5. Dinner

664 23 2
                                    

ASSALAMUALAIKUM, TEMEN-TEMEN 💚

SEBELUM MEMBACA, ALANGKAH BAIKNYA ABSEN DULU DI KOMENTAR!!

PAS BACA PART INI, BOLEH BANGET YA PAKAI PERASAAN. TAPI JANGAN SAMPAI KEBABLASAN, NANTI KALAU BAPER NGGAK ADA YANG BISA TANGGUNG JAWAB SOALNYA 💚

HAPPY READING! 💐💐

(。・//ε//・。)

"Jangan terpuruk dalam kesedihan terlalu lama. Karena kebahagiaan ya ada di diri kita masing-masing. Jangan berhenti berusaha, yang membuat kamu nggak bisa menemukan ujung dari kesedihan."

***

Jika dulu menurut Haikal mustahil untuk dia bisa bersatu dengan Gendhis. Maka, ini adalah pengalaman jilat ludah sendiri baginya. Sudah terhitung ini keempat kali Haikal berjalan memutari komplek hanya untuk memastikan lampu kamar Gendhis padam.

Haikal berhenti di depan rumah Gendhis dengan kedua tangan yang ia masukkan saku. Kepalanya mendongak keatas. Lampu kamar Gendhis masih menyala, menandakan jika si empu masih belum tidur.

Haikal merogoh saku celananya, mengeluarkan benda pipih itu dari dalam. Hingga akhirnya jari-jari itu menari di atas layar hp-nya entah mengirimkan pesan apa pada Gendhis.

Haikal memasukkan kembali HP-nya ke dalam saku. Sebelum akhirnya kepala Gendhis muncul di balik jendela kamar dan menatap sinis kearah Haikal berada.

Selalu seperti ini, tidak di sekolah, tidak di rumah, dirinya selalu dihantui oleh Haikal. Gendhis memperlihatkan jari tengahnya yang membuat Haikal semakin terkekeh di bawah sana.

"NDANG TURU, NDHIS!!" (Buruan tidur, Ndhis) Haikal berteriak, seolah di komplek ini hanya ada dirinya dan Gendhis.

"Wong gendeng ancen." (Orang gila emang) gumam Gendhis sebelum ia mengacungkan jempolnya pada Haikal yang kini tengah menyengir. 

Katika melihat lampu Gendhis padam, Haikal ingin melanjutkan langkahnya namun ia urungkan ketika mendengar suara orang berdehem dari belakang.

"Ehem."

Haikal menoleh, saat itu ia menemukan Bapak Gendhis yang biasa ia panggil Pak To itu bersedakap di depan gerbang. Itu membuat Haikal lantas menyengir dan menggaruk tekuknya yang tidak gatal.

"Ngapunten, Pak, ganggu. Gendhis nek mboten dikengken tilem, nggih mengke drakoran terus sampe injing." (Maaf, Pak,  ganggu. Gendhis kalau tidak disuruh tidur ya nanti drakoran terus sampai pagi) Pak To nampak geleng-geleng kepala.

"Halah, wis ndang mulih, koe yo ndang turu." (Halah, udah buruan pulang, kamu juga tidur) ucap Pak To sama sekali tidak marah dengan tindakan Haikal. Tangan Haikal lantas terulur untuk mencium punggung tangan Pak To sebelum akhirnya melenggang pergi.

***

Mobil Dewangga berhenti di restoran mewah. Keduanya lantas turun dari mobil dengan perasaan yang berbeda. Perasaan Dewangga bahagia sementara Naisya? Ya jangan ditanya, hanya Naisya yang bisa merasakan perasaan amburadul seperti ini.

Keduanya melangkah memasukki restoran yang sepertinya sudah dibooking karena tidak mungkin sekali restoran se- mewah ini sepi.

Naisya melanjutkan langkahnya dengan sangat ragu. Kini dirinya dan Dewangga disambut bak pasangan romantis. Hingga kini, keduanya sudah sampai di meja yang sudah terhias begitu indah, sampai Naisya pun terngaga.

Dewangga menarik kursi itu ke belakang, mempersilahkan Naisya untuk duduk. Naisya duduk dengan ragu-ragu.

"Kak, ini sebenarnya ada apa?" Tidak ada jawaban. Dewangga tersenyum miring tatkala ia melihat Naisya tercengang ketika secara tiba-tiba buket bunga muncul tepat di hadapannya.

Untukmu, DewanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang