[12] Eksistensi Baru

509 94 7
                                    

Hari ini kediaman Kim Dokja tidak setenang biasanya. Langkah Han Myungoh selaku Kepala Keuangan mengekori pewaris Duchy dengan irama tergesa.

"Tuan Muda! Saya mohon pertimbangkan kembali!" Pria itu tergopoh mengikuti langkah besar Kim Dokja. Di dekapannya terselip tumpukan lembaran dokumen yang hari ini ditandangani dengan cap yang mewakili nama Grand Duke.

Han Myungoh tidak menyerah. Dia tidak peduli sama sekali meski harus berseru dan membuat keributan. "Ini adalah tindakan yang sangat gegabah! Tuan Muda! Anda tidak boleh menjual tambang batu mana seperti ini!"

Dedikasi Kepala Keuangan dalam menentang keputusannya benar-benar memicu denyut sakit kepala. Andai saja Kim Dokja tidak mengingat jika pria itu adalah orang yang dipekerjakan secara pribadi oleh ibundanya, Kim Dokja sudah dari tadi memecatnya.

Kepala Pelayan Mark hadir tepat waktu menyela sebelum emosi Kim Dokja meledak. "Tuan Muda, ada tamu untuk Anda."

Kim Dokja melempar tatapan penuh arti pada Mark yang segera dibalas lewat anggukan lembut. Dengan demikian, langkahnya kembali bergerak, di punggungnya Han Myungoh tidak bisa lanjut mengejar sebab Mark dengan sigap menahan pria berkacamata itu.

"Tuan, ada beberapa hal yang perlu saya tanyakan pada Anda."

Sekali pandangan mengunci pada Kepala Pelayan, di waktu lain Han Myungoh menatap ke depan, sosok Kim Dokja sudah menghilang dari pandangan dan hanya menyisakan jendela koridor yang terbuka dan bergoyang pelan.

Kim Dokja melompat dari lantai tiga ke dasar menggunakan sihir anginnya. Dua pelayan yang lewat membawa sekeranjang selimut berjengit terkejut mendapati tuannya tiba-tiba jatuh dari langit. Buru-buru mereka membungkuk hormat.

Tanpa mengurangi wibawanya, Kim Dokja mengusap lengan jas merahnya lalu melanjutkan langkah melalui koridor tanpa perubahan ekspresi. Hari ini dia mengenakan setelah paduan merah dan hitam yang dipilihkan cermat oleh Aileen. Beberapa aksesoris permata ruby juga disematkan di kerah hingga kancing pergelangan tangannya.

"Hyung!" Kim Namwoon berlari gegas menghampiri kakak sepupunya. Seluruh pakaiannya diselimuti salju seakan ia baru saja berguling-guling di halaman. Tanpa merasa dingin, Kim Namwoon tertawa bangga. "Aku berhasil menghempaskan pedang ksatria Lee Sungkook hanya dengan menggunakan apiku! Hahahah aku menang tanpa menggunakan senjata!"

Kim Dokja tidak yakin apa Lee Sungkook yang pemalas memang mengalah atau sungguh kalah dari bocah ini. Apa pun hasilnya tidak penting. Kim Namwoon terlihat cukup bersemangat. Sudah sepuluh hari anak laki-laki itu menginap dan dia tidak menunjukkan ketertarikan pulang ke County, entah bagaimana malah menjalin hubungan akrab dengan kelompok ksatria.

Tidak ada surat dari bibinya jadi Kim Dokja juga diam saja. Toh, Kim Namwoon selalu patuh. Tidak mengganggu jika Kim Dokja berkata tidak ingin diganggu, diam ketika Kim Dokja berkata jangan ribut, berlatih keras saat Kim Dokja menyuruhnya belajar. Sikapnya yang seperti itulah yang membuat Kim Dokja tidak menolak kehadirannya.

Kim Dokja mengangkat tangannya, diusapnya surai perak halus anak laki-laki yang lebih muda dua tahun darinya. Satu usapan yang membawa semua salju di pakaian Kim Namwoon meleleh menjadi partikel air lalu semua bulir air itu mulai mengalir pergi. Dalam sekejap, Kim Namwoon sudah kering seperti sedia kala.

Senyum anak itu kian merekah lebar. "Terima kasih, Hyung."

"Lain kali, jangan biasakan pakaianmu basah. Tetes airnya akan menodai lantai."

"Baik."

Kim Dokja membawa langkahnya menuju ruang tamu sambil Kim Namwoon tidak hentinya bercerita di sisinya. Seusai lelah menyebutkan berbagai hal tak penting. Kim Namwoon akhirnya mengutarakan hal yang sering dipikirkannya belakangan ini.

[BL] Crimson Throne (JoongDok)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang