Alaska memakai inhalernya setelah asmanya kambuh lagi. Hidungnya tersumbat saat angin malam yang dingin menerpa dirinya. Tubuhnya yang hanya terbalut kemeja, benar-benar tidak membuatnya merasa kehangatan, karena itu ia ingin membeli sweater. Tapi pada akhirnya ia tetap kedinginan.
Kaki alaska baru saja menginjakkan lantai rumah. Ia lalu membuka pintu ruang tengah dan mendapati ayahnya yang sedang tertidur di depan tv yang masih menyala. Ia pun mengambil selimut dan menutupi tubuh Erga agar tidak kedinginan. Setelah itu Alaska mencari makanan di dalam kulkas walau ia hanya bisa kembali memasak telur.
Di ruang yang sempit, Alaska tidak bisa tertidur. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 3 malam. Ia lelah tapi tidak bisa beristirahat dengan baik membuat Alaska menatap sekitar ruangannya dengan harapan agar ia mengantuk.
Pandangannya lalu menangkap sebuah kalung yang sengaja Alaska gantung di lemarinya. Kalung yang sejak dulu ia punya dan menjadi satu-satunya bukti tentang keberadaannya.
Kalung yang biasa atau malah aneh. Sebenarnya itu adalah pin yang sengaja Alaska buat seperti kalung dengan menambahkan rantai kecil agar Alaska bisa menggantungnya. Pin bertulisan huruf A sesuai namanya. Hanya itu peninggalan semasa kecilnya, Alaska berpikir itu adalah namanya yang diberikan kedua orang tuanya.
Sesungguhnya Alaska kadang memikirkan wajah asli kedua orang tuanya dan alasan mengapa dirinya berada di panti asuhan sejak umur 4 tahun. Tapi Alaska tidak mau berlarut dalam pikiran seperti itu karena jawabannya tidak ada. Dicaripun Alaska tidak ada waktu. Ia juga tidak berharap banyak pada kedua orang tuanya karena Alaska tidak mengingatnya. Ia hanya mengingat dulu semasa kecil ia bermain pasir bersama beberapa anak seusianya? mungkin lebih tua. Tapi wajah mereka tidak bisa Alaska ingat.
Alaska lalu memejamkan matanya. Ia akan menemukan kebahagiaannya dari hal kecil. Seperti bersyukur atas hal yang ia punya. Alaska selalu menanamkan pikiran seperti itu agar ia bisa bahagia. Agar ia bisa mencintai dirinya. Itulah harapan Alaska.
🍭
"Gue mau ke kampus Nu," ucap Alaska saat Hanu malah memberikannya setumpuk buku tugas sekolahnya disaat Alaska hendak keluar dari kamar.
Hanu tidak mendengar, tidak ingin tahu bahkan menghalangi pintu keluar. "Bantuin gue, kenapa lo selalu gamau. Lo kan pinter."
"Tapi gue mau ke kampus," ucap kembali Alaska dengan nada sedikit meninggi membuat Hanu mendorong bahu kecil Alaska dengan tangannya. "Kampus lebih penting daripada gue adik lo? lo gamau bantuin gue karena lo udah merasa pinter masuk kuliah karena beasiswa?"
Alaska masih diam, ia hanya menatap Hanu dengan tatapan biasa, karena perlakuan Hanu bukanlah hal baru yang perlu ia kagetkan. Tapi begitu mendengar ucapan yang terlontar dari mulut Hanu kembali, Alaska tidak terima.
Nafasnya tidak beraturan, matanya memberitahukan bahwa ia sedang menahan rasa marahnya. Mungkin jika bisa Alaska ingin berteriak, membentak, memaharahi Hanu saat lelaki itu bilang. "Anak adopsi doang songong. Pantes lo nggak punya orang tua, sampai kapan pun gue nggak terima lo jadi abang gue karana ini alasannya, lo selalu gamau bantu gue, sikap lo nggak mencerminkan seorang kakak."
Hanu lalu terkekeh, "Yah, kenyataan lo anak adopsi. Lo sama gue emang beda."
Alaska tahu dia anak adopsi. Ia anak yatim piatu. Ia tidak memiliki apapun yang berharga di dunia untuk ia lindungi selain dirinya sendiri. Bahkan Alaska tidak mencintai dirinya yang memiliki tubuh sakit dan takdir semenyedihkan ini. Tapi apa perlu ia dikatai begitu? Rasanya Alaska tidak terima saat kata-kata itu keluar dari mulut orang lain selain dirinya sendiri.
Belum sempat Alaska ingin membalas ucapan Hanu, Nirmala tiba-tiba muncul di depan pintu dan menatap kedua putranya yang sedang bersitegang seperti biasa. "Alaska jangan mulai cari masalah kalo kamu tidak mau Ayah kamu marah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hope in my home || NCT
Fiksi Remajakisah seorang lelaki dengan takdir yang selalu mempermainkannya. Ia tidak sengaja harus berpisah dengan keluarga aslinya tapi siapa sangka bahwa selama ini keluarganya berada sangat dekat dengannya. BROTHERSHIP, FAMILY🍭