membuka pintu studio musik secara tiba-tiba. Membuat kedua temannya terkejut, begitu juga dengan seseorang yang berada di dalam ruangan itu, ia refleks menekan semua not piano.

Ketika sadar bahwa diperhatikan, ia langsung bangkit. Laki-laki itu berjalan menuju pintu keluar sambil menundukkan kepalanya, tak lupa ia meminta maaf pada Edzhar dan kawan-kawannya.

"Maaf, ya, Bang, udah main masuk ke ruangan ini." Laki-laki itu tak berani menatap Edzhar, ia bergegas pergi dari tempat itu. Namun, langkahnya dihentikan oleh Gema.

"Mau ke mana lo?" Sontak laki-laki itu berdiam, ia merasakan setruman di area tubuhnya hingga membuatnya merinding dengan suara Gema yang keras, seakan mengajaknya bertengkar.

"Gue tanya, kenapa diem aja?"

Laki-laki itu memutar tubuhnya, ia menoleh ke arah Gema. Ternyata tak hanya Gema yang memperhatikannya, tapi kedua orang yang tak ia kenal juga ikut memperhatikannya.

"Balik ke kelas, Bang," jawabnya takut-takut.

"Nama lo, siapa?" Adam yang awalnya hanya diam, kini membuka mulutnya. Laki-laki yang terlihat lebih kecil di antara mereka bertiga, menatapnya.

Laki-laki itu, kini duduk di depan piano. Ia tampak gugup saat keempat laki-laki itu memperhatikannya. Rassya yang tak tau apa-apa, penasaran apa yang sedang terjadi. Namun, ia memilih untuk diam dan mengikuti alurnya. Ia yakin bahwa akhirnya ia mengetahui apa yang terjadi di antara keempat orang itu, yang pasti, ia sangat yakin bahwa laki-laki itu akan menjadi personil kelima Band Shining Star.

"Cepet mainin, lama banget," ucap Gema yang sudah tak sabar.

Laki-laki itu menghembuskan napasnya, ia memulai permainan pianonya. Lagi-lagi ia memainkan alunan piano yang terdengar semangat, Edzhar yang mendengarkan, berpikir bahwa genre ini sangat cocok dengan mereka.

"bagus, ya, cara mainnya," bisik Adam pada Gema.

"Iya."

Tanpa disadari, Rassya menggerak-gerakkan kakinya, mengikuti ritme suara piano itu. Setelah selesai bermain, laki-laki tersebut terkejut karena keempat orang yang memperhatikannya bertepuk tangan. Edzhar menghampiri laki-laki itu, ia siap mengintrogasinya. "Nama lo, siapa?"

"Gue Nizam Pradikta, Bang," jawabnya.

"Gue tebak, lo fakultas Seni Pertunjukan juga, ya?" Mata laki-laki itu membulat ketika Edzhar berhasil menebaknya dengan tepat.

"Kok, tau, Bang?" Laki-laki itu terlihat antusias.

"Nebak aja, sih, nggak mungkin anak Fakultas lain ke gedung ini, kecuali kalo punya urusan. Contohnya, mereka." Edzhar menunjuk ketiga laki-laki yang kini mengacungkan tangannya untuk menyapa laki-laki itu.

Nizam hanya mengangguk sambil melihat ke arah mereka. "Jurusan apa?" tanya Rassya sambil menghampiri kedua orang yang tengah mengobrol.

"Teater, Bang."

Melihat kedua temannya berbincang dengan orang baru itu, Gema ikut menghampiri. "Kemampuan lo, bagus. Kenapa gak join Band kita aja? Kita butuh anak berbakat kaya lo, supaya Band kita semakin dikenal."

Nizam terdiam, ia tak paham dengan situasi yang terjadi. "Maksudnya, kalian itu anak Band?" tanyanya, polos.

Adam bangkit dari kursinya, ia berjalan menghampiri Nizam. "Lebih tepatnya, kita Band baru yang bakal debut bulan depan. Tapi, karena kita belum bikin satu pun lagu. Mungkin debut kita bakal diundur," jawab Adam.

Mata Nizam semakin membulat, terlukis senyum di bibirnya. Ia merasakan antusias di dalam dirinya ketika mendengarkan jawaban laki-laki itu. "Pas banget, gue punya beberapa lagu yang tinggal di publish. Kalian bebas pilih, mau lagu yang mana untuk debut Band kalian."

Panggung Pertunjukan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang