『⑧』- Pulang

35 13 3
                                    

【✯】

“Bau apa ini?” Suara pelan terdengar dari arah kasur. Arsha telah terbangun dari dunia mimpinya dan sedang dalam posisi duduk bersila di atas kasur, berdiri sebuah radio di dekat bantal empuknya.

Tangannya terus-menerus mengucek matanya yang masih setengah terbuka. Kesadarannya belum terkumpul sepenuhnya. Sebagian jiwanya masih berada di bawah alam sadarnya.

Rambutnya menjadi lebih acak-acakan dari sebelumnya. Beberapa kancing di kemejanya tidak terkancing. Hidungnya kembang kempis menyedot seluruh aroma kentang dan ubi yang telah dibakar.

Melihat Arsha yang telah membuka matanya, Zayn bergegas mengambil kentang yang telah dikupasnya dari atas kain yang telah kering. Tangan kanannya menyodorkan kentang ke arah kasur.

“Kamu—”

Belum selesai Zayn menawarinya makanan, tangan Arsha dengan cekatan mengambil kentang dari tangan kanan Zayn. Giginya mulai mengunyah kentang dengan sangat lahap.

Dia makan seperti orang yang tidak makan selama berhari-hari. Di setiap gigitan, senyuman merekah terlukis pada wajahnya yang mungil.

“Wah! Enak banget! Kentang terbaik di dunia!” seru Arsha sembari terus memakan kentangnya tanpa jeda.

“Syukurlah jika kamu menyukainya,” balas Zayn sembari tersenyum lebar. Ia tidak berhenti tersenyum setelah Arsha berkata demikian.

Dia terlihat mirip seperti Ibu. Setiap aku memakan masakannya dan berkata bahwa masakan Ibu adalah yang terbaik, Ibu pasti selalu menunjukkan senyumannya yang indah di wajah keriputnya.

Gigitan terakhir telah masuk ke mulutnya. Arsha turun dari kasurnya, lalu duduk tepat di antara kami. Matanya terus-menerus menatap kentang dan ubi yang berada di atas kain.

“Ini pakai bumbu apa, Bang?” tanya Arsha sembari mengambil ubi dari atas kain, lalu mulai memakannya. Haha, dia ingin mengalihkan kami dari tangannya dengan pertanyaan nya itu. Seharusnya ia berkata secara langsung jika mau memakannya lagi, tidak perlu malu-malu seperti itu, Bocah.

“Aku tidak menggunakan bumbu apa pun.”

”Beneran? Kok, bisa seenak ini?”

Arsha menatap tak percaya pada Zayn. Memang benar ubi dan kentang yang telah dibakar Zayn sangat lezat. Padahal, ubi dan kentang yang digunakan terlihat sama dengan yang dijual di pasar.

Zayn mengangkat jari telunjuknya, jari ramping tersebut menyentuh bibir merahnya.

“Rahasia.”

“Dih, nggak seru.”

Arsha memonyongkan bibirnya sembari terus mengigit ubi yang ia pegang.

“Kalau mau lagi, ambil saja. Aku mau keluar sebentar.” Zayn bangkit dari posisi duduknya.

“Oke, Bang.”

Kaki panjangnya melangkah menuju pintu. Pintu itu terbuka, lalu tertutup tepat setelah Zayn menginjakkan kakinya di luar. Sekali lagi, saat ini hanya ada aku dan Arsha di ruangan ini. Arsha masih terus melahap kentang dan ubi. Setelah bocah ini bangun, aku jadi kehilangan selera makan.

Tidak membutuhkan waktu lama untuk Arsha menghabiskan seluruh makanannya. Waktu belum berjalan sepuluh menit, kentang serta ubi telah lenyap seketika dari pandanganku.

“Kenyang ...,” ungkapnya sembari mengelus perutnya yang terlihat tidak membuncit.

“Bisa-bisanya kamu habisin semuanya.” Mata almond-ku menatap sinis padanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 14 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Gedung PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang