Chapter I Pon dan pianis Idola Yang Misterius

419 11 0
                                    


Siang yang terik tak mematahkan semangat Pon Thanapon, dipanggil Pon, untuk berdiri di trotoar depan kafe Le Bronze, Bangkok. Mahasiswa semester awal Fakultas Musik Spesialisasi Piano, Jurusan Pertunjukan Universitas Silpakorn Bangkok itu sangat bersemangat menyaksikan street performance pianis idola misteriusnya yang ia juluki 'Pianis Alan Walker ' karena selalu memakai masker dan kacamata hitam.

Pon berdiri di trotoar, di depan Kafe, tepat di depan pianis itu memainkan pianonya. Kacamata hitam, topi hitam Balenciaga, dan jaket jins warna hitam pudar dipadan dengan celana jins hitam serta T-shirt putih membuat penampilan Pon terlihat sangat chic dan menawan. Kulit putihnya yang berkilau walau tertutup rapat outfitnya gagal untuk disembunyikan. Pembawaannya yang kalem dan cuek menambah pesona Pon di mata para penikmat cowok tampan sekaligus cantik. Banyak mata para pengunjung 'street performance' disitu memandang dan terpesona dengan ketampanan sekaligus kecantikannya,

Pon masih berdiri takzim sambil sesekali memejamkan mata, meresapi dan merasakan sentuhan magis di hatinya oleh lagu - lagu yang dibawakan pianis misterius itu. Sudah 3 lagu dan sepertinya ini hari Chopin. Mengawali penampilannya tadi, pianis itu membukanya dengan Nocturne No.14, Nocturne in F# minor. Lagu kedua masih Nocturne C minor, dan sekarang, favoritnya Nocturne No.5, F# Mayor. Pon sungguh dimanjakan dengan Chopin di telinganya kali ini.

Tanpa sepengetahuan Pon, sepasang mata dibalik kacamata hitam sang pianis sejak awal performancenya sering memandangnya ketika sedang memejamkan mata dan meliuk-liukkan kepalanya menghayati permainan Chopinnya. Ia juga sering tersenyum tanpa terlihat karena memakai masker, dalam hatinya berkata ia sangat bahagia ada seorang pemuda tampan sekaligus cantik mempesona yang sangat mengaguminya yang tak pernah absen melihat permainnya di trotoar ini dan selalu datang awal supaya dapat melihatnya dengan jelas.

Ia ingin mengenal lebih jauh namun ia terlalu malu dan tidak tahu bagaimana cara berkenalan dengan orang yang ia sukai. Jantungnya berdesir setiap saat melihat Pon seperti itu. Ilusinya menyeret raganya ke sebuah ruangan remang bersama pemuda itu dan bersama menghantarkan kehangatan di seluruh tubuhnya. Bibir yang bersentuhan lembut dengan mata terpejam dan tangan merengkuh leher satu sama lain. Namun itu hanyalah ilusinya.

Lagu demi lagu dibawakan 'Pianis Alan Walker' itu. Memang hari ini spesial day untuk Chopin. Pertunjukan ditutup dengan Spring Rhapsody, Nocturne E Flat Major (Op. 9 No. 2). Pon menyambut akhir pertunjukan dengan tepuk tangan kagum dan mata berkaca-kaca. Ia sangat menikmati pertunjukkan siang ini. Chopin adalah pianis favoritnya. Ia berharap Sabtu berikutnya ia dapat melihat 'Pianis Alan Walker'nya lagi. Ia akan bermain setiap Sabtu dan Pon selalu tak sabar menanti hari Sabtu. 


***

Elegi Buat PonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang