Chapter 6

14 3 0
                                    

Pada gelapnya malam, rembulan menyinari hutan tempat aku dan Alifia melewati malam untuk sementara. Di balik pepohonan yang lebat itu, terdengar suara dentuman keras seolah dua senjata besi saling bertabrakan. Sebuah tinju melesat ke arahku, menghantam perut dan wajahku hingga membuatku terpental akibat gaya yang begitu kuat mendorongku dalam waktu sepersekian detik. Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba memproses apa yang baru saja terjadi. Sekilas, aku melihat sesuatu, muncul dari balik Alifia.

"Alifia? Di mana dia?" Pandanganku teralihkan ke tempat di mana Alifia baru saja tidur. Nihil, tidak ada orang di sana. Ketika aku mencoba mencari di mana Alifia, serangan lain melaju ke arahku. Lagi-lagi, aku tidak sempat bereaksi dengan cepatnya tinju itu melesat ke wajahku. Namun, kali ini aku mencoba menahannya dengan sekuat tenaga agar aku tidak terdorong akibat serangan itu.

Kepalan tangan makhluk itu terus menempel di pipi kiriku, kini aku bisa melihat jelas siapa yang menyerangku. Pupil mataku seketika melebar, "Alifia?" Mau dilihat dari manapun, ini adalah gadis yang sama yang aku selamatkan. Diriku yang terkejut tidak bisa menahan rasa shock  yang tiba-tiba saja mencekik dadaku, "Kenapa Alifia?!" Melihat matanya membuatku sadar, yang kini ada di dalam tubuh itu bukanlah Alifia. "Si-Siapa kamu?!!" Tanganku melepaskan kepalannya yang menempel secara paksa. Bogem kananku seketika meninju perut makhluk yang merampas tubuh gadis yang sebaya denganku itu. Meski sudah kukerahkan banyak tenaga dalam tinju itu, makhluk itu tidak bergerak sedikitpun. Rasanya seperti meninju perisai yang terbuat dari logam yang sangat kuat. 

Makhluk itu tersenyum, dia perlahan menatapku secara lekat dari jarak yang cukup dekat. Aku dapat melihat mata Alifia yang sepenuhnya menjadi putih. Wajah itu tersenyum liar ke arahku hingga tertawa terbahak-bahak. "Lemah." Tidak lama, aku merasakan diriku sudah melayang di udara menembus dedaunan pohon. Dia mungkin saja melemparku dengan sangat cepat hingga aku berada di posisi seperti ini. 

Rembulan menyinari cahayanya malam itu hingga menerpa wajahku. Aku bisa melihat juga sesosok bayangan yang tiba-tiba muncul di atasku dan bersiap-siap menyerangku. 

"Aku tidak bisa terus-terusan menerima serangan, ini harus berakhir." Setidaknya seranganku harus mencapainya sekarang. Jika aku tidak bisa melakukannya tubuhku bahkan tidak bisa menahan serangannya selanjutnya apabila skalanya lebih besar dari yang sebelum-sebelumnya. Antara ini atau mati. 

Kedua tanganku saling merapat dan mulutku terbuka untuk merapalkan sebuah rapalan. Angin kencang yang dingin menerpa tubuhku ketika aku mengikuti arah gravitasi. Aku harus cepat atau aku akan mati.

"Senyumannya lebar.. hasrat yang membakar... mata yang menatap jiwa..." 

Makhluk itu semakin kencang dan aku bisa melihat tinjunya mulai mendekatiku ketika aku mencoba meringkas rapalanku. Memang dengan seperti ini, kekuatan seranganku akan berkurang, tetapi ini cukup.

"Bakarlah segalanya!"

Jari telunjuk dan jari tenganhku menunjuk ke arah wajah makhluk tersebut yang secara kebetulan sudah hampir menyentuhku. Dari kedua jariku muncul sebuah bola api kecil yang padat, hingga seketika bola api kecil itu meledak dan membakar wajahnya secara signifikan. Wajah Alifia yang terlihat masih aku kenali, terbakar kulitnya hingga aku bisa melihat dagingnya yang perlahan gosong akibat api tersebut. Sekilas, aku bisa melihat apiku menembus hingga terlihat sedikit tengkorak milik Alifia.

"Lagi-lagi, aku melakukannya lagi. Maafkan aku, Alifia. Aku tidak bisa menjagamu."

Aku mengingat masa lalu dimana aku membakar orang-orang itu dengan cara yang sama. Anak-anak, perempuan, seorang ayah, seorang ibu, semuanya tanpa terkecuali. Aku melihat mereka terbakar hingga tulang-belulang mereka menjadi abu. Aku bersumpah tidak akan melakukannya lagi, tapi sepertinya aku mengingkari janjiku. Baik padaku maupun padamu, Alifia. Maafkan aku. Sungguh, maafkan aku. 

Titik BalikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang