2. Gue dipelet?

779 28 2
                                    

MAU NGINGETIN YA TEMAN, INI CUMA CERITA FIKSI. TAPI BACANYA BOLEH PAKE PERASAAN.

JANGAN LUPA ABSEN DULU, DONG!

BUAT YANG BELUM FOLLOW, SILAHKAN FOLLOW DULU, YA, SUPAYA NGGAK KETINGGALAN KALO AKU UPDATE 💚💚

HAPPY READING, SENG-SENG KU!! 💐💐

***

"Ini cuma perihal hati yang sebenarnya masih belum diyakini."

Malam ini, entah kenapa Dewangga selalu terbayang-bayang dengan senyuman Naisya ketika menontonnya di pertandingan basket pagi tadi. Senyum itu terpancar dengan tatapan Naisya yang teduh. Dewangga seperti merasa pernah melihat senyum itu sebelumnya. Hingga kini ia sadar jika sampai malam ini detak jantung Dewangga masih belum kembali normal.

Dewangga melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Namun, kantuk pun tak kunjung datang. Sedari tadi Dewangga hanya mencari-cari posisi untuk tidur, dari yang terlentang, miring, tengkurap. Namun setiap kali ia memejamkan mata, mengapa senyum Naisya muncul begitu saja.

"Hhh, lama-lama gue bisa gila kalo kayak gini." desis Dewangga. Ia bangkit dari tidurnya. Ia mengacak-acak rambutnya frustasi. Seorang Dewangga jatuh cinta pada pandangan pertama? Nggak mungkin!

Daripada bergulat dengan selimut yang malah membuat Dewangga semakin dihantui oleh senyum Naisya,  ia lebih memilih untuk menenangkan pikiran di balkon kamarnya. Dewangga melangkah menuju balkon kamarnya. Ia mengambil sebatang rokok dan korek yang ada di laci kamarnya. Jangan kaget, merokok termasuk dalam kebiasaan Dewangga.

"Cewek tadi namanya siapa, ya?" gumamnya pada diri sendiri.

"Nai, siapa sih, lupa gue."

"Mungkin nggak sih kalau gue jatuh cinta pada pandangan pertama? Nggak mungkin banget, sih. Gue kebayang mukanya ya karena ngerasa familiar aja." ucapnya kemudian melanjutkan aktifitas nyebatnya. Ditemani dengan angin malam yang sepoi-sepoi dinginnya sampai menembus tulang Dewangga.

Setelah merasa dingin, Dewangga masuk ke kamar, dan menutup pintu balkon kamarnya. Ia merebahkan kembali tubuhnya pada ranjang. Berharap kali ini ia benar-benar akan terlelap dalam tidurnya.

Namun, sekeras apapun Dewangga untuk mencoba tidur, dia  tetap tidak bisa. Bahkan semakin malam bayangan senyum Naisya semakin jelas. Itu yang membuat mata Dewangga enggan terpejam.

"Ini gue dipelet atau gimana, sih?! Nggak biasanya gue kayak gini. Fix ini mah gue dipelet. Awas aja lo, besok gue labrak tu cewek." Dewangga berdecak frustasi. Bahkan sampai jam dinding sudah menunjukkan pukul tiga pagi pun pupil mata Dewangga masih terbuka lebar. Ia tidak tahu bagaimana keadaannnya nanti pagi di sekolah karena semalaman tidak tidur.

***

Ini sudah pagi, sudah jam tiga. Namun masih terasa sunyi bagi Naisya. Hanya ada suara jam dinding yang terdengar lebih keras daripada deru nafasnya sendiri. Naisya meraih segelas air putih yang ada di nakas lalu meneguknya.

Mimpi itu selalu datang, mimpi dimana ia selalu dihantui oleh rasa bersalah tanpa bisa melakukan apapun. Ia menekuk lututnya, tiba-tiba tubuhnya terasa menggigil. Mungkin ini efek karena ia kehujanan kemarin.

Naisya menoleh ke samping, hanya untuk menemukan jaket Dewangga yang masih menggantung di gantungan. Tanpa sadar Naisya tersenyum.

"Ini cara balikinnya gimana, ya?" tanyanya pada diri sendiri. Ia mengambil ponselnya yang tak jauh dari tempatnya berada kemudian mencari kontak Vio.

Setelah mendapatakan kontak Dewangga dari Vio, Naisya ingin menghubungi Dewangga. Namun, butuh waktu lama bagi Naisya untuk mikir.

"Hubungi nggak, ya." Naisya terlihat gugup. Apalagi ia tahu bagaimana sifat Dewangga si kaku itu. Akhirnya setelah sedari tadi berusaha mengumpulkan keberanian, Naisya memberanikan diri untuk menghubungi Dewangga.

Untukmu, DewanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang