Bab 11

274 35 14
                                    

Sebentar lagi end
Soalnya ideku mulai habis, kalau dipaksa takut gak bisa lanjut. Makanya aku berusahalah buat tamatin ini segera.

Untuk yang selalu kasih komentar, terima kasih banyak yaaa, aku selalu baca komentar kalian dan itu bikin aku bahagia ❤️❤️, terima kasih sudah menghargai saya sebagai penulis hehew.

***

Hutan yang tidak terjamah, memang kerap kali memberikan hawa aneh yang tidak bisa diprediksi, akar pohon yang meliuk menutupi permukaan tanah, membuat kaki Utahime, Satoru maupun Suguru beberapa kali terjerembet.

"Kau tidak papa?" Suguru melirik Utahime di belakangnya, memastikan wanita itu baik-baik saja, setelahnya ia menatap Satoru yang kini mengacukkan jempol. Lelaki itu memegang pitah merah yang cukup banyak, satu helai pita akan digunakan sebagai penanda jalan, meski masing-masing dari mereka memegang kompas, arah angin terus berubah-ubah dan itu membuat mereka kesulitan.

"Hati-hati." Meraih lengan Utahime yang hampir terjerembap, Satoru membantu wanita itu untuk berdiri tegak.

"Terima kasih." Meski agak kikuk, Utahime kembali menatap ke depan.

"Terima kasih juga untuk tadi malam." Ia menambahkan, memerhatikan punggung Suguru yang membantu membuka jalan untuk mereka. Seolah otot-otot lelaki itu akan ikut keluar, baju lengan pendek dan rambut acakan.

"Aku..." Satoru nampak berpikir untuk melanjutkan ucapannya, "Sebenarnya aku penasaran, apa alasan sebenarnya kau memilih keluar dari akademi? Jika kau ingin berubah, kau bisa memulainya sedikit demi sedikit, atau kau bisa berganti gelas."

"Membahas itu lagi?" Utahime menghentikan langkahnya sekedar untuk mengambil nafas, mereka melakukan perjalanan setelah sarapan, memeriksa beberapa aliran sungai tapi tidak kunjung menemukan bunga yang dimaksud.

Ekor mata wanita itu melirik Satoru yang terus menatapnya, ia tidak tahu apa yang menarik untuk lelaki itu pandang selain luka membentang di wajahnya.

"Aku pernah bermimpi, dan mimpi itu datang beruntun membuatku kesulitan untuk tidur." Utahime melanjutkan langkah begitupun Satoru. Ia ragu menceritakannya karena biar bagaimanapun akan terdengar aneh untuk orang-orang memahami bagaimana takutnya ia akan mimpi itu.

"Mimpi?"

Karena Satoru berjanji tidak akan menemuinya setelah misi ini, mungkin. Ia bisa sedikit berbagi mengingat tidak pernah berbicara panjang lebar dengan Satoru di masa lalu.

"Dalam mimpi itu..." Suara Utahime mengecil, tangannya mendadak mengepal. "Aku membunuh Shoko karena cemburu."

Langkah Suguru terhenti, ia membalikan tubuhnya menghadap Utahime.

"Membunuh?"

Wanita raven itu mengangguk, poninya ikut bergerak.

"Mimpi itu terus berdatangan, aku berpikir itu bisa jadi kenyataan karena kebencianku pada Shoko benar-benar besar, aku bahkan melupakan rasa kemanusiaan setiap kali mengerjainya dulu, kalian tahu itu." Utahime menghela nafas berat, "Jangan menatapku seperti itu." Ia menambahkan, membalas tatapan keduanya.

"Pada kenyataannya, aku punya niat yang sama, itulah yang membuatku takut, takut aku akan benar-benar melakukannya."

"Kau punya niat ingin membunuh Shoko, maksudku, selain dari mimpi itu?"

Utahime tertawa canggung, "Tenang saja, itu dulu." Walupun sekarang, ia masih tidak menyukai wanita cantik berambut coklat itu.

"Mimpi itu seperti nyata, setiap kali aku terbangun, pasokan oksigen seolah menipis, tubuhku kesakitan, Karena dimimpi itu juga aku terbunuh."

Timeline (GojoHime) END Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang