[13] Dominasi Mutlak

339 63 13
                                    

Gu Taesong masih mempertahankan wajah tenangnya. "Tuan Muda, mohon maafkan kesalahan saya. Ini adalah kekurangan bahwa saya tidak mendidik bawahan saya dengan baik. Saya berjanji hal seperti ini tidak akan terulang lagi."

Lelaki itu menatap semakin berang pada ksatria tersebut. Pernyataan Gu Taesong yang tidak meralat kata-katanya berarti dia menganggap itu bukanlah hal yang keliru dan kesalahannya hanya terletak persoalan tidak mendidik bawahannya saja.

Kim Dokja menurunkan pedangnya dan berbalik. Ia melempar gagang pedangnya ke lantai. Suara debum keras itu bergema.

Aileen yang menyadari kemarahannya mencoba untuk menenangkannya. "Tuan Muda, mohon redam emosi Anda. Kapten Gu tidak bermaksud buruk."

"Mundur."

Tekanan Kim Dokja membuat Aileen tidak bisa membantah. Ia menarik diri menepikan langkahnya ke koridor menjauh dari lapangan latihan.

Kim Dokja membuka kancing jas serta kancing atas kemeja dan di dua pergelangan tangannya. "Gu Taesong, kalau kau benar maka aku akan menerima kata-katamu tapi kalau kau salah ...." Lelaki itu berbalik sekali lagi menghadap kelompok ksatrianya. "Tidak hanya kau tapi seluruh pasukanmu akan kuanggap telah menghinaku dan kalian semua akan mendapatkan hukuman yang pantas."

Dalam hukum Kekaisaran, menghina seorang bangsawan hukumannya beragam, yang paling ringan adalah cambukkan dan paling berat bisa menjadi pemotongan lidah. Semakin tinggi posisi seorang bangsawan maka semakin ketat etika yang mengikat bawahan.

Dan di Kekaisaran Kaizenix, Kim Dokja memiliki status tertinggi dan paling terhormat di kalangan bangsawan.

Lelaki itu kembali mengangkat pedangnya lurus. "Maju dan buktikan padaku kalau aku salah."

Ini adalah bentuk tantangan. Gu Taesong merupakan Kapten jadi ia pikir tak etis jika dirinya yang maju karena jarak kekuatan. Jadi pria itu meminta salah satu bawahannya yang memiliki kemampuan biasa. Sikapnya yang demikian justru membawa emosi lebih mendidih di hati Kim Dokja.

Lee Sungkook dan Jung Minseob ada di antara kelompok ksatria dan cuma mereka yang berpikir kalau Kim Dokja tidaklah lemah, sebaliknya keduanya merasa merinding membayangkan apa yang bisa dilakukan lelaki muda itu.

Ksatria yang maju bukanlah yang terlemah tapi tidak sekuat itu, dia belum lama bergabung dan baru sekali ikut ekspedisi. Menghadapi tuan muda yang kelak bisa jadi Grand Duke sedikit membuatnya tertekan tapi dia lebih takut membayangkan dihukum oleh kaptennya kalau sampai kalah.

Melihat ksatria yang tampak lebih takut pada Gu Taesong dibanding menghormatinya selaku tuannya, Kim Dokja benar-benar tidak puas.

Di detik ksatria itu mengangkat pedangnya, Kim Dokja sudah melesat ke depan. Kecepatannya seperti embusan angin yang tiba-tiba hadir di hadapan ksatria itu. Namun, si ksatria bukan tanpa pengalaman. Dia dengan gesit memasang kuda-kuda untuk menangkis. Satu tindakan yang membuatnya membulatkan mata tidak percaya saat merasakan seberapa besar kekuatan yang dikerahkan tuannya. Kedua lengannya bahkan terasa kaku setelah baru menangkis satu serangan.

"Terlalu banyak celah." Kim Dokja mendengus kasar.

Dia tidak mengayunkan pedangnya lagi melainkan memutar tubuhnya memberi tendangan di dagu ksatria itu hingga membuatnya terhempas mundur. Belum sampai di sana, Kim Dokja kembali maju saat ksatria itu bangkit berdiri. Dia menjatuhkan beberapa pukulan yang menyerang titik lemah tubuh, memukulkan ujung pegangan pedangnya yang tumpul ke dada ksatria itu sampai ksatria tersebut tidak mampu bangkit lagi dan kehilangan kesadarannya.

Pandangan lelaki itu kemudian mengunci barisan ksatria yang tercengang. Dia tahu ini akan berlarut dan Kim Dokja juga tak keberatan untuk menjatuhkan beberapa antek demi melampiaskan sedikit pengap yang bersarang di hatinya. "Selanjutnya."

[BL] Crimson Throne (JoongDok)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang