APA KABAR SEMUA!! 💚💚
MAAF YA LAMA BUANGETT UPDATE-NYA 🙏
DI PART INI, AKU BIKIN AGAK SPESIAL. SEBELUM MEMBACA, CUS ABSEN DULU DI KOLOM KOMENTAR 👉
HAPPY READING, SEMUA!!
〃゚3゚〃
"Kita hidup di dunia cuma sementara, sayang kalo dibuat hal-hal yang nggak bermanfaat."
***
Malam ini langit cerah. Bintang-bintang bertebaran di langit, seolah mengerti isi hati Naisya. Kali ini, dunia seakan memihak pada dirinya.
Naisya menoleh ke samping, hanya untuk mendapati wajah fokus Dewangga menyetir mobil. Tanpa sadar, kedua sudut bibirnya ia tarik keatas.
"Kita berhenti dulu di apotik." Dewangga menoleh, ia nampak menggeleng kecil.
"Kenapa, kak? Sayang ya uangnya kalo dibuat beli obat untuk diri sendiri?" Lagi-lagi Dewangga hanya bisa menghembuskan napasnya panjang. Bukan sayang uangnya, hanya saja ia tidak ingin membuat Naisya repot.
"Luka kecil, harus tetep diobatin." ucap Naisya yang sepertinya juga tidak sadar diri.
"Luka kecil, harus tetep diobatin." Dewangga menirukan ucapan Naisya dengan suara yang dibuat-buat. Bagaimana bisa gadis di sampingnya itu berkata seperti itu sementara dirinya sendiri susah dibilangin.
Namun, tahu-tahu mobil Dewangga berhenti di depan apotik. Naisya beranjak, ingin keluar dari mobil. Niatnya ia urungkan ketika tiba-tiba tangannya dicekal oleh Dewangga.
"Kalo beli obat jangan yang mahal-mahal, ya. Kata lo kan gue sayang kalo duit gue buat beli obat." Naisya tersenyum tipis. Hingga Dewangga ikut terkikik tanpa suara sebelum akhirnya Naisya keluar dari mobil.
Twing!
Dewangga membuka ponselnya yang tiba-tiba berbunyi. Alis dan dahinya mengerut, kala melihat pesan yang entah siapa pengirimnya. Itu membuat Dewangga lantas mengepalkan tangannya.
Ini bukan kali pertama Dewangga menerima pesan dari pengirim yang tidak ia kenal. Dewangga hanya terlalu malas untuk mencari tahu siapa pengirim pesan beserta foto yang memperlihatkan Papa-nya yang sedang main perempuan itu.
Ia hanya merasa jika ia tidak wajib untuk perduli dengan itu semua. Papa? Apa pantas panggilan itu didapatkan oleh seorang pria yang telah merebut kebahagiaannya. Dewangga enggan menanggapi.
Meski seringkali Dewangga menjelaskan pada teman-temannya, tidak baik jika kita bersikap buruk pada orang tua.
Namun, kali ini Dewangga cukup bergeming. Ia tidak membenci, hanya saja luka di masa lalu yang membuatnya sulit untuk memaafkan Papa-nya. Menurut Dewangga, ini hanya soal waktu. Seiring berjalannya waktu, Dewangga yakin akan bisa memaafkan Papa-nya.
Hingga ia bergeming cukup lama, sebelum akhirnya Naisya datang dengan obat yang ada di tangannya. Naisya terlihat semangat untuk membuka salep itu.
Dewangga merasa, bersama Naisya membuatnya merasa sedikit lupa dengan masa lalunya. Semua orang pasti punya masa lalu. Tidak hanya Naisya, mungkin Dewangga pun mempunyai kisah kelam yang selalu ingin ia lupakan untuk selama-lamanya.
Tangan Naisya terangkat, dengan pelan ia mengoleskan salep itu di sudut bibir Dewangga yang memar. "Makasih, ya Kak. Aku nggak tau, kalo nggak ada kakak tadi udah kayak gimana."
Dewangga hanya tersenyum tipis, hingga suara notifikasi dari ponselnya membuat keduanya lantas menoleh. Pesan dari Adriel membuat Naisya lantas mengambil ponsel itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untukmu, Dewangga
Dla nastolatków"Nai, perpisahan itu pasti ada, tapi kali ini aku mau egois. Kamu tau, selama aku hidup, udah berapa orang yang aku sayang pergi ninggalin aku. Aku nggak mau kamu jadi salah satunya." "Kak, menurut aku, di dunia ini nggak ada yang abadi. Semua sifa...