Kematian Grand Duchess sudah dipastikan menjadi pukulan berat bagi Kim Dokja, begitu yang dipikirkan oleh Aileen. Itulah mengapa dia tidak berkomentar banyak sewaktu tuan mudanya mengurung diri di kamar berhari-hari.
Malam itu, saat Aileen mendengar raungan amarah disusul gema pukulan berontak, wanita itu hanya bisa berdiri di depan pintu dan memejamkan mata. Hatinya teriris luka. Sepanjang malam, Aileen tetap bergeming di depan pintu dengan setia, mencemaskan kondisi tuan mudanya.
Sebelum fajar menyambangi, pintu kamar akhirnya terbuka. Perhatian Aileen segera terpaku pada darah kering di punggung tangan lelaki itu.
"Tangan Anda ...."
Kim Dokja menepis kebaikan yang diarahkan padanya, dilewatinya Aileen begitu saja. "Siapkan sarapan di ruang makan."
Lubuk hati Aileen menggemakan pahit. Namun, tidak ada yang bisa dilakukan Aileen selain dengan patuh membungkuk. "Baik, Tuan Muda."
Pagi itu, sebuah keganjilan terasa menggantung di seluruh kediaman. Bagaimana tidak ketika Tuan Muda dan satu-satunya pewaris sah duduk di meja makan panjang seorang diri. Kim Dokja mengambil kursi terujung yang mana sebelumnya selalu ditempati mendiang Grand Duchess.
Lima pelayan wanita berdiri merapat di dinding, menanti apa bila ada keperluan lain yang dibutuhkan Tuan Muda mereka. Sedang dua ksatria menjaga pintu ruang makan. Kepala Pelayan Mark turut hadir berdampingan Aileen. Pagi ini, pria itu dikejutkan pemandangan kamar yang berantakan. Kesedihan yang bisa terbaca di wajah Aileen turut mengisyaratkan Mark jika suasana hati tuannya terlampau berantakan. Hal itu bisa dimengerti jadi Mark dengan tanggap memerintahkan pembersihan dan menyampaikan pada Kim Dokja bahwa kamar itu akan lekas diperbaiki.
Kendati demikian, jawaban yang Mark dapatkan justru penuturan datar. "Tidak perlu, biarkan saja seperti itu."
Alhasil, para pelayan yang membantu Kim Dokja bersiap pagi ini berusaha untuk tidak menatap ke arah retakan menjalar di dinding, memaksa diri agar fokus membersihkan tanpa berasumsi. Sikap dingin tuan muda mereka membuat tidak ada satu orang pun yang berani membuka mulut. Semua pelayan bertindak sangat hati-hati, berusaha tidak menciptakan biar satu kesalahan kecil.
Sampai detik ini, setiap pelayan mengenakan pakaian hitam tanda berkabung sebagaimana hukum kekaisaran bahwa selama seminggu penuh, baik itu keluarga hingga pengikut dan bawahan, setiap orang harus mengenakan pakaian hitam sebagai tanda duka. Walaupun begitu, di ruang makan yang berbalut atmosfer gelap, satu-satunya putra Grand Duchess justru dibalut pakaian putih.
Dari ujung kaki hingga kepala, Kim Dokja mengenakan warna putih yang kontras. Dia juga memerintah dibawakan anggur meski usianya semestinya belum pantas untuk menenggak alkohol. Mark yang menyaksikan itu tadinya ingin menegur tetapi tatapan tajam Aileen memperingatkannya untuk tak mengambil tindakan sembrono.
Alhasil, seluruh pelayan hanya bisa menunduk tanpa kata, bertindak tidak menyaksikan satu kekeliruan pun.
Kim Dokja makan dengan tenang, tidak terburu atau pun lambat. Dia menikmati setiap potongan yang masuk ke mulutnya. Semenjak dirinya jatuh sakit, indra perasanya juga jadi tak berfungsi. Ini adalah pertama kali setelah sekian lama Kim Dokja dapat menikmati rasa makanan.
Menyesap anggur dari gelas, Kim Dokja mulai memikirkan situasinya saat ini.
Musim semi nanti dia semestinya bergabung ke Akademi Kekaisaran, menuntut ilmu di sana tiga tahun lalu kembali. Namun, Kim Dokja tidak melakukan hal itu di kehidupan sebelumnya. Kepergian ibunya berarti tidak ada yang memimpin keluarga. Untuk itu, Kim Dokja mengorbankan masa remajanya dan fokus mewarisi gelar sebagai Grand Duke.
Dia adalah Grand Duke termuda sepanjang sejarah.
Tadinya, mewarisi posisi itu tidaklah mudah. Keluarga pengikut menyangsikan kemampuannya. Mereka mencetuskan bahwa paman Kim Dokja lebih pantas memegang jabatan, nanti setelah Kim Dokja dewasa dan menyelesaikan pendidikannya di Akademi, barulah Kim Dokja bisa dipertimbangkan menerima gelar.
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Crimson Throne (JoongDok)
Fanfiction[Omniscient Reader's Viewpoint Fanfiction] Sebagai Putra Mahkota Kekaisaran Kaizenix, pengabdian Kim Dokja sudah melampaui batas. Dia berhasil meraih deretan prestasi mengagumkan nan mulia. Sayangnya, itu saja belum cukup. Diserang penyakit yang mem...