Bab 1 (Gejolak Alam)

31 7 0
                                    

Sinar mentari menembus ruang. Suara burung riuh terdengar bersahutan menyambut datangnya fajar. Ayam jago berkokok seolah membangunkan rakyat Kerajaan Valha untuk bersiap memulai aktivitas. Suasana sejuk nan indah terasa asri.

“Hak, hak, hak.”

Dari kejauhan terdengar suara prajurit sedang berlatih di barak latihan.

Prok, prok, prok.

Hentakan kaki dari prajurit terdengar garang.

Seiring naiknya mentari, pakaian baja para prajurit pun berkilauan terpapar sinar.

Terlihat seorang pemuda berambut hitam menunggangi kuda berwarna putih mendekat. Ia adalah Alessio, putra mahkota Kerajaan Valha. Alessio bergabung dengan para prajurit dan melakukan latihan.

Hari yang terasa damai itu sayangnya tidak berlangsung lama, karena tiba-tiba burung-burung terbang tidak seperti biasanya. Hewan-hewan lainnya juga banyak yang berlarian panik.

Alessio menduga ini adalah pertanda alam. Ia pun bergegas kembali ke kerajaan untuk memberitahukan hal ini kepada ayahnya, tetapi sepertinya orang-orang di istana juga sudah mengetahuinya. Di depan singgasana raja, penasihat kerajaan terlihat tengah menghadap. Sudah pasti ia ingin melaporkan sesuatu.

“Baginda, kita menghadapi ancaman besar. Gunung di wilayah selatan akan meletus dan hal ini diperkirakan akan memicu ombak pasang yang akan menghantam pesisir,” kata penasihat kerajaan.

Raja Rodrigo tampak mengangguk kecil. “Kita harus bertindak cepat untuk menyelamatkan seluruh rakyat. Alessio, apa yang kausarankan?” tanya sang raja sembari melirik putranya.

“Ayah, kita harus segera berangkat ke wilayah pesisir untuk mengevakuasi penduduk ke tempat yang lebih aman. Bukit Utara bisa menjadi tempat penampungan sementara,” kata Alessio memberi saran.

“Baiklah. Kirim pasukan untuk mempersiapkan tempat penampungan di sana. Pastikan persediaan makanan, air bersih, dan obat-obatan tercukupi,” perintah Raja Rodrigo kemudian.

“Ayah, izinkan aku ikut membantu. Aku ingin memastikan mereka benar-benar aman,” pinta Alessio

Raja Rodrigo tersenyum bangga. “Tentu, Alessio. Ini adalah saat yang tepat untukmu menunjukkan kepemimpinan. Pastikan kau tetap berhati-hati dan selalu berkoordinasi dengan panglima kerajaan.”

“Terima kasih, Ayah. Aku tidak akan mengecewakanmu.”

“Baiklah. Kita punya tugas besar di depan. Lakukan yang terbaik untuk kerajaan dan seluruh rakyat. Semoga kita semua selamat dari bencana ini.” Sang raja memerintahkan kepada punggawa kerajaan untuk mengutamakan keselamatan rakyatnya.

Rombongan Alessio dan panglima kerajaan segera berangkat. Setelah menempuh perjalanan sehari semalam, mereka akhirnya tiba di Bukit Utara. Mereka bersiap menyiapkan tenda-tenda dan makanan.

Alessio dan panglima kerajaan sendiri tengah memantau keadaan di pesisir dari ketinggian bukit. Mereka bisa melihat wilayah pesisir dengan pemandangan gunung berapi yang mengepulkan asap tebal di seberang lautan sana.

Alessio menyadari, ia dan pasukannya tidak boleh mengulur waktu dan harus secepatnya berangkat ke pesisir sebelum gunung berapi benar-benar meletus. Namun, sebelum Alessio dan pasukannya berangkat, gempa bumi tiba-tiba terjadi.

Dari tempatnya, Alessio melihat rumah-rumah roboh, disusul meletusnya gunung berapi. Tak berlangsung lama, datanglah ombak besar menyapu.

“Ayo, kita harus bergerak cepat!” seru Alessio kepada seluruh pasukannya yang segera menaiki kuda masing-masing dan melaju di belakang kuda Alessio.

Alessio EmiliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang