Perjalananku berlanjut dengan seseorang yang kini berada di punggungku. Kedua tangannya merangkul pundak dan leherku sedangkan aku memangku kedua kakinya di tanganku. Seorang budak perempuan yang lusuh. Awalnya aku mengira ia lebih tua sejujurnya, tapi aku rasa umur kami tidak begitu jauh. Berwyn mengatakan namanya Alifia, jika aku tidak salah. Aku terus berjalan menyusuri jalan yang ditujunjukkan Berwyn kepadaku, tidak secara langsung, aku membacanya lewat buku hariannya. Di sana juga tertera peta dunia yang mencangkup semua kerajaan yang ada dan beberapa tempat yang ia tandai, salah satunya adalah Desa Atirath. Aku setidaknya bisa menebak dimana aku berada sekarang lewat peta itu dan petunjuk di buku hariannya.
Jika boleh jujur, aku merasakan kejanggalan yang luarbiasa. Tidak sedikitpun pengetahuan ini sampai padaku sebelumnya, aku seolah-olah baru diajari cara berjalan lagi. "Ibu, kenapa kamu tidak pernah bilang apapun tentang ini?" keluhku.
Kerajaan-kerajaan dan hal-hal ini. Aku tidak pernah mengetahuinya, tidak pernah aku mengetahui apapun di tempat itu kecuali darah dan penyesalan. Aku menghentikan langkahku yang sudah berjalan selama lebih dari tiga jam. Pandanganku merujuk kepada sebuah pohon rindang yang disinari langsung oleh cahaya bulan. "Sebaiknya aku istirahat dulu." Aku mendekati pohon tersebut dengan perlahan dan berbalik badan. Kemudian aku dengan perlahan berjongkok dan mencoba membuat Alifia melepaskan rangkulannya dan berakhir di posisi duduk. Kedua matanya masih tertutup dan tak sadarkan diri, ia terbaring lemas. Melihat dia seperti ini membuatku ingat bahwa aku belum makan berhari-hari dan tinggal menunggu waktu sampai ini akan menyiksaku.
Aku melihat dan mengamati sekitaranku yang dipenuhi rerumputan hijau dan pepohonan, ini sudah masuk wilayah hutan sebenarnya. Untungnya aku menemukan tempat di bawah pohon rindang ini yang dihiasi rumput hijau yang lembut. Alifia terbaring di bawah pohon itu, tubuhnya sebagian diterpa sinar bulan dan pakaiannya yang sedikit minim membuatku merasa sedikit kasihan. Aku menanggalkan jubahku dan menyelimuti Alifia dengan itu. Berharap bahwa itu cukup memberinya perlindungan terhadap dingin. Setelah itu, aku duduk di sebelahnya dan menahan kepalanya yang menyender di pundakku.
Kedua mataku mencoba untuk tidur, tapi aku memaksa diriku sendiri untuk membaca sedikit lagi buku harian Berwyn yang pada akhirnya aku masukkan kembali ke tas selendangku. Setidaknya kini aku tau persis dimana aku berada, dekat dengan perbatasan Kerajaan Varsha dan Kerajaan Ignis. Desa Atirath berada beberapa jam perjalanan lagi dari sini. Kalau boleh jujur, aku tidak pernah menyangka dengan keadaan yang kini aku hadapi. Tidak pernah terpikir di dalam benakku mengenai bentuk dari dunia itu sendiri, aku tidak pernah berpikir bahwa dunia terdiri dari satu lempengan besar yang terbagi menjadi beberapa wilayah. Rasanya seperti aku adalah seorang buta yang baru mengenal cahaya untuk pertama kalinya.
Satu dekade, aku "tersesat" selama itu. Bahkan hingga kini pun aku yakin aku masih. Semua tindakan yang aku lakukan semalaman ini hanya bersumber dari instingku semata. Aku tidak benar-benar mengerti kenapa aku mau menolong wanita ini, tidak, aku tidak berniat menolongnya bukan? "Aku tidak paham." Setelah terbiasa mencabut nyawa seseorang, menyelamatkan satu terasa sangat asing bagiku. Apakah ini hal baik? Aku tidak mengerti, apa yang menjadi pembeda antara baik dan salah?
Meskipun secara teori aku mengerti, tapi aku masih belum sepenuhnya paham. Apakah tindakan yang salah itu disebut demikian karena menimbulkan penyesalan? Atau apa memang hakikatnya seperti itu? Atau mungkin tidak ada yang baik dan salah. Semuanya hanya bias setiap manusia terhadap "Kebenaran".
"Apakah aku harus benar-benar berhenti membunuh?" Penyesalan itu masih membekas hingga detik ini. Namun, aku masih kurang yakin kenapa aku merasakan kegelisahan. Apakah karena aku merasa bahwa mencabut nyawa seseorang itu menyenangkan? Mungkin karena itu aku gelisah? Aku tidak tahu. Yang pasti, aku sekarang tidak akan membunuh terlebih dahulu sebisa mungkin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Balik
FantasySebuah sejarah yang terlupakan pada zaman mistis, di dunia yang kaya akan pengetahuan dan kekuatan. Zaman emas untuk transendensi. Di dunia yang tampak damai di permukaannya, ada seorang pemuda bernama Raif Altair yang menyembunyikan rasa bersalah d...