Jam kerja hari ini sangat kacau. Selepas ikut Silvi menemui direktur perusahaan Z, Uma yang kembali bekerja langsung dicecar banyak pertanyaan dari rekan kerja. Kana apa lagi, nyerocoos mulu kasih banyak soalan sampai Uma pening.
Apakah penderitaan Uma akan berhenti di situ? Oh, tentu tidak. Di rumah, Uma disambut muka tegang satu keluarga kecuali Silvi dengan tampang datar. Mereka bukan sekadar terkejut dengan kedatangan Uma, tapi juga tak percaya akan buku rekening dalam genggaman Mia.
Siap-siap aja ditanyain sampai mereka puas, kata batin Uma di balik senyum canggungnya. "K-kok muka kalian kayak gitu?"
"Uma...." Mulut Mia terbuka tanpa keluarkan banyak kata. Pandangannya beralih pada buku rekening. Kepala Mia tampak mau menggeleng tapi tak jadi, malah tengok Silvi sebelum Mia menghela napas gusar.
"Apa?" Tentu Silvi tersinggung dengan cara kakaknya menatap. Uma juga bakal begitu sih.
"A-aku nggak tau kalian berbuat apa sama keluarga dari perusahaan Z, tapi uang 500 juta?" Mia melotot sambil lirik Uma dan Silvi. "Kalian nuntut apa sampai mereka kirim uang segitu ke rekening perusahaan?"
"Mungkin ada hubungannya sama masalah Uma di kantor, Kak," jawab Harri memandang Uma sambil tersenyum lembut, seperti minta Uma agar mengiyakannya.
"Masalah? Masalah apa?" Kali ini Kania yang bertanya.
"Kesalahan fatal." Dan Silvi yang menjawab tanpa berikan penjelasan rinci. Terkadang Uma heran dengan kelakuan mereka, khususnya Silvi dan Harri. Kalau mereka mau bantu Uma, setidaknya kasih mereka penjelasan soal masalahnya! Alhasil, semua mata Mia dan sekeluarga tertuju padanya untuk menuntut penjelasan.
Kampret anjir. Uma pun ceritakan semuanya. Kekacauan hasil laporan ketika Uma baru datang. Jam istirahat yang terpakai untuk perbaiki hasil laporan kemarin. Uma yang kehilangan konsentrasi. Lalu paksaan Silvi agar mengikutinya dan berakhir seperti sekarang.
"Kok bisa-bisanya Clarissa kayak gitu?" Mia menggumam murka. "Apa jangan-jangan dia sama keluarganya hadid di pesta pernikahan kalian?"
"Baru tau?" Silvi mendengus sinis yang dibalas tatapan nyalang. "Intinya, saya mau uang ganti rugi itu dibagi dua. 70% untuk perusahaan, sisanya untuk Uma."
"B-buat aku?" Uma langsung terbelalak kaget. Uang? Uang yang segitu banyak itu buat Uma? Benaknya langsung menjerit: JANGAN BERCANDA ANJIR! "Ng-nggak usah. Saya nggak lakuin apa-apa----"
"Atur uang Rauma sebaik mungkin, Harri." Alih-alih meladeni Uma, Silvi malah bicara dengan adiknya. Dia membisikkan sesuatu. Entah apa yang Silvi ucapkan, tapi raut muka Harri lekas mengeras dan mengangguk satu kali. Tanpa pamit, Silvi pergi menuju kamarnya. Wanita itu sempat Mia tahan untuk pertanyakan soal nasib hubungan Harri dengan Clarissa, tapi....
"Itu urusanmu, kan? Saya dari dulu nggak mau ikut campur." Jawaban Silvi merangsang rasa penasarannya. Begitu wanita muka datar itu masuk kamar, barulah mereka bisa santai, termasuk Uma sendiri.
"Ampun dah si Clarissa pake ketemu sama Silvi." Mia mengerang frustrasi. Beruntung sang suami punya kesabaran tinggi selagi menenangkan Mia. "Mana cari masalah lagi."
"Apa boleh buat, Mia," ucap Nyonya Besar menyesap teh yang kehilangan panas. "Itu keputusanmu dan Silvi memang tak setuju dari awal. Kau lah yang harus bertanggung jawab dengan perbuatan Clarissa, bukan Silvi. Harusnya kau bersyukur Silvi masih mau turun tangan selesaikan masalah Clarissa sama Rauma."
Sungguh, Uma makin penasaran dengan rahasia di balik keluarga harmonis ini.
****
Ini mungkin kali pertama Uma melihat sisi buruk keluarganya. Harri takkan kaget. Ia sudah menduga kalau istrinya kebingungan. Mau bagaimana lagi? Harri kepingin ungkapkan semua rahasia keluarganya agar Uma bisa menerima kehadirannya. Tapi, ia belum siap. Berikanlah ia waktu sampai merasa mampu mengungkapkan tanpa beban, atau biarkan Uma tahu sendiri secara perlahan. Pria jangkung itu berniat keluarkan ponsel sebelum mengubah rencananya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CEO Kejam untuk Cewek Dingin
RomanceUma adalah seorang manager perusahaan X yang terkenal dengan disiplin dan rajin. Namun, tiba-tiba ia dipanggil menghadap nyonya besar perusahaan. Alih-alih mendapat surat peringatan akan kesalahan yang bahkan Uma tak tahu apa, beliau memintanya untu...