02

876 43 0
                                    

Pulang sekolah rumah sangat sepi, ayahnya dinas ke luar kota. Nathan memandangi sobekan kertas bertuliskan angka yang ia yakini nomor telpon naren, adik kelasnya memang tidak sopan, padahal yang butuh dia, kenapa nathan yang harus menghubungi duluan.

Tanpa berganti pakaian ia duduk di kursi belajar, membuka laptop dan mencari sesuatu di internet.

Tanaka Narendra.

Muncul. Akun sosial media yang memiliki followers lumayan, foto foto aestetic, dan komentar komentar penuh pujaan seperti yang sering ia dapati di akun artis. Namun tak ada satupun yang di balas, dasar nyeleb.

Nathan mensrcoll postingan satu persatu, hampir seluruhnya naren tersenyum manis persis seperti saat tersenyum padanya. Cantik.

"Woii!"

Laki laki itu hampir terjatuh saking kagetnya. "Jancuk lo Dan!" Umpat nathan.

Daniel cengengesan. "Lagian lo ngelamun bae, tumben tumbenan ga belajar."  Sepupupu nathan itu ikut melihat apa yang nathan cari di internet, dahinya berkerut. "Ini anaknya Reiga Cantika yang ilang itu kan?"

"Ilang?"

"Rumornya sih minggat di gaet bule bule luar, ninggalin suami sama anaknya ini."

"Dia adek kelas gue."

Daniel membaringkan tubuhnya ke kasur nathan, sudah hal biasa ia masuk seenaknya ke kamar sepupunya. "Sejak ibunya Naren minggat, tu anak ngga ada main film lagi, langsung ilang dari dunia entairtement."

Nathan menyusul di sebelahnya, tertsrik mendengarkan. "Kok lo tau?"

"Satu sd dulu."

Owalah.

Nathan mengambil ponselnya dari tas dan mulai mengetikkan sesuatu.

Nathan
Besok jam 3 sore, di carmila's caffe. Jangan telat.

Naren
Oke

Nathan mendengus melihat balasan singkat adik kelasnya.

***
P

aginya.


Setengah jam nathan duduk sendirian di salah satu kursi yang letaknya ada di sudut, jadi lumayan sepi. Namun yang di tunggu tak kunjung tiba, buku matematika yang baru saja di baca ia letakkan di meja. Hatinya jengkel, kenapa naren telat di pertemuan pertamanya?

Pesan yang sedari tadi ia kirim tak menunjukan balasan, panggilannya juga tak sekalipun di angkat.

Waktu itu seperti emas bagi nathan, naren sangat tidak menghargai waktunya, ia merasa tersinggung atas perilaku naren. Hampir seluruh orang memperlakukan dia dengan baik, ini kali pertama ada orang yang seenaknya padanya setelah ayah dan daniel tentunya. Ia yang di butuhkan disini.

Huufft..

Tak sabar akhirnya ia meninggalkan caffe setelah membayar minumannya. Nathan mengemudi mobilnya untuk pulang, hatinya masih mangkel. Hari minggunya buruk.

Namun di tengah perjalanan ia melihat siluet yang familiar, berjalan tertatih tatih melawan arahnya. Nathan meminggirkan mobilnya untuk memastikan, benar itu naren. Kenapa bocah itu jalan kaki? Dan caranya berjalan aneh sekali, seperti habis terguling ke jurang saja. Pakaian anak itu sangat tertutup, hoddie kebesaran membungkus tubuh mungilnya.

Namun yang paling aneh menurutnya bukan itu, namun tatapannya. Tatapannya sangat kosong, senyuman yang biasa ia lihat kini tak ada, wajahnya nampak begitu datar.

Gue normal. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang