Kim Dokja dibawa menyusuri koridor berliku hingga akhirnya tiba di depan sebuah pintu geser. Dua pelayan wanita bergerak membuka pintu geser ganda tersebut, mempersilakannya masuk ke dalam ruangan luas beraroma dupa ringan dari bunga sedap malam.
Di dalam ruangan yang begitu luas terdapat satu meja rendah yang diletakkan tepat di tengah ruangan, sisanya tidak ada perabotan lain atau pun jendela. Ruang itu tampak begitu hampa. Kim Dokja melangkah masuk dalam tempat monoton bernuansa putih tersebut. Pintu geser di punggungnya juga kembali ditutup.
Pandangannya mengunci ke belakang meja, tempat di mana duduk bersila seorang pria berjas putih yang mengenakan sebuah topeng dokkaebi.
"Duduklah, Tuan." Suara ramahnya menyambut.
Kim Dokja duduk bersila di hadapan Master Lelang, terpisah satu meja saja dari pria yang tak menunjukkan wajah aslinya. Tangan Master Lelang menuangkan teh ke dalam cangkir keramik.
"Silakan diminum, Tuan," ujarnya kembali menggeser cangkir ke depan sang tamu.
Tangan Kim Dokja terulur ke depan, dihirupnya aroma pekat teh hijau. Dia adalah penyihir air sehingga kepekaannya pada segala jenis campuran yang menyatu dalam likuid sangat tinggi. Kim Dokja meminumnya setelah memastikan tidak ada racun bercampur di dalam cangkir.
"Penampilan Anda begitu heroik serta menarik perhatian saya, mohon Tuan tidak merasa terbebani atas undangan mendadak saya."
Kim Dokja sedang tidak minat berbasa-basi. "Mari hentikan omongan berlapis kepalsuan ini, aku memang ingin bertemu dengan Master Lelang." Ditaruhnya kembali cangkir ke atas meja.
Sikap blak-blakan pria itu menyentak lengan yang sedang menuangkan teh ke cangkir lain. "Maaf? Boleh saya tahu ada hal apa sampai Tuan berniat menemui saya?"
"Bukan kau, aku tidak punya urusan dengan boneka perantara. Aku ingin berbisnis langsung dengan penguasa yang sebenarnya."
Tidak sekali atau dua kali permintaan seperti ini datang. Selalu saja ada orang yang penasaran dan ingin bertemu penguasa di balik layar.
"Maka dengan sopan saya harus menolak permintaan itu."
Kim Dokja sudah mengantisipasi penolakan ini. "Kau tidak berhak memutuskannya. Kau harus sampaikan semua perkataanku padanya, baru biarkan dia yang memutuskan akan menemuiku atau tidak."
Master Lelang yang mengenakan topeng dokkaebi tetap mempertahankan ketenangan. "Baiklah, saya akan menyampaikan kata-kata Anda pada penguasa saya." Dia ingin tahu memangnya apa yang bisa pria ini lakukan untuk menarik perhatian penguasanya.
Kalimat panjang bernada serius lekas meluncur dari bibir sang bangsawan. "Katakan padanya, aku tahu Mugunghwa ada di balik Jeongui. Aliansi sudah terbentuk. Tidak ada lagi yang bisa dipercaya bahkan tanah kekaisaran yang kita pijak ini."
Kim Dokja perlahan berdiri lalu menatap ke bawah.
"Ketika matahari dan bulan berdiri sejajar maka gerhana akan tercipta dan kegelapan total memenuhi bumi. Saat itu, aksara pun tidak lagi dapat terbaca. Dalam situasi tersebut, sia-sia saja bunga sepertimu berharap warnanya dapat terlihat tanpa cahaya yang menaungi."
Dia percaya bahwa apa yang diucapkannya sekarang pasti akan tiba di telinga penguasa itu tanpa satu kekurangan pun.
"Kalau dia berpikir aku masih tidak masuk akal, bilang padanya jika rumput yang diinjak pun masih membutuhkan matahari untuk tumbuh."
Setelah menyampaikan semua yang perlu diungkapkannya, Kim Dokja membalikkan punggungnya dan pergi begitu saja. Dia bahkan tidak menghabiskan lima menit di ruangan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Crimson Throne (JoongDok)
Fanfiction[Omniscient Reader's Viewpoint Fanfiction] Sebagai Putra Mahkota Kekaisaran Kaizenix, pengabdian Kim Dokja sudah melampaui batas. Dia berhasil meraih deretan prestasi mengagumkan nan mulia. Sayangnya, itu saja belum cukup. Diserang penyakit yang mem...