Bak kejatuhan durian runtuh, aku senang bukan kepalang karena bisa sedekat itu dengan Deri hari ini. Benar-benar dekat, bahkan tubuh kami rapat dan kulit kami bersentuhan. Ia memelukku dan itu rasanya seperti mimpi!
Semua keberuntungan ini kudapat saat ia membantuku squat pada saat set terakhir. Kala itu Tommy sedang latihan sendiri sebab hari ini selain melatihku ia juga ikutan latihan dan aku harus mengucapkan terima kasih untuk itu padanya. Sebab jika saja ia fokus melatihku seperti biasanya, tentu saja kesempatan emas seperti yang baru saja kualami tidak akan pernah terjadi.
"Semangat, Bang. Kok bengong?" tegur Deri ketika aku beristirahat sembari menunggu Tommy menyelesaikan latihannya. Itulah awal percakapan kami.
"Nunggu Tommy, Der. Nggak keangkat."
Deri menoleh ke arah Tommy yang masih fokus mengangkat dumble di ujung sana.
"Tommy masih main. Sini sama aku aja," kata Deri menawarkan diri sembari mengambil posisi berdiri di belakangku.
Aku nampak ragu dan menoleh ke arahnya
"Tenang aja, Bang. Aku dan Tommy sama aja, aku juga kuat kok," kata Deri meyakinkan.
Aku mencuri pandang pada bentuk tubuh atletisnya begitu mendengar pernyataannya barusan.
Ia mengangguk meyakinku lagi.
Aku mau tak mau akhirnya menyelesaikan set terakhirnya dengan bantuan Deri. Saat itu jantungku berdebar. Untuk pertama kalinya aku dan dia sedekat ini. Deri mengulurkan tangannya ke bawah lenganku sehingga posisiku seperti sedang dipeluk cowok itu dari belakang.
Aku mengerahkan segala energi agar bisa mengangkat beban terakhir itu hingga mencapai 12 repetisi. Aku ingin membuat Deri kagum pada kekuatanku.
Pada hitungan kesepuluh, aku merasakan tubuh kami berdua semakin dekat. Bahkan saat aku ingin berdiri, aku merasakan pantatku menyentuh gundukan di bawah pusar Deri. Hal itu membuatku menahan napas karena deg-degan. Aku yang semula fokus dengan beban di punggung sekarang terbagi fokus memikirkan kemungkinan moment itu akan terulang kembali pada hitungan selanjutnya,
Dadaku berdegup kencang, sampai tanganku gemetaran menggengam bar. Perlahan-lahan kutekuk kakiku. Benar saja begitu aku hendak meluruskan kakiku dengan membuang pantatku ke belakang, badan kami bergesekan kembali. Aku merasakan gundukan lembut itu lagi. Kali ini bentuk dan gesekan itu lebih terasa, membuat darahku berdesir. Tentara kecilku bahkan berdiri. Sialan, gerutuku dalam hati.
Kucoba mengatur napasnya begitu beban sudah ditaruh di tempatnya. Kejantanku masih setengah bangun sehingga aku tak berbalik badan, tetap membelakangi Deri, agar cowok itu tidak tahu. Aku pura-pura beristirahat dengan menggantungkan lengan di bar.
"Next udah bisa naik beban kamu, Bang," kata Deri. "Yuk, coba 120 kg."
"Aduh, gimana ya?"
"Mau coba gak?"
Aku ragu. Mengangkat beban terakhir tadi saja aku menyelesaikannya setengah mati, apalagi kalau harus ditambah beban lagi. Apakah aku sanggup menangkatnya? Tapi membayangkan akan merasakan kejantanan Deri lagi menempel di tubuhku...
"Okelah!" kataku menyetujui. Demi gundukan lembut dan kenyal itu aku rela menyiksa tubuhku. Hahaha.
"Sip!" sambut Deri sambil memasangkan plate 10kg ke bar. Aku memasang 10kg lagi di sisi yang lainnya.
"Angkatan kamu sudah berapa kilo, Der?" tanyaku seraya beristirahat.
"210kg." Jawab Deri.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAS GULA JAWA
RomanceArya, seorang pria mapan baik dari segi usia dan ekonomi namun merasa kesepian karena hidup sendirian tiba-tiba merasakan kembali letupan gairah percintaan saat tak sengaja menemukan akun alter seseorang dengan nama Mas Gula Jawa. Ia terobsesi denga...