[06] Surat

110 16 3
                                    

"Kau bisa bermalam disini" Anton menunjukkan tempat penginapan milik keluarganya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kau bisa bermalam disini" Anton menunjukkan tempat penginapan milik keluarganya. Disaat anton sedang menunjukkan tempatnya, dia menoleh ke belakang dimana asa berdiri tercengang.

"Asa?".

Asa tidak menjawab karena matanya berbinar-binar menatapi tempat yang akan di tempatinya tersebut.

"A-aku tidak jadi menginap disini" Anton langsung menatapnya bingung dan terkejut. "Tunggu, ada apa?".

Asa kemudian menatap anton sejenak.

"Tempatnya terlalu bagus untukku tempati, aku merasa tidak pantas. Pasti ini dijual sangat mahal dan hanya pengusaha kaya raya yang dapat menyewanya, aku merasa tidak enak" Ungkapnya.

Anton tertawa.

"Kau lucu sekali, apa yang kau katakan? Cepat masuklah, diluar dingin" Anton menarik pelan tangan asa.

Di dalamnya anton menyalakan api unggun dan segera membereskan tempat tersebut.

"Maaf sekali karena tempat ini sedikit kotor".

"Itu sama sekali tidak benar, ini sangat bersih".

Setelah menunggu beberapa menit membereskan, akhirnya penginapan itu siap untuk ditempati. Mereka berdua segera keluar menuju rumah asa untuk menemui bunda dan adik-adik asa. Jarak rumah yang tidak jauh tidak terlalu memakan waktu banyak, mereka tiba di depan rumah sederhana asa.

Baru saja menginjak kaki di depan rumahnya, asa merasa aneh karena rumah nampak lebih sepi dari biasanya. Gadis itu membuka pintu dan segera masuk mencari keberadaan keluarganya.

"Maafkan aku karena rumah ini sempit dan kecil sekali" Asa merasa tidak enak hati karena takut anton merasa tidak nyaman dengan rumahnya.

"Apa yang kau bicarakan, tidak masalah sama sekali" Balasnya sembari berjalan di belakang asa.

"Bunda?".

"Arthur? Alise?".

Berkali-kali asa menyebut keluarganya, tetapi tak kunjung mendapatkan jawaban. Asa cemas dan khawatir, tetapi di tengah-tengah rasa khawatirnya. Di meja makan dia menemukan sebuah kertas lembar putih yang diisi dengan tulisan tinta.

"Eo, surat?".

Asa putriku yang cantik, ini bunda.
Sekarang kau sedang mencari bunda dan adik-adikmu, benar? Maafkan bunda nak, kami memutuskan untuk pindah secepat mungkin. Maafkan bunda, bukan maksud bunda melupakanmu. Tapi ayahmu benar-benar keterlaluan dan membuat bunda muak, dia dengan beraninya membawa wanita lain ke rumah saat bunda baru kembali dari luar. Dan kami sempat bertengkar, bukan maksud bunda untuk membiarkanmu bersama ayahmu.

Tapi, bunda sudah tahu nak. Selama ini ada yang menjagamu dengan baik. Bunda tahu dia selalu mendengarkan ceritamu, menjagamu, dan selalu setia menemuimu. Bunda tahu kau juga menyukainya walaupun tidak sadar, bunda sangat bahagia karena kau berhasil membuka kepercayaan kepada orang lain lagi. Bunda tidak akan melupakanmu, bunda akan kembali ketika semua masalah ini sudah selesai. Biar bunda yang selesaikan masalah ini sendiri, kau sekarang tidak harus bekerja lagi untuk bunda. Hiduplah untuk dirimu sendiri, bunda yakin kau adalah anak bunda yang paling kuat dan pemberani. Daripada kau bersama ayahmu, lebih baik kau bersama dengan lelaki yang kau cinta. Tidak apa jika kau membenci bunda, tapi yang pasti bunda akan kembali segera mungkin. Pesan bunda jangan pernah tinggal di rumah bersama ayahmu. Pergilah sejauh mungkin bersama dia. Bunda selalu menyayangimu, bunda bangga memilikimu, bunda bersyukur kau menjadi anak bunda, asa putriku yang paling berharga melebihi diriku sendiri. Bunda menyayangimu selamanya.

Bunda


Setelah membaca semuanya, air mata asa berderai hingga membasahi sekujur wajahnya serta air mata yang sedikit demi sedikit jatuh di kertas putih bertulisan tersebut. Asa berusaha menutupi wajahnya yang penuh air mata itu dengan rambutnya, dia tidak ingin anton tahu bahwa dirinya sedang menangis.

Tapi, anton jelas curiga dengan asa yang tiba-tiba menutupi wajahnya dengan rambutnya sendiri.

"Asa? Ada apa?" Dari belakang anton bertanya tapi asa bergegas mengusap air matanya tersebut. Dia berbalik kearah anton tapi dengan muka yang masih tertutupi oleh rambutnya, anton ragu. Dia menggeser rambut asa dan mendapati wajah putih asa yang penuh air mata.

"Ada apa?! Jadi kemana bunda dan adik-adikmu?" Tanyanya khawatir.

Anton memberikan air putih untuk asa, sekarang mereka berada di minimarket. Anton menarik kursi duduk di sebelah asa yang masih melamun dengan mata sembab.

"Jika bundamu sudah mengatakan bahwa dia akan kembali, aku yakin dia pasti akan kembali. Percayalah pada bundamu" Ucap anton.

Anton merasa sangat prihatin dan kasihan kepada gadis di sebelahnya itu, dan lebih parahnya lagi dia merasa tidak enak kepada asa karena tidak bisa banyak membantunya. Anton merasa seperti pecundang yang tak bisa berbuat apa-apa hanya kata-kata yang bisa diberinya.

"Bunda dan adik-adikmu lebih baik jika tidak bersama ayahmu bukan? Setidaknya dia akan mendapat sedikit ketenangan, atau jika perlu aku akan meminta pamanku untuk mencari keluargamu? Kebetulan pamanku polisi".

Asa menggeleng. "Tidak, jangan berbuat banyak untukku lagi. Baiklah, kau benar. Bundaku pasti merasa lebih baik jika menjauh dari ayah, dan aku akan percaya bahwa suatu saat bunda akan kembali" Senyumnya. Anton turut memberikan senyuman semangat untuknya.

Asa kembali ke rumahnya untuk mengemasi barang-barangnya, anton juga menyarankan asa agar sebaiknya asa menjauh dari ayahnya terlebih dahulu. Dan anton juga berjanji pada asa bahwa dia akan menjaga asa sebisa mungkin. Asa buru-buru mengajak anton beranjak dari tempat tersebut karena takut ayahnya akan kembali.

.
.
.

Setibanya, anton membuatkan coklat hangat untuk asa.

"Minumlah. Jika kau butuh sesuatu, telepon aku kapanpun kau butuh" Ucapnya duduk di sofa sembari memberikan sebuah telepon yang disediakan untuk keperluan klien menginap. Asa mengangguk sembari meneguk coklat yang masih hangat itu. Anton sebenarnya khawatir jika asa sendirian di rumah yang besar itu, tetapi bagaimana cara dia mengatakan kepada orang tuanya bahwa dia bersama seorang gadis?.

"Omong-omong malam sudah semakin larut. Bagaimana orang tuamu? Bagaimana jika mereka mencemaskanmu?".

Anton menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali ragu untuk menjawab.

"Bagaimana denganmu? Apa kau yakin sendirian disini?" Asa memberikan senyuman mengangguk dan berusaha menyakinkan anton.

"Kembalilah, jangan buat keluargamu cemas".

Walau sedikit berat hati, dia dengan pasrah menuruti perkataan asa. Anton masih khawatir jika asa sendirian, tetapi baiklah. Aku akan kembali besok.

"Semoga kau nyaman disini, katakanlah jika butuh bantuan. Aku selalu siap" Ucapnya di depan pintu sebelum berpamitan dengan asa.

Asa mengangguk senyum.

Akhirnya lelaki itu segera melanjutkan langkahnya menuju rumah. Setibanya di rumah anton sedikit ragu saat hendak membuka pintu rumah, kacau sekali jika ayahnya tahu.

LAMIRON Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang