10

490 37 1
                                    

“Gyuvin kumohon bangunlah!! Jangan tinggalkan aku seperti ini! Bukan perpisahan seperti ini yang aku inginkan!”

Ricky mulai merasa tenang meskipun dalam situasi tegang, dan dengan penuh konsentrasi, ia mengambil langkah-langkah pertolongan pertama yang pernah dipelajarinya.

Dengan tindakan cepat, ia mulai menekan dada Gyuvin sesuai dengan prosedur yang ia ingat, sambil terus mengucapkan kata-kata penuh kekhawatiran, "Ayo Gyuvin, bangunlah! Jangan tinggalkan aku sendirian di sini seperti ini!"

Setelah beberapa kali menekan, Ricky menghela napas lega saat melihat respon tubuh Gyuvin, langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah memberikan napas buatan.

“Dia bukan orang yang jahat kok. Aku yakin, Gyuvin pasti akan bisa membahagiakanmu.”

“Jadi mana mungkin bisa aku marah pada orang yang sudah mau mencintaimu seperti Ricky. Setidaknya Dia sudah pernah menunjukkan mimpi yang indah walau sebentar, benar-benar bagaikan malaikat yang dikirim dari surga.”

Dalam keadaan tegang yang terus berlangsung, Ricky dengan cepat mengambil tindakan selanjutnya dari prosedur pertolongan pertama yang telah dipelajarinya. Dengan penuh kehati-hatian, ia menjepit hidung Gyuvin dan menempelkan bibirnya pada bibir yang terasa dingin dari Gyuvin, memberikan napas buatannya dengan mantap. Saat melihat dada Gyuvin yang mulai naik turun dengan teratur, Ricky terus melanjutkan proses memberikan napas buatan dengan penuh tekad.

Tiba-tiba, Gyuvin mengeluarkan suara hebat saat sadar kembali, memuntahkan air asin yang masih terdapat di dalam tubuhnya. Napasnya terengah-engah, mengisyaratkan bahwa keadaannya mulai membaik. Gyuvin kemudian memperhatikan wajah Ricky yang penuh kekhawatiran, merah karena usaha kerasnya, dan matanya yang hampir berlinang air mata.

"R-Ricky?" ucap Gyuvin dengan suara lemah.

Ricky tidak bisa menahan emosinya lebih lama lagi. Dengan penuh kelegaan dan khawatir, ia melemparkan dirinya ke arah Gyuvin, memeluknya erat. Meskipun sedikit terkejut, Gyuvin membalas pelukan tersebut dengan hangat. Di dalam pelukan tersebut, Ricky mulai menangis dengan penuh perasaan.

“Gyuvin bodoh! Apa yang sudah kau lakukan, huh?!” omel Ricky dengan suara gemetar.

“Ricky...Apa yang kau maksud?” Gyuvin bertanya, mencoba memahami situasi yang membingungkan ini.

Namun, Ricky tidak menjawab dan terus menangis tanpa henti. Gyuvin merasa terkejut dengan ekspresi dan rasa khawatir yang mendalam dari Ricky, yang jauh melebihi hubungan profesional mereka.

“Kami menemukannya! Mereka berdua dalam keadaan sadar!” terdengar teriakan dari tim penyelamat yang akhirnya menemukan mereka.

Ricky melepaskan pelukannya dengan perasaan lega namun juga penyesalan yang dalam. Ia menyeka air matanya sendiri sebelum bangkit dan diikuti menuju perahu penyelamat yang telah disiapkan.

Gyuvin masih merasa pusing dan sulit untuk berpikir jernih, terpengaruh oleh keadaan dan emosi yang rumit setelah kejadian dramatis tersebut.

•••

Beberapa hari telah berlalu sejak kejadian dramatis di kapal ferry, yang menyisakan dampak yang berbeda bagi Gyuvin dan Ricky. Gyuvin dengan cepat pulih dan dapat langsung pulang karena kondisinya hanya tidak sadarkan diri akibat menelan air laut berlebihan. Namun, Ricky harus tetap menginap di Rumah Sakit karena demamnya yang belum membaik sepenuhnya.

Saat ini, Gyuvin berdiri di depan pintu unit apartemen Ricky dengan pikiran yang bercampur aduk. Ia ragu untuk menekan bel pintu ketika tiba-tiba Ricky bersuara dari belakangnya, menyuruhnya minggir.

"Oh, Ricky. Kau sudah pulang? Apakah kau merasa baik-baik saja sekarang?" tanya Gyuvin dengan kekhawatiran.

"Aku sudah merasa lebih baik," jawab Ricky singkat.

"Gitu ya. Syukurlah," ucap Gyuvin lega.

"Terima kasih, Gyuvin. Kau benar-benar menyelamatkanku," ujar Ricky dengan tulus.

"Eoh? Ah, tidak masalah," jawab Gyuvin dengan rendah hati.

Namun, sebelum Ricky sempat masuk ke dalam kamar, Gyuvin menahan tangannya dengan ekspresi penasaran di wajahnya.

"Apa yang sebenarnya terjadi kemarin? Mengapa kau begitu bersemangat melakukan napas buatan untukku dan menangis dengan sangat khawatir?" tanya Gyuvin, mencari jawaban yang memuaskan.

Ricky melepaskan tangan Gyuvin dengan pelan, matanya menatap datar ke arah Gyuvin.

"Karena kau adalah pelangganku. Aku tidak bisa membiarkan hal buruk terjadi padamu selama berada di sini bersamaku. Aku juga tidak ingin mendapatkan masalah karena kejadian tersebut," jawab Ricky dengan tenang.

Meskipun jawaban itu masuk akal, Gyuvin merasa sedikit kecewa. Tapi dalam hatinya, ia sadar bahwa mungkin itulah yang seharusnya diharapkan dari Ricky dalam situasi tersebut.

“Terima kasih atas pertolongannya,” kata Gyuvin dengan senyum tipis.

“Tidak masalah. Kalau begitu, sampai jumpa,” ujar Ricky sebelum memasuki kamarnya, meninggalkan Gyuvin dengan perasaan yang masih sedikit terombang-ambing.

Dalam keheningan kamar apartemennya yang berwarna putih, Gyuvin merenung dengan penuh pertanyaan yang menggelisahkan. Dalam keheningan itu, ia pun memperdengarkan gumaman pada dirinya sendiri, "Kurasa aku terlalu memikirkan hal yang tidak-tidak padanya," sambil menggelengkan kepala sambil menertawakan dirinya sendiri. Setelah itu, Gyuvin melemparkan dirinya ke kasurnya dan menatap langit-langit kamar yang berwarna putih, membiarkan pikirannya melayang bebas.

Namun, di tengah-tengah pertanyaan yang bergulir di benaknya, terdengarlah gumaman yang lebih keras, "Apa aku... menyukai Ricky?" Gumaman ini muncul karena sejak kejadian dramatis di kapal ferry, Gyuvin merasa bahwa pikirannya lebih sering melayang pada Ricky daripada pada Zhang Hao, yang sebelumnya menjadi fokusnya. Gyuvin merasakan denyut-deyut di dadanya setiap kali memikirkan Ricky, hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Meskipun sebelumnya ia hanya mengagumi kecantikan Ricky, namun kini perasaannya terhadapnya telah berubah begitu intens.

Namun, Gyuvin tidak bisa mengabaikan fakta bahwa Ricky hanyalah pacar sewaan. Sebuah suara dalam pikirannya memperingatkannya, "Kau harus sadar diri, Kim Gyuvin! Dia hanya pacar sewaan. Jangan berharap lebih!" Meskipun hatinya ingin merespons perasaannya yang tumbuh, Gyuvin terus berjuang untuk menekan perasaan itu.

Sementara itu, di kamar Ricky, suasana juga tegang. Dengan dadanya yang berdebar-debar, Ricky menatap cermin dengan wajah yang memerah. Sensasi aneh ini mulai dirasakannya sejak Gyuvin menyentuh tangannya tadi. Ia menggelengkan kepala dalam kegugupan, mencoba menyingkirkan semua pikiran yang tak diinginkan.

"Dia hanya pelangganku!" ucap Ricky dengan tegas pada bayangan dirinya di cermin. Setelah itu, dengan napas yang terengah-engah, Ricky mengacak-acak rambutnya dengan frustrasi sebelum akhirnya berbaring di kasurnya yang empuk, mencoba untuk meredakan gejolak perasaannya yang membingungkan.

To Be Continued...

- 06.04.2024 -

[✓] PACAR SEWAAN | GYUICKY FT. GYUJIN & JJANGKYUZ ♡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang