Chapter 3

15 3 0
                                    

Aku pernah mendengar cerita dari ibuku. Jika saja aku diberikan pilihan oleh semesta antara memiliki harta seluas langit dan bumi atau ilmu seluas langit dan bumi. Pilihlah ilmu, itu akan selalu memenangkanmu. Diriku yang mungil itu tidak pernah mengerti apa yang dimaksud ibuku, apa gunanya ilmu? Apa manfaatnya jika kita tau? Namun, ada suatu hal besar yang belum kuketahui pada masa itu. Energi yang dapat mewujudkan semua ilmu.

Namun, lebih dari itu, ilmu adalah sesuatu yang unik. Lebih berharga dari semua harta di dunia atau mungkin bahkan lebih berharga dari dunia itu sendiri. Semuanya berasal dari ilmu dan semuanya terwujud melalui ilmu. Yang membuat tidak tahu menjadi tahu dan yang membuat tiada menjadi ada. Itulah yang nenek moyang hingga seluruh manusia saat ini yakini, ilmu lebih berharga dari apapun.

Mereka yang berilmu tentu memiliki kesempatan lebih dari manusia biasa, orang di hadapanku ini tiada bedanya. Ia merupakan salah satu orang yang berilmu. Orang seperti mereka disebut-sebut sudah mengalami transendensi sehingga melampaui manusia biasa. Seorang transenden."Kau cukup lamban." Berwyn bergerak cepat ke sampingku sembari mengarahkan pedangnya, aku menghindar tetapi tidak cukup cepat. Pipiku tersayat lagi oleh pedangnya, itu cukup bagus dengan memikirkan resiko bahwa kepalaku bisa saja terpenggal begitu saja.

"Haha! Aku tidak pikir kau akan selemah ini." Melihat dari sikapnya yang sombong aku cukup yakin, berilmu tidak memberimu kebijaksanaan. Yah, aku pun tidak ada bedanya. Aku mungkin seperti hiu yang mencium bau darah sekarang.Aku tidak membalas ejekannya, melainkan semakin fokus. "Hm?" Tanganku secara refleks menangkap sebuah anak panah yang terbang ke arahku dan hampir mengenai kepalaku. Benar, aku tidak hanya menghadapi Berwyn. Aku harus menghadapi empat orang lainnya.

"Baiklah, sepertinya aku harus menganalisis situasi saat ini. Seorang transenden, pemanah, pengguna pedang, pengguna tombak, pengguna kapak dan perisai yang besar."Ini mungkin sedikit lebih sulit dari dugaanku. Ditambah, ada apa dengan cuaca ini? Aku memandangi langit yang gelap dan dipenuhi suara guntur. Bulu kudukku merinding dengan menyaksikan fenomena ini. Berwyn, dia benar-benar,

"Argh!!!" Saat aku tengah melamun, Berwyn menyerudukku dengan sangat cepat. Aku hampir tidak bisa menghindarinya, tapi untungnya aku berhasil. Setelah aku menghindar ke samping, salah satu bawahannya menyerangku dengan tombaknya dari belakang.Aku memiringkan kepalaku untuk menghindari serangannya, tapi tanpa aku sadari perutku terkena tebasan dengan cepat dari bawahannya yang lain. Aku sempat melawan balik dengan meninjunya hingga terlempar beberapa meter dariku. Lukaku tidak begitu dalam, tapi darah tetap menetes keluar.

Tak sampai situ, pengguna tombak di belakangku tidak berhenti menyerangku dan itu sedikit membuatku muak. Aku menggenggam tombaknya dan mendorong ujung gagang tombaknya ke arahnya sehingga membuatnya terdorong sedikit ke belakang. Tanganku menarik tombak dengan keras, membuatnya melepaskan senjatanya secara paksa. Aku mengayunkan tombak dan menyata wajahnya dan kemudian menendangnya hingga terlempar.

"Dua orang sudah tumbang." Aku mencoba menyimpulkan situasi sejenak. "Sialan!" Sebuah anak panah meluncur ke arah kepalaku, lagi-lagi aku secara refleks menangkapnya dengan tangan kosong.

Apa hanya ini kemampuan mereka?

"Kamu lumayan kuat, Raif." Berwyn tersenyum ke arahku. Ia meletakkan pedangnya di pundaknya seolah menunjukkan superioritasnya. "Tidak, aku yang sekarang sangat lemah."Tenagaku belum pulih sepenuhnya. Namun, jika aku menghemat dan menggunakan kekuatanku seperlunya. Aku bisa memenangkan taruhan ini.

"Tetap saja, orang sepertimu sepertinya cukup mengetahui mengenai ilmu." Mataku sedikit menyipit setelah mendengar tanggapannya. Dia tidak salah, aku mengetahui dengan cukup. "Lalu, kenapa?"Berwyn menunjukkan senyum yang aneh dan pada saat itu aku baru sadar niat aslinya. Namun, aku terlambat menghindar. "ARGH!!" Sebuah petir dengan cepat menyambarku. Rasa sakitnya menjalar hingga ke seluruh tubuhku, dari ujung kepala hingga ujung kaki. Petir ini terus menyambar hingga beberapa detik sebelum akhirnya berhenti.

Titik BalikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang