"Juna mau adek! Juna mau adekkkk!"Tangisan anak laki-laki berusia tujuh tahun terdengar jelas di sebuah rumah kecil yang berada di ujung desa. Anak laki-laki bernama Arjuna itu menangis sangat keras sampai wajahnya memeras dan suaranya hampir habis.
"Kita beli mainan aja, Jun. Enggak usah mintak adek!" balas sang Ayah—Wira.
"Enggak mau! Juna mau adek! Adek! Adek!"
balas bocah itu kembali berteriak sampai terbatuk-batuk."Kalo gitu nangis aja terus, biar habis suara kamu, Jun!" balas Wira, pria muda berusia 23 tahun itu sayangnya juga memiliki sumbu emosi yang pendek. Dia benar-benar tidak bisa menghadapi putranya yang sedang tantrum.
Arjuna yang mendengar jika Wira tidak akan mengabulkan permintaannya, menangis semakin keras.
"Lho kok cucu kakek nangis?" Seorang pria paruh baya yang baru saja kembali dari luar rumah, kebingungan saat melihat cucunya menangis dan buru-buru menggendongnya. "Juna kenapa nangis? Ayah marahin Juna?"
"Juna mau adek, kek..." lirih tangis Arjuna yang sangat menyedihkan.
Rohim yang mendengar alasan cucunya menangis sontak meringis, pantas saja Wira—menantunya tidak bisa menenangkan putranya sendiri. Permintaan ini hampir mustahil!
"Kita belanja dulu di warung mau? Tadi kakek lihat ada mainan baru di warung," ajak Rohim yang tanpa menunggu lebih lama lagi segera membawa cucunya pergi ke warung.
———-
"Pak, udah dulu, mataharinya udah di atas!" panggil Wira pada ayah mertuanya yang masih membajak sawah.
Rohim yang mendengar panggilan sang menantu mendongak, melihat jika matahari sudah berada di atas kepala dan buru-buru meninggalkan sawah. Pria barusia 37 tahun itu lalu berjalan menuju pondok kecil yang berada tidak jauh dari sawah milik mereka. Sesampainya disana, Rohim segera mengambil teko yang berisi air dan ubi rebus.
"Minum dulu, Wir," tutur Rohim pada sang menantu yang sedang membuka bajunya, membuat tubuh berotot milik Wira.
"Bapak masih mikirin permintaan Juna?" tanya Wira saat mengunyah ubi rebus, pria itu melihat wajah sang mertua sejak pagi sudah resah.
"Gimana bapak enggak kepikiran terus, Wir Arjuna sampai demam karena pengen punya adek," jawab Rohim menghela nafasnya pendek. Arjuna, cucunya yang berusia 7 tahun itu sudah beberapa bulan ini meminta seorang adik lantaran salah satu teman kelasnya baru saja memiliki adik.
Sebenarnya itu bukan masalah yang besar, karena usia Arjuna pun sudah cocok untuk memiliki adik. Tapi yang menjadi masalah adalah istri Wira yang sudah tiada saat melahirkan Arjuna.
"Kalo aja Bapak bisa hamil sama ngelahirin, udah bapak kasih lima adek sekaligus untuk Juna," ucap Rohim sambil bercanda karena tidak mungkin seorang pria bisa hamil.
Tapi, Wira yang mendengar itu tiba-tiba teringat dengan perkataan temannya yang berada di desa sebelah. "Gimana kalo Bapak beneran bisa hamil?" celetuk Wira membuat Rohim menoleh.
"Kamu bercanda kan, Wir?" tanya Rohim menatap sang menantu.
"Wira punya teman, Pak. Dia kenal orang pintar yang bisa bikin pria jadi hamil dan bisa melahirkan." Setelah mengatakan itu Wira merasa malu karena Rohim pasti akan berpikir bahwa dirinya gila. Mana mungkin seorang pria bisa hamil dan melahirkan layaknya seorang perempuan?! Dia juga belum pernah melihatnya sendiri.
"Setelah Putri meninggal, Bapak cuman punya kamu sama Arjuna, Wir. Jadi kalo memang Bapak bisa hamil dan kasih adek untuk Juna, Bapak mau ngelakuinnya!"
Wira yang mendengar perkataan sang mertua tertegun, memang tidak perlu diragukan lagi jika Rohim sangat menyayangi Arjuna. Saat istrinya tiada, ayah mertuanya itulah yang merawat Arjuna seperti seorang ibu.
"Gimana kalo besok kita kesana, Pak?" saran Wira yang diangguki Rohim.
NOTE :
Cerita baru lagi wkwwk, sisanya udah ada di lynk ya, lagi ada diskon tuh wkwk🥰🫶🏻😎
KAMU SEDANG MEMBACA
Mpreg & Birth Story 18+
General FictionAWAS ADA ADEGAN DEWASA 18+ Kumpulan cerita pria hamil-mpreg dan birth scene. JIKA TIDAK SUKA SILAHKAH SKIP SAJA. Terima kasih! Pict from devianart