"Entah salahku atau salahmu,
aku tetap membencimu, Ibu."
-Arunika Hasta Takarala.•
•
•
Happy Reading."Sekolah, Dhika ..."
Tutur lembut dari sang Kakek membuat lelaki itu semakin merasa tak memiliki semangat hidup, dunianya serasa hancur menjadi serpihan-serpihan kecil yang sulit untuk dikembalikan menjadi utuh semula. Kepergian Violet membuat dirinya terpuruk selama beberapa hari, malam yang dingin itu akan menjadi malam terburuk selama dirinya hidup. Bersembunyi di balik selimut miliknya tanpa makan dan minum hingga beberapa hari sudah menjadi aktivitas Dhika selama berdukanya keluarga Sandykala.
"Iya, besok ..." Dhika melirih, berharap Kakeknya yang sudah sedikit terganggu indra pendengarannya dapat mendengar suara serak yang melirih itu.
"Sudah menjadi kebiasaan kamu setiap pagi bicara seperti itu, ayolah Dhika, jangan terus-terusan terpuruk seperti ini. Kakek merindukan cucu Kakek yang tersenyum setiap pagi sebelum memulai harinya di EIS,"
Mendengar kalimat panjang yang dikatakan oleh sang Kakek membuat hati lelaki itu sedikit tersentuh. Kakeknya benar, dirinya sudah hampir seminggu berbaring di kamar seperti saat ini tanpa memiliki niat untuk melakukan hal lain, mandi sekali pun.
Haruskah dirinya bangkit dari tempat tidur ini? Untuk memulai hari setelah sekian lama terpuruk akibat kepergian sang gadis?
"Kakek ke bawah dulu, ya. Ada tamu," Mendengar langkah kaki yang menjauh membuat Dhika mengangkat kepalanya ke arah pintu yang tertutup itu. Siapa yang datang saat pagi-pagi seperti ini?
Untuk memastikan siapa tamu itu, lebih baik lelaki itu bangkit dahulu. Seluruh tubuhnya pasti terasa pegal karena terus bertahan di ranjang. Setelah duduk dengan tubuh yang terasa kaku, Dhika meraih ponselnya yang berada di atas nakas, tak berharap akan banyak yang menghubunginya untuk menanyakan keadaan lelaki itu, namun ponselnya sudah penuh akan notifikasi.
Terutama dari Saka, temannya yang satu itu benar-benar tak berhenti menghubunginya selama dirinya tak bersekolah. Entah apa yang di pikirannya.
Tok tok!
Mendengar suara pintu diketuk membuat lelaki dengan kantung mata yang menghitam itu mengalihkan pandangan, itu pasti tamu yang tadi Kakeknya katakan, segeralah dirinya bangkit untuk membukakan pintu kamar yang terkunci itu.
Tak terdapat nama siapa pun terlintas di benaknya, ia tak tahu siapa yang akan didapatinya saat ia membukakan pintu kamar ini nanti. Tak ingin dirinya menebak-nebak dengan tubuh yang kaku serta kepala yang pusing ini.
Dan tak disangka, perempuan yang tadinya benar-benar tak terlintas namanya di benak lelaki itu, kini tengah berdiri di hadapannya dengan penampilan rapi untuk berangkat ke sekolah. Arunika, dengan rambut yang terurai rapi ke belakang dan ransel berwarna putih kemudian seragam dan alas kaki yang rapi, bertamu di rumahnya seperti ini dengan ekspresi wajah yang seolah tak memiliki niat untuk membicarakan sesuatu.
"Gue masuk boleh, ya?"
Tanpa mendapat jawaban dari Dhika yang membeku di ambang pintu, gadis itu melangkah masuk setelah mendorong sedikit agar pintu kamar tersebut terbuka lebih lebar dan melewati pemilik kamar itu begitu saja. Gadis itu masuk kemudian melihat-lihat lukisan yang diduganya Dhika-lah pelukisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lumen Spei. [Ongoing]
Teen Fiction❗️[WAJIB FOLLOW SEBELUM MEMBACA]❗️ "Jangan bohong, Ibu. Aku tau Ibu berharap agar aku bisa meraih semua kejuaraan sekolah sebagai tanda terima kasih karena sudah mengasuh aku selama ini." Ujar Arunika kepada Ibu angkatnya yang kini menatapnya dengan...