T i g a p u l u h s a t u 😞

1.1K 77 5
                                    

Selamat berpuasa semuanya. Dengerinnya harus sama lagu Sal Priadi - Mencintaimu ya biar dapet feelnya.

Jangan lupa vote dn komen ya, tengs














Jemma merasakan mual tak tertahankan ketika sedang membuat beberapa laporan. Ia berlari menuju toilet dan untung saja tidak banyak mata menatapnya penasaran. Jemma terus membungkam mulutnya dan menahan rasa mual yang kian meluap. Saat ini gadis itu masih di kantor.

Baru saja selesai makan siang bersama beberapa rekan kerja dan seniornya. Ia hanya sendiri tidak bersama Jevan. Begitu sampai di toilet, sang puan langsung memuntahkan seluruh isi perutnya. Perasaan mual terus menerus membuat kepalanya pening bukan main. Rasanya seperti dihujani banyak tagihan kartu kredit jatuh tempo.

Sudah dimuntahkan pun tak ada apapun yang keluar. Hanya cairan bening itu pun banyak sekali. Cukup lama Jemma di toilet sampai membuat teman-temannya khawatir akan kondisinya. Tubuhnya ambruk menghantam lantai. Lemas tak terkira pun membuat paras ayunya memucat.

“Jem, lo nggak apa-apa kan?”

“Gue antar ke rumah sakit mau nggak?”

“Please jawab Jem. Jangan bikin kita khawatir.”

Dengan susah payah Jemma bangkit berdiri dan membetulkan riasannya. Walaupun kepalanya seperti dihantam ribuan batu, gadis itu mencoba berdiri tegak dan keluar dari bilik toilet. Di luar sana sudah ada Alyssa dan Gia menunggunya. Masih berpegangan pada pintu Jemma mengangguk samar.

“Gue baik-baik aja—“

Jemma ambruk menghantam lantai sesaat sebelum ia menyelesaikan ucapannya. Tentu saja membuat dua gadis lainnya panik minta ampun. Tanpa menunggu lebih lama tubuh ringkih sang puan dibawa menuju rumah sakit terdekat. Alyssa segera menghubungi Jevan untuk memberitahu kondisi terkini kekasihnya itu.



***

Jevan berlari menuju tempat dimana Jemma dirawat saat ini. Seketika jantungnya seakan-akan merosot sampai usus begitu mengetahui bagaimana kondisi gadis itu. Ia tak segan untuk merengkuh tubuh yang lebih muda erat. Begitu khawatirnya pemuda itu seolah akan kehilangan belahan jiwanya saat itu juga.

Jemma jelas menyambut kedatangan pemudanya dengan senyuman manis terukir di bibir. Banyak kecupan kasih sayang yang ia terima. Tergambar jelas bagaimana paniknya Jevan terlihat dari kerutan di wajahnya. Ingin sekali gadis itu menangis saat ini juga.

“Kamu kenapa? Nggak bilang aku kalau kamu sakit. Teman kamu kasih tahu aku dan langsung ke sini samperin kamu. Sekarang keadaan kamu gimana? Apa yang sakit sayang? Bilang sama aku,” cecar Jevan sembari menangkup wajah gadisnya sayang.

“Aku nggak apa-apa. Kecapekan aja akhir-akhir ini banyak banget deadline laporan numpuk berbarengan. Pulang yuk, aku disuruh balik sama atasanku. Katanya buat istirahat aja,” ucap Jemma dengan senyuman tipis.

“Serius boleh langsung pulang?” tanya Jevan tak yakin.

Jemma mengangguk lalu merangkul mesra lengan kekasihnya untuk segera beranjak dari depan ruang UGD tempatnya dilarikan tadi. Kepalanya berdenyut nyeri kembali gadis itu rasakan tetapi enggan untuk berucap. Ia hanya ingin kembali ke tempat dimana Jemma merasa nyaman yang sesungguhnya.

Entah itu berada dalam kamarnya atau hanya rengkuhan hangat dari pemudanya yang mampu membuatnya lebih tenang dari sebelumnya. Dengan hati-hati, Jevan membukakan pintu untuk sang pujaan hati. Melihat paras ayu Jemma masih sangat pucat sebenarnya membuat ia ragu untuk membawa gadis itu pulang.

Keinginan dari gadisnya lebih kuat memaksa Jevan untuk menuruti tanpa bantahan. Selama perjalanan menuju rumah sang puan, si tampan tak pernah enggan untuk melepaskan genggaman tangannya pada jemari kekasihnya. Ia sudah terbiasa menyetir dengan tangan satu. Jemma bersandar pada kursi menatap lurus pada jalanan.

Effleurage × Jung Fams Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang