Jam kerja di perusahaan X masih berjalan. Harri baru selesai belanja di salah satu minimarket terdekat. Hanya segelas kopi susu yang ia minum dalam perjalanan, sebungkus roti sandwich, dan beberapa makanan ringan. Begitu Harri datang, banyak karyawan menyambutnya dengan secarik kertas. Kalau bukan tanda tangani, sekadar periksa isinya. Dirasa tak ada yang mengganggunya, Harri niat masuk ruangannya. Tentu pria itu sempat lihat bagaimana Uma bekerja teramat fokus.
Uma kalau serius cantiknya nambah dua kali lipat, jerit batin Harri di balik senyum tipisnya. Baiklah, Harri juga harus sibuk. Ia tak boleh kalah dari istrinya, jadi bukalah pintu dan....
"Loh? Kak Silvi mampir kemari?" Sesaat Harri terkejut campur takut, tapi secepat mungkin ia ubah ekspresi menjadi ramah. "Mau roti? Atau snack? Aku beli banyak."
Silvi tak jawab, tapi tangannya meraih snack keripik kentang. Mereka duduk berhadapan layaknya pertemuan atasan dan bawahan dengan Harri duduk di kursi singgasana.
"Kak Silvi ... pasti nemu beberapa kesalahan ya selama aku yang pimpin?" Bila bertatap muka dengan Silvi, Harri suka menebak-nebak ketimbang banyak tanya.
"Tidak juga," sahut Silvi cuek. Dia lebih milih menikmati setiap gigitan snack keripik kentang.
"Serius?" Wajah Harri begitu cerah mendengar kesan kakaknya mengamati kinerja karyawannya. Namun, jangan sampai rasa senang yang tampak di wajah ini terlihat oleh Silvi. "T-tapi bila ada kesalahan karyawan yang bikin Kakak risi, katakan saja sejujur----"
"Perhatikan isi laporannya," potong Silvi melirik tajam. Tatapannya buat Harri bergidik ngeri.
Oh, soal isi laporan. Baik Harri katakan saja. "Kak Silvi, tadi pagi Uma dalam masalah."
Seketika Silvi berhenti makan. Rahangnya mengeras seperti kepalan tangan di meja. "Katakan."
"Sebenarnya bukan hanya Uma sih, Kak. Habis periksa semua file yang masuk, beberapa hasil laporan karyawan juga isinya kacau balau. Tapi, Uma yang paling parah. Aku nggak tau apakah Uma sengaja kirim file dokumen sama PDF-nya atau nggak, tapi Uma terselamatkan lewat isi file laporan versi PDF."
"Kau lupa? Dari dulu mama sudah kasih tau kalau hasil laporannya dikirim bersama versi PDF untuk keamanan. Semenjak kamu gantikan saya, aturan itu malah dihapus."
"S-serius?" Harri mengerjapkan matanya tak percaya. Sikapnya bikin Silvi berdecak kesal.
"Selama ini kamu nggak perhatikan email masuk dari karyawanmu sendiri?"
Dan Harri menggeleng lemah. Dasar adik payah. Wanita tanpa ekspresi itu mencebik dalam hati. "Kau sudah periksa CCTV? Jangan bilang kamu belum periksa lagi."
"A-aku sudah periksa kok." Sejenak Harri menatap monitor selagi tangannya bergerak cepat di atas papan ketik. "Ternyata Clarissa subuh-subuh datang kemari buat otak-atik komputerku."
"Anak itu benar-benar...." Membayangkan wajah Clarissa saja Silvi jadi gigit jari. "Panggilkan Uma ke sini. Sekarang!"
"S-siap!" Harri bergegas keluar untuk panggil Uma. Silvi bisa dengar teriakannya. Beruntung sangat Uma sangat cekatan, buktinya dia berdiri selang semenit dari pemanggilannya.
"Apa saya melakukan kesalahan lagi?"
"Lagi?" Kerutan tampak jelas di kening Silvi. Andai Harri atau Uma tahu, dadanya kini berdebar karena amarah. Ia beranjak dari kursi dan menarik tangan Uma supaya pergi bersama.
"K-kak Silvi?" Uma harus bisikkan namanya bila hubungan mereka tak mau diketahui publik. Wanita yang jauh lebih tinggi dari Uma langsung minta masuk mobil. Tangan Silvi sangat lincah kala operasikan kendaraan roda empat ini. Mereka pergi keluar perusahaan dengan kecepatan tinggi bahkan sempat mencetak bekas ban. Entah mereknya apa, tapi pasti mobil mewah.
KAMU SEDANG MEMBACA
CEO Kejam untuk Cewek Dingin
RomanceUma adalah seorang manager perusahaan X yang terkenal dengan disiplin dan rajin. Namun, tiba-tiba ia dipanggil menghadap nyonya besar perusahaan. Alih-alih mendapat surat peringatan akan kesalahan yang bahkan Uma tak tahu apa, beliau memintanya untu...