1. Comienzo.

71 9 0
                                    



Happy Reading.

"Aruu!"

"Iya, Bu. Aku turun,"

Setelah mendengar sahutan dari Anaknya, tampak Anak perempuan dengan surai gelapnya yang dikuncir kuda tengah menuruni anak tangga rumahnya.

"Masih ada waktu untuk sarapan, kan?" tanya sang Ibu.

"Masih, Bu. Ini masih satu jam sebelum bel, tapi aku bakal makan dengan cepet." Ujar Arunika sembari mematikan Ipadnya.

"Kenapa cepet banget datengnya?" tanya Hanasta.

"Aku perlu belajar di perpus tiap pagi, kemudian menjadwalkan kegiatan aku di hari itu, dan baru sarapan." Terangnya.

Sang Ibu yang mengetahui maksud akan "perlu belajar tiap pagi" tiba-tiba merubah ekspresinya. Sedih rasanya melihat Anaknya berusaha keras demi mendapatkan rasa bangga dari dirinya agar dapat hidup lebih layak lagi dalam jangka waktu yang panjang. Meski memang ini yang ia mau, tapi sedih juga melihat Anaknya mengetahui apa yang ia sembunyikan selama ini.

"Bu? Aku sudah selesai tapi makanan Ibu belum tersentuh sedikitpun, aku akan berangkat sekarang." Ucap Arunika.

"Cepet banget?" Ibunya yang tersadar dari lamunannya pun menatap tempat makan sang Anak tadi.

"Piring bekas aku udah aku cuci, sekarang habisin aja makanan Ibu yang dingin itu," ujarnya sembari merogoh tas nya untuk mengambil kunci mobilnya kemudian berjalan ke arah pintu utama untuk berangkat.

Sang Ibu yang sedari tadi membeku pun kemudian berteriak, "Hati-hati!" setelah mendapat sahutan dari Arunika yang tak begitu jelas suaranya pun dirinya memilih untuk melanjutkan sarapannya yang tadi sempat ia biarkan.

•••

Excelsior International School adalah sekolah yang sudah Arunika harumkan namanya dengan segala kejuaraan lomba.

Di sinilah dirinya sekarang, baru saja keluar dari area parkiran mobil dan menuju ke gedung perpustakaan yang berbeda dengan gedung utama. Sudah sejak lama Arunika melangkah ke gedung perpustakaan setiap pagi seperti ini. Ia harus berusaha untuk menguasai semua mata pelajaran yang ada di sekolahnya demi mendapat hidup yang layak.

Mungkin kalian berpikir, Arunika masih diberi makan itu tandanya masih layak,  seperti manusia pada umumnya. Namun, pernahkah kalian berpikir apakah Ibu angkatnya akan memberinya makan disaat nilainya menurun? Sungguh kemungkinan yang tak memungkinkan. Jangankan diberi makan, diberi kesempatan untuk menatap saja rasanya mustahil.

"Hasta!"

Gadis dengan Ipad di tangannya dan earphone hitam yang menyumpal telinga nya pun terkejut dengan keberadaan seorang laki-laki yang kini tepat berada di hadapannya.

"Pake earphone, ya? Wajar kaget doang," Ujar Saka sembari melepas satu benda hitam yang menyumpal telinga sang gadis yang kini menatapnya dengan tatapan bertanya-tanya.

"Kenapa?" tanya Arunika.

"Ga apa-apa. ayo ke perpus," Ajaknya yang kemudian meraih pergelangan tangan temannya dan langsung melangkah masuk ke gedung yang menjadi alasan mengapa Arunika selalu datang lebih awal setiap pagi selama tiga semester ini.

•••

Setibanya mereka di ruangan yang bernuansa putih coklat itu, mereka berdua kemudian berjalan berlawan arah menuju rak perpustakaan yang beda materinya namun bersebelahan rak nya jika datang dari pintu utama gedung, dan berjalan ke arah pintu utama gedung.

Lumen Spei. [Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang