Chapter III Audisi

157 6 0
                                    

Ruang Recital

Ruang recital masih sepi. Pon masuk dan duduk di kursi deretan tengah, menunggu peserta lain dan tim masuk ruangan. Sambil menunggu, ia memasang ear-innya menikmati Chopin dan Schubert.

Pon memejamkan matanya menikmati alunan piano kedua pianis legendaris itu. Tangganya bergerak - gerak seperti memainkan piano, mengikuti alunan irama. Tanpa disadari, tim audisi sudah memasuki ruangan dan duduk di kursi paling depan, termasuk Prof. Spy. Pon tidak tahu ketika melewatinya, Spy menoleh ke arah Pon yang sedang memejamkan mata dan memainkan jarinya ala bermain piano dengan jantung berdebar-debar.

"Sial, anak ini membuatku gila", batin Spy.

"Perhatian semuanya. Audisi akan dimulai. Silahkan ke depan mengambil nomor undian", panitia berteriak mengumumkan pengambilan nomor undian kepada peserta.

Pon terkejut, Seorang peserta audisi menepuk pundaknya, memberitahunya untuk maju ke depan mengambil nomor undian. Pon melepas ear-innya, memasukkannya ke dalam saku jaketnya dan berjalan kedepan.

Spy, meemperhatikan Pon berjalan ke meja panitia audisi untuk mengambil nomor undian. Pembawaannya yang tenang dan fokus sangat menarik perhatiannya. Tapi mengapa ia selalu sendiri? Spy berpikir apakah Pon tidak punya teman selain Benz? Apa hubungan Pon dengan Benz? Apakah Benz kekasihnya?

"Aku harus mencari tahu", batin Spy.

Spy mendengar samar - samar menyebutkan angka 3 kepada panitia. Spy sangat menantikan permainan tuts Pon. Prof. Lee memberitahunya Pon pecinta Chopin sama sepertinya.

Tibalah saatnya giliran Pon untuk menampilkan permainan solonya. Pon memang memilih memainkan Chopin, Waltz in B Minor. Pon naik ke panggung dengan tenang namun percaya diri. Ia duduk di depan piano dengan sikap yang sangat elegan, membuat tim audisi terkesima.

"Pon sangat percaya diri ya, Prof?" bisik Prof. Lee, Spy hanya mengangguk. Ia tidak tahu mengapa Prof. Lee harus minta pendapatnya.

Pon mulai memainkan jari lentiknya di atas tuts dengan sempurna. Ekspresi pengahayatannya sangat baik. Sesekali ia memejamkan matanya, seolah meresapi keanggunan ciptaan Chopin pujaannya. Waltz in B Minor berhasil dibawakan Pon dengan sempurna, mengundang tepuk tangan dari tim audisi yang berjumlah 5 orang, termasuk Spy. Pon mengakhirinya dengan berdiri menghadap tim dan penonton, menunduk memberi hormat.

Selesai audisi, Spy berjalan gontai menuju parkiran di lantai dasar. Ia merasa lelah dan moodnya juga sedang tidak baik beberapa hari ini. Pikirannya terganggu oleh sosok Pon, mahasiswanya itu. Entah mengapa Spy tidak dapat mengusir bayangan Pon. Ia selalu memikirkan Pon, bahkan ia sudah mulai berpikir bahwa ia cemburu dengan Benz. Arghhh!! Spy mengacak kesal rambutnya. Tiba-tiba ia melihat bayangan Pon di depannya. Benarkah?

"Malam, Prof", sapa Pon.

"Eh..malam..Pon?", jawab Spy agak gugup.

"Mari, Prof., saya duluan", pamit Pon berjalan menuju mini Cooper putihnya. Spy memandang punggung Pon, dadanya sesak. Ia ingin memanggil Pon, mengajaknya berbicara lebih banyak, namun ia takut image killernya hilang didepan mahasiswanya itu.

***


Elegi Buat PonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang